Bimtek Ke Pulau Dewata Memunculkan Keributan!
Font: Ukuran: - +
Reporter : Bahtiar Gayo
DIALEKSIS.COM | Feature- Suara bising kritikan itu dianggap bagaikan angin lalu. Soal Bimtek (bimbingan tehnis) kepala desa (reje), aparatur kampung, senantiasa memunculkan kegaduhan dan polemik di tengah masyarakat. Kali ini soal Bimtek reje se kecamatan Pegasing Aceh Tengah.
Bahkan, Pj Bupati Aceh Tengah T Mirzuan mengakui dia tidak tahu ada Bimtek yang dilakukan reje. Demikian dengan Kepala Pemerintahan Desa, Latif Rusdi, dalam keteranganya kepada media menyatakan pihaknya tidak mengetahui ada kegiatan Bimtek ke Pulau Bali.
Dunia maya diributkan soal Bimtek reje Kecamatan Pegasing, apalagi seteleh reje ini sampai di Bali dan disambut dengan tarian. Salah seorang reje latah ikut menari bersama wanita penyambut, tarian seperti ini dalam adat istiadat Gayo adalah pamali (sumang).
Dialeksis.com merangkum kegaduhan itu dan komentar berbagai pihak. Bahkan menteri Keuangan dan salah seorang DPD Aceh, Haji Uma ikut memberikan pernyataan soal Bimtek para reje ini ke Bali.
Para reje sekecamatan Pegasing ini berangkat ke Bali, setiap desa menghabiskan anggaran Rp 30 juta, untuk keberangkatan reje dan RGM. Diperkirakan ada 31 desa di sana. Sedikitnya Rp 930 juta uang masyarakat “diterbangkan” untuk Bimtek ke Bali.
Salah seorang Reje, Irwan Sahdi, Reje Kampung Ujung Gele, yang mewakil rekanya, memberikan keterangan pers soal banyaknya pemberitaan negatih tentang Bimtek yang mereka lakukan.
Irwan membenarkan yang ikut menari bersama wanita yang menyambut mereka di Kabupaten Ganjar, adalah salah seorang reje dari Kecamatan Pegasing. Publik meramaikanya karena dinilai pamali (sumang) dari tatanan adar Gayo, apalagi Aceh dengan syariat Islamnya.
“Dalam video yang viral, tari itu merupakan salah satu tarian penyambutan tamu, dari pemerintah kabupaten Ganjar dihadiri Kepala Dinas Pertanian, Sekretaris Kecamatan Ganjar, Kepala BPP. Tokoh adat dan Ketua kelompok pertanian yang telah berhasil menggunakan pupuk organik,” kata Irwan Sahdi kepada KenNews.
“Ketika dipakaikan selempang dari penari, maka yang dipakaikan selempang itu diminta ikut menari. Itu tradisi kearifan lokal di Bali, mungkin tanpa pikir panjang dan spontan salah satu reje ikut menari,” sebutnya.
Menurutnya, para reje melakukan Bimtek sejak 18- 23 Mei 2024 ini, dengan sejumlah kegiatan. Pertama, kunjungan ke Desa Kutuh, sebuah desa dengan pendapatan tertinggi di Indonesia.
Kedua, ramah tamah dengan pemerintah kabupaten Ganjar dan Kunjungan ke lahan pertanian dan pengolah pupuk organik.
Ketiga, kunjungan ke Desa Puranida, desa terbersih nomor 3 di dunia dan merupakan salah satu tempat penyelenggaraan World Water Forum (WWF) ke-10 tahun 2024 yang sedang berlangsung saat ini. Serta kunjungan UMKM masyarakat Kabupaten Bangli, jelasnya.
Namun soal reje latah ikut menari bersama wanita dalam sambutan itu, walau juga ada tarian dengan upuh ulen ulen Gayo, salah koreografer dari Tanoh Gayo, Ana Kobat, menyebutkan penari lelaki dari Gayo itu yang bertingkah genit, gatalen.
Menurut Ana, seharusnya Reje itu tidak usah bertingkah gatal dengan mengikuti penari itu. Cukup bilang, di Gayo yang negeri Syariah tidak ada tari antara laki dan perempuan, jangan malah ikut.
Menurut Ana, Reje yang ikut menari itu tersebut seperti “gere teramaten ne” dan tingkahnya itu memalukan.
“Mestinya Reje cukup menolak kalau itu sumang (pamali) di agama dan adat. Buktikan ke luar, kalau di Aceh itu agama kuat, ini sama aja seperti membuang kotoran ke muka orang Gayo,” ujar Ana Kobat.
Salah seorang masyarakat Pegasing, Aceh Tengah, Irwandi MN juga menyampaikan kritikanya soal Bimtek ini. Dia mempertanyakan agenda para reje ini ke Pulau Dewata.
“Pentingkah Bimtek tersebut untuk masyarakat? Catatan saya pada beberapa tahun lalu para Reje di Pegasing pernah berangkat ke Ponggok, Jawa Tengah dan ke Jember, Jawa Timur,” sebut Irwandi.
“Namun, begitu mereka pulang, tidak ada hasil nyata dari Bimtek yang diadopsi dan selanjutnya diaplikasikan untuk kepentingan rakyat,” tambah Irwandi.
Muncul pertanyaan, apa Bimtek yang menggunakan uang negara tersebut sudah tepat sasaran? Atau Bimtek ini dimanfaatkan sebagai sarana pelisiran para reje di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang morat marit
“Data saya, masih ada warga Pegasing hidup melarat dengan tidak memiliki rumah hunian,” tegasnya.
Ia sebagai salah seorang warga yang menetap di Pegasing, berharap kiranya persoalan Bimtek ini menjadi perhatian segenap pihak, khususnya para tokoh di Pegasing.
Terutama, soal hasil Bimtek, apakah selama ini yang diadopsi reje dari luar daerah sudah pernah diaplikasikan reje demi kemajuan masyarakat di masing-masing kampung?
“Jika hasil Bimtek tersebut peranannya belum sesuai harapan masyarakat, apa kita harus tinggal diam? Anda yang menjawab,” sebut Irwandi.
Menkue dan DPD
Soal Bimtek para kepala kampung dan aparatur, bukan hanya menimbulkan “kegaduhan” pada saat ini saja. Pada Juli 2023 lalu, anggota DPD asal Aceh, Haji Uma, mengaku sudah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan RI, terkait dengan Bimtek yang diikuti keuchi dari Aceh, EO-nya dari luar Aceh.
“Menteri Keuangan juga mempertanyakan, kenapa harus dilaksanakan pihak ketiga (EO). Seharus keuchik bisa melaksanakan sendiri bimtek tersebut” ujar Senator asal Aceh ini.
Karena kalau bimtek tersebut dilaksanakan oleh EO, tentunya kata Haji Uma ada keuntungan akan yang diambil dari dana tersebut.
Kali ini soal Bimtek para reje Kecamatan Pegasing ke Bali, Haji Uma juga memberikan pernyataanya, seperti yang ditayang AJNN.
Sebelumnya, Penjabat Bupati Aceh Tengah, T Mirzuan, mengaku tidak tahu soal keberangkatan 31 reje kampung dari Kecamatan Pegasing ke Bali. Demikian dengan kepala DPMK Aceh Tengah, Latif Rusdi, dia tidak mengerti tentang keberangkatan Bimtek itu, ia hanya mendapat informasi dari kalangan stafnya.
Menanggapi hal itu, anggota DPD RI, Sudirman alias Haji Uma, mengatakan sangat mustahil jika keberangkatan para reje Bimtek ke luar daerah tidak diketahui kepala daerah setempat dan jajaranya.
“Keberangkatan mereka sudah direncanakan dalam rapat Musrembang, tentu hasil Musrembang diserahkan ke Bupati melalui dinas terkait. Jadi, sangat mustahil kepala daerah tidak mengetahui,” kata Haji Uma saat dikonfirmasi AJNN, Senin, 20 Mei 2024.
Menurut Haji Uma, kegiatan Bimtek yang dilakukan puluhan reje kampung tersebut bukan melalui Musrembang yang bisa saja menyebabkan kepala daerah tidak mengetahui.
“Kalaupun memang tidak tahu, mereka (para reje) cukup berani, yang seharusnya kepala desa ini patuh dan tunduk kepada kepala daerah yang merupakan pimpinan tertinggi di tingkat kabupaten atau kota,” jelasnya.
Soal Bimtek, kata Haji Uma, memang dibolehkan dalam peraturan Kementerian desa, namun yang menjadi permasalahan adalah pada sisi efektifitasnya.
“Apakah kegiatan itu efektif dilaksanakan disana (Bali), apakah itu yang memang dibutuhkan dan apakah kegiatan ini hanya terkesan jalan-jalan saja. Nah, itu yang menjadi dinamika di kalangan masyarakat,” ungkapnya.
Haji Uma menegaskan, kegiatan Bimtek seharusnya dapat dilaksanakan di masing-masing daerah tanpa harus berpergian ke luar daerah, yang terkesan hanya sebagai rekreasi menggunakan anggaran negara.
“Pihak yang berkompeten dapat kita panggil untuk mengisi kegiatan Bimtek di daerah. Misal, tentang penguatan sistem manajemen atau tentang pengelolaan pariwisata,” ujarnya.
Selain itu, Haji Uma juga menyoroti pelaksanaan Bimtek yang dilakukan dari sisi waktu selama kegiatan berlangsung.
“Dari sisi waktu yang dimaksud, apakah mereka full kegiatan pelatihan dalam satu minggu misalnya. Atau terkadang, hanya dua jam pelatihan, lalu kemudian jalan-jalan. Nah, ini kan menghabiskan uang negara,” kata dia.
Ia berharap, kegiatan Bimtek harus transfaran dan singkronisasi agar masyarakat dapat mengerti dengan tujuan pembangunan terarah dan terukur.
“Jadi, tidak mungkinlah seorang kepala daerah tidak mengetahui mereka pergi. Cukup berani sekali kalau para kepala desa tidak memberitahu kepada pimpinannya sendiri,” tegas Haji Uma.
Soal Bimtek para kepala kampung dan RGM dari Kecamatan Pegasing ke Pulau Dewata, sampai saat ini riuhnya masih menjadi pembahasan masyarakat. Bentuk kepedulian publik dalam mengelola keuangan negara.
Cukup banyak Bimtek ke luar daerah sudah dilakukan, banyakkah manfaatnya untuk masyarakat? Mengapa asal ada kegiatan Bimtek di luar, khususnya yang diikuti para aparatur kampung, senantiasa diributkan? Sejarah mencatatnya. *** Bahtiar Gayo