Beranda / Ekonomi / Akademisi USK: Pertambangan Aceh Jadi Incaran Dunia

Akademisi USK: Pertambangan Aceh Jadi Incaran Dunia

Sabtu, 09 November 2024 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Dosen Program Studi Teknik Pertambangan Universitas Syiah Kuala (USK), Dr. Teuku Andika Rama Putra, memaparkan materi dalam diskusi bertajuk "Masa Depan Pertambangan di Aceh" yang diselenggarakan oleh Jurnalis Ekonomi Aceh pada Jumat (8/11/2024). Foto: Nora/Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dr. Teuku Andika Rama Putra, akademisi Program Studi Teknik Pertambangan Universitas Syiah Kuala (USK), mengungkapkan bahwa Aceh memiliki potensi besar dalam sektor pertambangan, khususnya logam tanah jarang, yang sangat dibutuhkan dalam industri teknologi elektronik, seperti pembuatan layar sentuh ponsel.

“Aceh memiliki jenis mineral yang sangat dicari dunia, yaitu logam tanah jarang,” kata Andika dalam diskusi bertajuk "Masa Depan Pertambangan di Aceh: Tantangan, Peluang, dan Keberlanjutan" yang diselenggarakan oleh Jurnalis Ekonomi Aceh pada Jumat (8/11/2024).

Andika, yang menyelesaikan pendidikan doktoralnya di Amerika Serikat, merujuk pada data dari United States Geological Survey (USGS) yang menyebutkan bahwa mineral ini berpotensi menjadi sumber daya bernilai tinggi, yang dapat mendukung kemajuan ekonomi daerah.

Menurutnya, logam tanah jarang, yang termasuk dalam kategori mineral langka, sangat dibutuhkan di berbagai sektor, terutama dalam teknologi elektronik dan energi terbarukan.

“Tanpa logam tanah jarang, bahan baku untuk pembuatan perangkat elektronik seperti layar sentuh ponsel tidak bisa diproduksi. Peluang tambang di Aceh sangat besar,” jelas Andika.

Walaupun sebagian besar sumber daya logam tanah jarang berada di China, Andika menegaskan bahwa Aceh memiliki potensi besar yang hampir tersebar di seluruh wilayahnya.

Selain logam tanah jarang, Andika juga mencatat bahwa Aceh kaya akan cadangan emas, dengan ditemukan "Golden Pocket" atau kantung emas di 15 titik yang memiliki berat antara 3 hingga 5 kg per titik. Jika dihitung dengan harga emas saat ini, potensi nilai emas tersebut bisa mencapai 5 miliar rupiah per kantong.

Namun, Andika mengingatkan adanya tantangan besar yang dihadapi sektor pertambangan di Aceh, yakni maraknya praktik tambang ilegal. Aktivitas ilegal di daerah-daerah seperti Gempang dan Labuhan Haji telah menyebabkan kerusakan ekosistem, pencemaran tanah dan air, serta ancaman kesehatan masyarakat akibat penggunaan bahan kimia berbahaya seperti merkuri.

“Langkah tegas untuk menghentikan praktik tambang ilegal sangat diperlukan,” tegasnya.

Andika juga menyoroti fenomena "kutukan sumber daya alam" yang sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia, yang bisa menimbulkan konflik sosial dan ketimpangan ekonomi. Oleh karena itu, pengelolaan sektor pertambangan di Aceh harus dilakukan dengan hati-hati.

Pentingnya transparansi pemerintah dalam mengelola informasi tentang potensi dan pendapatan sektor tambang juga disampaikan Andika. Dia menekankan perlunya edukasi bagi para pelaku tambang ilegal tentang dampak lingkungan yang ditimbulkan dan mendorong penerapan prinsip "green mining" atau pertambangan ramah lingkungan.

“Semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun perusahaan, harus bekerja sama untuk memastikan pertambangan di Aceh berjalan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan,” ujar Andika menutup pembicaraannya.***

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda