Beranda / Berita / Dunia / Sri Lanka Pangkas Harga Bahan Bakar Setelah Kucuran Bantuan IMF

Sri Lanka Pangkas Harga Bahan Bakar Setelah Kucuran Bantuan IMF

Rabu, 29 Maret 2023 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Sepasang suami istri menunggu dalam antrean untuk membeli bahan bakar di stasiun di Kolombo. [Foto: Adnan Abidi/Reuters]


DIALEKSIS.COM | Dunia - Pemerintah Sri Lanka telah mengumumkan pemotongan harga bahan bakar, memberikan bantuan bagi banyak orang setelah setahun kekurangan dan meroketnya harga di tengah krisis ekonomi terburuk negara itu.

Menteri Tenaga dan Energi Kanchana Wijesekera mengatakan kepada wartawan bahwa "Berbagai kategori bensin dan solar akan dijual dengan harga mulai dari 8 persen hingga 26 persen lebih rendah mulai tengah malam," kata Menteri Tenaga dan Energi Kanchana Wijesekera, Rabu (29/3/2023) dihadapan para wartawan.

Dia mengatakan penurunan harga tersebut sejalan dengan kesepakatan dengan International Monetary Fund (IMF), yang antara lain menyesuaikan subsidi BBM dan harga berdasarkan biaya produksi dan harga minyak dunia.

Sri Lanka awal bulan ini mendapatkan persetujuan program bailout IMF senilai $2,9 miliar (Rp43,7 triliun), sebuah langkah kunci dalam pemulihannya dari krisis yang disebabkan oleh pandemi dan masalah lainnya.

Tahun lalu, Sri Lanka kekurangan makanan, obat-obatan, dan bahan bakar yang parah menyebabkan protes jalanan, memaksa Presiden Gotabaya Rajapaksa saat itu meninggalkan negara dan mengundurkan diri.

Dalam perkembangan terkait, serikat pekerja industri perminyakan yang menentang keputusan pemerintah untuk memberikan izin kepada tiga perusahaan dari Amerika Serikat, Australia dan China untuk menjalankan stasiun bahan bakar di Sri Lanka mengancam akan mogok.

Serikat pekerja memprotes rencana untuk memprivatisasi sebagian Ceylon Petroleum Corporation milik pemerintah, yang saat ini hanya menghadapi persaingan dari Indian Oil Corporation.

Orang-orang yang bergegas untuk menghentikan kemungkinan pemogokan berbaris di dekat pompa bensin, takut pasokan akan habis.

Wijesekera mengatakan meskipun pemogokan itu menyebabkan beberapa gangguan, militer membantu memastikan operasi berjalan normal. Kelangkaan terjadi karena dealer tidak memesan bahan bakar yang cukup karena mengantisipasi pemotongan harga sebagai bagian dari revisi bulanan di bulan April.

Pemerintah berencana untuk keluar dari bisnis dan memprivatisasi perusahaan semi-milik negara utama untuk meningkatkan pendapatan guna membangun cadangannya dan melanjutkan pembayaran utang luar negeri.

Beberapa partai politik oposisi dan serikat pekerja menentang gagasan tersebut, berpendapat bahwa menjual sumber daya negara dapat membahayakan kepentingan nasional. [Aljazeera]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda