21 Juni Inggris Optimistis Buka Semua Pembatasan Pandemi
Font: Ukuran: - +
PM Inggris Boris Johnson. Foto/REUTERS
DIALEKSIS.COM | Dunia - Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson sangat optimistis semua pembatasan COVID-19 di Inggris akan berakhir pada 21 Juni.
Dia menambahkan pemerintah akan mengadakan peninjauan atas penggunaan sertifikat vaksin.
Johnson meluncurkan peta jalan keluar dari lockdown untuk Inggris pada Senin (22/2). Peta jalan itu akan membuat beberapa bisnis tutup sampai musim panas.
Menurut dia, kehati-hatian diperlukan untuk memastikan tidak ada perubahan pada jalan satu arah menuju kebebasan.
"Saya berharap, tapi jelas tidak ada yang bisa dijamin. Saya sangat optimis kita bisa sampai di sana," papar Johnson ketika ditanya tentang tanggal 21 Juni yang ditujukan untuk mengakhiri berbagai pembatasan.
Dengan hampir 130.000 kematian, Inggris mengalami jumlah kematian resmi tertinggi kelima di dunia akibat pandemi dan ekonominya mengalami kehancuran terbesar dalam lebih dari 300 tahun.
Namun dalam dua bulan, vaksin telah berhasil memberikan dosis vaksin awal kepada lebih dari seperempat populasi.
Ini menjadi peluncuran vaksin tercepat di negara besar mana pun, menjadikannya kasus uji coba bagi pemerintah di dunia yang berharap dapat mengembalikan kehidupan ke normal.
Beberapa orang di Partai Konservatif Johnson telah mempertanyakan apakah jadwal pembukaan kembali bisa lebih cepat, mengingat keberhasilan peluncuran vaksin Inggris sejauh ini.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengatakan keselamatan adalah prioritas.
“Kami semua benar-benar bertekad untuk keluar dari ini secepat mungkin, tapi tidak lebih cepat,” ujar Hancock di Sky News.
Peta jalan tersebut menyarankan bahwa pembatasan klub malam dan acara besar akan menjadi yang terakhir dicabut pada 21 Juni, meskipun pemerintah menekankan pembukaan kembali akan didukung oleh data, bukan tanggal.
PM Johnson juga mengatakan Menteri Senior Michael Gove akan memimpin peninjauan untuk membahas pertanyaan "ilmiah, moral, filosofis, etis" tentang sertifikat vaksin bagi mereka yang telah menerima suntikan virus corona.
“Ada persoalan yang dalam dan kompleks yang perlu kita gali, persoalan etika tentang apa peran pemerintah dalam mengamanatkan semua orang untuk memiliki hal semacam itu,” ujar dia.
“Kita tidak boleh mendiskriminasi orang yang, untuk alasan apa pun, tidak bisa mendapatkan vaksin. Mungkin ada alasan medis mengapa orang tidak bisa mendapatkan vaksin, beberapa orang mungkin benar-benar menolak untuk mendapatkannya,” tutur dia [sindonews.com].