Bincang-bincang Eksklusif Bersama Ahli Akuntansi: APBA Lebih Baik Diqanunkan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Ahli akuntansi nasional, Dr. Syukriy Abdullah, SE, MSi [Foto: Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) sampai hari ini masih kerap kali diperdebatkan, sebagian pihak meminta untuk ditetapkan dalam peraturan kepala daerah (peraturan gubernur), pihak lain ada juga yang sepakat APBA itu diqanunkan.
Dalam bincang-bincang khusus Pewarta Dialeksis.com dengan Ahli akuntansi nasional, Dr. Syukriy Abdullah, SE, MSi berdiskusi banyak hal soal perdebatan pengesahan APBA dalam Pergub atau Qanun.
Simak, berikut isi percakapannya;
Apa untung rugi jika APBA dipergub atau diqanunkan, sejauh mana nilai manfaat untuk masyarakat Aceh?
Kalau qanun itu amanat regulasi, APBA/APBD harus ditetapkan dengan qanun karena merupakan wujud konkret dari kebijakan daerah, maka APBD dalam bentuk qanun ini bermakna berlaku untuk semua pihak eksekutif, legislatif, pengawas/pemeriksa termasuk instansi vertikal.
Qanun merupakan produk perundang-undangan yang bahkan lebih kuat dari peraturan menteri, maka semua harus tunduk termasuk pedoman untuk pelaksanaan program kegiatan.
Praktek implementasinya bagaimana?
Secara implementasi Pergub atau peraturan kepala daerah itu tatarannya untuk pedoman eksekusi atau petunjuk teknis bagi OPD, jadi isinya lebih detail.
Ketika dilakukan perubahan anggaran itu lebih mudah dengan peraturan kepala daerah (Pergub), tetapi karena lebih mudah maka akan berbahaya untuk anggaran, karena anggaran berhubungan dengan legalitas untuk menggunakan uang, anggaran bukan hanya belanja atau pengeluaran tetapi juga ada pendapatan, tapi yang berisiko pengeluarannya.
Kalau pengeluaran itu bisa dilakukan oleh eksekutif tanpa kehadiran dewan itu berbahaya.
Ketika tanpa persetujuan dari dewan maka eksekutif akan menggunakan hal-hal yang tidak sejalan dengan kepentingan publik.
Ada contoh nyata?
Contoh, ketika kita menghadapi pandemi Covid waktu itu pada 2020. Pemerintah pusat memberikan uang untuk dilakukan penyesuaian anggaran, uangnya sangat besar, fungsi pengawasan dewan tidak jalan saat itu.
Bagi birokrasi yang mengeksekusi anggaran patokannya ada Peraturan Kepala Daerah, akan sangat bahaya jika kepala daerah menetapkan anggaran itu tanpa persetujuan dewan.
Secara sederhana, Qanun APBD itu mengamankan keuangan daerah dari perspektif adanya pengawasan dari dewan.
Kalau dikaitkan dengan Pokir seperti apa?
Di sisi lain, dewan juga diberikan kewenangan untuk menyalurkan Pokir. Pokir bagi dewan sendiri menjadi alat untuk memenuhi kepentingan dewan, terutama pencitraan. Selain itu, Pokir ini bisa dimanfaatkan untuk mencari keuntungan finansial.
Dimana sering kali, dewan punya afiliasi berhubungan dengan proyek/kontraktor dan itu menjadi balas budi dari kontraktor sehingga dewan diberikan finansial, tapi itu bisa saja sebagai ucapan terima kasih atau pertemanan.
Selanjutnya » Lalu, kaitan dengan keberadaan dualisme ...- DPRK Sahkan Empat Raqan Kabupaten Nagan Raya Tahun 2023, Ini Daftarnya
- Mengenal Qanun Meukuta Alam Menurut T.A. Sakti
- OJK Isyaratkan Bank Konvensional Kembali Beroperasi, Ketua MPU Aceh: Hati-hati Sampaikan Pernyataan Seperti Itu
- Diberi Lampu Bank Konvensional Beroperasi Kembali, Pemerintah Aceh Tunggu Revisi Qanun LKS