kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Pro dan Kontra Kenaikan Biaya Haji

Pro dan Kontra Kenaikan Biaya Haji

Selasa, 24 Januari 2023 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

Ilustrasi. [Anadolu Agency via Getty Images]


Menteri Agama Yaqut mengajukan BPIH tahun ini sebesar Rp. 98.893.909. Dibanding dengan tahun sebelumnya, usulan BPIH 2023 sebenarnya hanya naik Rp 514.888. Namun, secara komposisi, ada perubahan signifikan antara komponen yang harus dibayarkan jamaah dan komponen yang anggarannya dialokasikan dari nilai manfaat (optimalisasi), jelasnya.

Menag mengusulkan BPIH yang dibebankan langsung pada jamaah sekitar Rp 69,2 juta per orang. Rincian biaya tersebut digunakan untuk membayar biaya penerbangan dari Embarkasi ke Arab Saudi (PP) sebesar Rp 33.979.784. Akomodasi Makkah Rp 18.768.000. Akomodasi Madinah Rp 5.601.840. Living cost Rp 4.080.000. Visa Rp 1.224.000 dan paket layanan masyair Rp 5.540.109.

Menurut Rektor UIN Ar-Raniry ini, perubahan skema tersebut tentu punya dasar kuat dan hasil dari kajian yang komprehesif. Selain mengacu pada kondisi ekonomi dan politik global juga menengahkan prinsip keadilan, pemanfaatan dan keberlangsungan dana haji Indonesia.

“Menteri Agama telah mengambil langkah berani mengoreksi kekeliruan selama ini yang bersumber dari tidak imbangnya besaran subsidi haji yang diambil dari pengelolaan dana haji,” jelasnya.

Subsidi yang terlalu besar dengan tidak mempertimbangkan keberlangsungan manfaat terhadap keberadaan calon jemaah haji dengan masa tunggu akan menzalimi mereka yang sudah mendaftar, membayar.

Namun, sebutnya, mereka tidak bisa langsung menunaikan ibadah haji karena masih harus menunggu jadwal keberangkatan. Prinsip keadilan yang harus berlaku bagi jemaah dengan masa tunggu itu bagi Menag wajib dijadikan acuan utama.

“Reaksi yang muncul dan menolak perubahan skema tersebut mestinya tidak perlu jika masyarakat memahami landasan dan tujuan dari prinsip keadilan dalam pengelolaan dan upaya bagi keberlangsungan dana haji bagi umat Islam di Indonesia,” jelasnya.

Selanjutnya adalah tafsir bagi persyaratan “mampu” yang melekat bagi calon jemaah haji. Agama menggarisbawahi kata mampu yang mengacu tak hanya pada kemampuan fisik namun juga bagi kemampuan finansial.

Artinya, sebut Rektor, mampu memahami bahwa biaya haji adalah hitungan-hitungan yang bergerak natural sesuai dengan kebutuhan zaman dan calon jemaah haji juga harus menyesuaikan kadar kemampuan mengikuti hara yang sesuai sunnatullah zaman.

Naiknya harga minyak, penambahan harga perawatan kesehatan, biaya pemondokan, katering, transportasi lokal dan lain-lain adalah faktor-faktor yang berbading lurus dengan sunnatullah zaman.

Selanjutnya perlu bagi masyarakat mengetahui dan mengakui bahwa biaya haji yang harus dibayar jemaah asal Indonesia, meski dengan angka terbaru yang diusulkan oleh Gus Men Yaqut untuk BPIH tahun 2023 masih merupakan biaya haji termurah dibanding biaya yang harus dibayar oleh saudara-saudara kita sesama Muslim yang berdiam di negeri-negeri jiran di Asia Tenggara.

Sebagai contoh, jelasnya, seorang Muslim di Malaysia harus membayar 28.632 RM atau setara 100 juta rupiah. Jemaah haji asal Singapura membayar SGD 6.900 hingga 12.000 SGD atau setara 79 juta hingga 140 juta rupiah.

Sementara Brunei Darussalam mematok harga terendah setara 176 juta rupiah. Bahkan negara-negara yang jiran Arab Saudi seperti Qatar, UEA, Mesir hingga Tunisia yang secara hitungan biaya transportasi lebih murah dari keberangkatan dari Indonesia mematok harga rata-rata di atas 120 juta rupiah per jamaah, sebut Rektor UIN Ar Raniry ini.

Berbeda pandangan soal biaya haji di negeri ini terus mengelinding. Ada pro dan kontra, namun pihak leleslatif sebagai wakil rakyat belum mengetuk palu untuk memutuskan berapa biaya yang tepat untuk Jemaah haji Indosia. *** Bahtiar Gayo

Halaman: 1 2 3
Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda