kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Menopang Aceh Dengan Masker

Menopang Aceh Dengan Masker

Minggu, 16 Mei 2021 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar
[Foto: Beritasatu.com]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengumumkan hasil laporan survei yang memaparkan tingkat kedisiplinan penerapan protokol kesehatan dan tingkat kesediaan masyarakat dalam mengikuti program vaksinasi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang tengah gencar dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia saat ini.

Survei ini dijalankan oleh University of Maryland dengan kemitraan bersama Facebook. Survei yang dilakukan pada 10 Januari hingga 31 Maret 2021 ini menunjukkan kabar yang menggembirakan. Sebanyak 80,8 persen bersedia menerima vaksin Covid-19.

Survei ini juga meneliti tingkat kepatuhan para warga dalam menerapkan protokol kesehatan seperti penggunaan masker di area umum. Dari hasil survei tersebut, diketahui Aceh berada di urutan terendah pada kategori kedisiplinan warga dalam menggunakan masker.

Tercatat, persentase warga Aceh dalam memakai masker hanya sebesar 72 persen. Sedangkan posisi puncak di raih oleh wilayah Bali dengan persentase kepatuhan warga dalam pemakaian masker sebesar 92 persen.

Tak hanya dari survei yang dilakukan oleh University of Maryland, pernyataan Aceh malas memakai masker juga pernah disampaikan oleh tim Satuan Tugas (Satgas) penanganan Covid-19 di Aceh.

Dari hasil pemantauan tim Satgas Covid-19 di Aceh pada periode 25-31 Januari 2021 menyebutkan tingkat kepatuhan warga dalam memakai masker sekitar 82,5 persen. Lalu, pada pantauan periode 1-7 Februari 2021, tingkat kepatuhan warga Aceh dalam memakai masker turun 12 persen sehingga menjadi 70,6 persen.

Pada pemantauan program Operasi Yustisi Protokol Kesehatan periode 12-14 November 2020 yang digelar oleh Satpol PP dan WH Aceh bersama TNI dan Polri di wilayah Kota Banda Aceh dan Aceh Besar, terjaring para pelanggar protokol kesehatan sebanyak 683 orang. Adapun pelanggaran yang umumnya terjadi saat itu ialah pelanggaran tak memakai masker.

Bahaya Tak Pakai Masker

Juru Bicara Satgas Covid-19 Aceh, Saifullah Abdulgani atau yang akrab disapa SAG menjelaskan, menurut Intermountain Healthcare, sebuah perhimpunan sejumlah rumah sakit yang berbasis di Salt Lake City, Amerika Serikat, orang terinfeksi virus corona (carrier) tidak memakai masker bertemu dengan orang sehat yang juga tidak memakai masker, risiko penularan virus corona mencapai 100 persen.

Ia melanjutkan, apabila carrier tidak memakai masker namun yang sehat memakai masker, risiko penularannya menjadi 70 persen. Sebaliknya, apabila carrier memakai masker tapi yang sehat tanpa masker, risiko penularannya sekitar 5 persen. Namun, apabila carrier dan orang sehat sama-sama memakai masker, risiko penularan tinggal sekitar 1,5 persen.

“Potensi risiko penularan tetap ada meski sama-sama menggunakan masker, karena itu penderita Covid-19 tanpa gejala diwajibkan isolasi mandiri, dan orang sehat diwajibkan melindungi dirinya dengan masker di masa pandemi ini,” tutur SAG, Banda Aceh, Senin (16/11/2020) sebagaimana dikutip dari Acehprov.go.id.

Cara Meningkatkan Kepatuhan Pakai Masker

Berkenaan dengan survei yang menyebutkan angka persentase terendah pemakaian masker di Provinsi Aceh, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Aceh, dr Safrizal Rahman menyampaikan perlu ada upaya peningkatan dari kalangan para medis dan Pemerintah Aceh untuk terus mengampanyekan protokol kesehatan.

Ia mengatakan, meski pandemi sudah berjalan satu tahun lebih, kasus Covid-19 juga masih naik turun tidak menentu.

Menurutnya, ada tiga upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemakaian masker di Aceh. Pertama, melalui razia-razia yang dilakukan secara rutin.

Kedua, memberikan sanksi kepada para pengusaha tempat wisata, toko, resto dan sebagainya yang mengizinkan tamu atau pembeli masuk tanpa masker.

Ketiga, pemerintah harus membuat penanda umum terkait perkembangan kasus. Ia mencontohkan seperti memberikan informasi pada Videotron terkait perkembangan harian kasus Covid-19, atau membuat isyarat seperti menembakkan lampu laser ke udara sebagai penanda masih banyaknya pasien yang sekarat Covid-19. Atau juga bisa melalui media lokal, baik itu Radio, Televisi, surat kabar maupun Media Sosial.

"Hari ini, tidak banyak yang tahu bagaimana Covid-19 kembali bangkit di Aceh. Bahkan Aceh masuk dalam kategori peningkatan paling tinggi se-Indonesia," pungkas dr. Safrizal, Sabtu (15/5/2021).

Sosialisasi Masker Secara Bottom Up

Pengamat Kebijakan Publik, Dr Nasrul Zaman menyampaikan, publikasi hasil survei oleh University of Maryland yang menyebutkan Aceh terendah menggunakan masker merupakan hal yang sudah diperkirakan sejak awal.

Ia mengatakan, sejak Satgas Covid-19 dibentuk upaya edukasi masyarakat untuk peningkatan kesadaran melakukan protokol kesehatan nyaris tidak dilakukan secara bottom up dan penegakan aturan prokes yang lemah oleh Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Ia menilai Satgas Covid-19 lebih banyak mengutamakan program kampanye di lini atas seperti spanduk, baliho, radio dan iklan berbayar dibanding melakukan pemberdayaan masyarakat melalui komunitas, ormas, OKP dan tokoh agama.

Menurutnya, pesan-pesan pada spanduk dan media cetak tidak mudah dibaca, sulit dipahami dan penggunaan bahasa yang sama pada seluruh lapisan masyarakat menjadi nilai minus tersendiri. Misalnya spanduk bagi siswa SD dan warga di setiap masjid tulisan dan bentuknya sama, di baliho tulisannya kecil-kecil dan tidak menarik serta banyak kelemahan lainnya dari sisi kampanye media.

"Seyogianya jika hendak meningkatkan kesadaran warga agar taat prokes termasuk penggunaan masker, maka yang harus dilakukan adalah edukasi warga secara masif, menggunakan seluruh saluran formal dan informal organisasi dan kelompok warga masyarakat yang ada dan tumbuh di kehidupan sehari hari," tuturnya, Sabtu (15/5/2021).

Jika melihat Aceh, lanjutnya, yang memosisikan tokoh agama sebagai panutan dan sangat dipatuhi warga, kelompok tokoh ini belum pernah diberdayakan oleh Pemerintah Aceh untuk kampanye peningkatan kesadaran kepatuhan prokes. Di samping penegakan hukum dilakukan tidak sepenuh hati dan terkesan malu-malu untuk bertindak tegas dan terukur.

Hasil Survei Sebagai Navigasi New Normal

Juru Bicara Satgas Covid-19 Aceh, Saifullah Abdulgani atau yang akrab disapa SAG menyampaikan tingkat kepatuhan warga Aceh dalam mencegah penyebaran virus Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan sangatlah beragam.

Ia mengatakan, ada warga yang sangat patuh, setengah patuh, dan tidak patuh sama sekali. Termasuk tingkat kepatuhan dalam memakai masker di tempat-tempat umum.

Juru Bicara Satgas Covid-19 itu juga tidak menampik hasil survei yang ikut dipublikasikan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, tapi ia mengatakan perilaku masyarakat itu sangat dinamis dan tingkat kepatuhan masyarakat Aceh terhadap prokes makin tinggi.

“Kita bersama media massa terus mendorong perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik melalui publikasi perkembangan kasus Covid-19 setiap hari. Kondisi saat ini sudah jauh lebih baik,” kata SAG, Sabtu (15/5/2021).

Ia menjelaskan, pada akhir tahun 2020 tingkat kepatuhan masyarakat Aceh memakai masker masih sekitar 49,10 persen. Sedangkan perilaku menjaga jarak dan menghindari kerumunan masih sekitar 40,95. Kondisi tersebut dipotret Tim Pemantau Perubahan Perilaku Satgas Covid-19 Nasional yang memantau perilaku masyarakat di tempat-tempat umum di Aceh.

Sedangkan hasil monitoring tingkat kepatuhan Protkes di Aceh periode 3 Mei s/d 9 Mei 2021, Satgas Covid-19 Nasional melaporkan tingkat kepatuhan memakai masker sudah mencapai 81,83 persen. Sedangkan tingkat kepatuhan menjaga jarak dan menghindari kerumunan sudah mencapai 86,83 persen.

Tingkat kepatuhan Prokes di Aceh tersebut tidak terpaut jauh dengan tingkat kepatuhan rata-rata nasional. Secara nasional, tingkat kepatuhan memakai masker sekitar 88,38 persen. Sedangkan tingkat kepatuhan menjaga jarak dan menghindari kerumunan sekitar 86,63 persen.

“Masih ada deviasi memang antara kondisi Aceh dengan nasional, tapi secara statistik tampak tidak begitu signifikan,” tutur SAG.

Menurut SAG, deviasi itu juga tampak pada hasil survei University of Maryland bersama Facebook dibandingkan dengan hasil monitoring perilaku masyarakat Indonesia oleh Satgas Covid-19 Nasional, tapi tidak perlu dibenturkan. Perbedaan itu tampaknya juga tidak bermakna secara statistik.

“Lebih produktif bila kedua hasil survei itu kita jadikan alat navigasi dalam mendorong kebiasaan baru (new normal) di tengah pandemi Covid-19 saat ini,” tutup SAG.

Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda