kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Melirik Bank Devisa di Aceh

Melirik Bank Devisa di Aceh

Sabtu, 08 Januari 2022 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM - Bank Syariah Indonesia di Aceh sudah menjadi Bank Devisa, bagaimana dengan Bank Aceh Syariah (BSA)? Padahal BSA menjadi bank rakyat Aceh, dimana penduduk lokal menjadikan bank ini sebagi bank kepercayaan, namun sampai dengan saat ini Bank Aceh belum menjadi Bank Devisa.

Susahkah persyaratan menjadi Bank Devisa. Lantas Bagaiman dengan BSI yang sudah menjadi Bank Devisa, apa yang akan dilakukan BSI di Aceh untuk menyamankan para nasabah yang mempercai mereka.

Dialeksis.com merangkum berbagai komentar para pihak dan harapan mereka kepada bank yang ada di Aceh. Harapan mereka pada pelayanan publik dan BSA menjadi Bank Devisa.

Wisnu Sunandar, Regional Chief Executive Officer (RCEO) PT BSI Region I Aceh menyebutkan, Bank Syariah Indonesia (BSI) yang sudah menjadi Bank Devisa, tentu memberikan banyak kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan transaksi internasional.

BSI sudah menjadi Bank Devisa secara otomatis sejak terjadinya merger, sebut Wisnu, kepada Dialeksis.com. Bank Devisa dapat melakukan transaksi antar bank, baik secara global.

“Kita punya alat komunikasi dan alat transfer itu namanya SWIFT, jadi kalau kita mau transfer antar bank dalam hal ini BSI ke bank diluar negeri itu bisa,” sebutnya.

Menurutnya, SWIFT ini bisa transfer berapa saja dan apa saja yang dibutuhkan. Misal pembayaran untuk travel-travel, perhotelan, dan sebagainya, jadi bisa transfer dari rupiah ke dollar, atau ketika umroh,bisa transfer dari rupiah ke mata uang Riyal Saudi Arabia.

Bank Devisa itu melayani pembayaran lalulintas dalam dan luar negeri dengan SWIFT, kemudian melayani pembayaran dan pembukaan LC (Letter of Kredit)/jaminan pembayaran. LC ini media yang digunakan untuk ekspor-impor, melakukan jual beli, menerima pembukaan tabungan, mengirim dan menerima dan pembayaran transfer valuta asing atau lebih dikenal dengan valas, jelasnya.

Wisnu mencontohkan, mau booking jemaah haji pembyaran pakai dolar atau riyal, bisa dilakukan lewat BSI. Karena BSI sejak merger sudah menjadi Bank Devisa. Kemudian, mereka yang ingin melakukan ekspor-impor, mereka dapat menggunakan LC, dimana collectionnya bisa pembayarannya lewat BSI.

Untuk impor, sebutnya, ada permintaan dari luar negeri, maka pihak BSI yang akan mengeluarkan LC nya. Kemudian LC itu dikirim pihak BSI bank yang bersangkutan. Kemudian barang dikirim, tinggal lakukan pembayaran. Itu sebagian kegunaan Bank Devisa, jelasnya.

Bagaimana dengan orang yang mau haji atau mau bayar haji. Menurut Wisnu, BSI itu sudah terkoneksi dengan Kemenag untuk pembayaran haji melalui Sistem kompeterisasi Haji Terpadu (Siskohad).

Namun tentunya, para jamaah harus mendapat porsi haji terlebih dahulu, dapatkan dulu nomor porsi hajinya, kemudian bayarnya bisa lewat BSI. Ini juga berlaku untuk umrah, bayar melaui BSI dan pelunasanya juga melalui BSI.

Wisnu menambahkan, para pengusaha pasti tahu SWIFT dan LC. Mereka yang biasa melakukan ekspor-impor pasti tahu. Kalau untuk antar kota dalam negeri (domestik/Indonesia) itu namanya, Surat Keterangan Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN),” jelasnya.

Bagaimana dengan Bank Aceh Syariah? BAS sampai dengan saat ini belum menjadi bank devisa. Susahkan persyaratan untuk menjadi Bank Devisa, sehingga BSA yang secara lokal hampir seluruh penduduk Aceh menggunakan jasa pelayananya, namun sampai saat ini belum menjadi Bank Devisa?

Menurut Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Aceh, Yusri keberadan Bank Devisa di Aceh secara bisnis harus diukur dengan beberapa indikator dan melihat kebutuhan masyarakat Aceh terhadap Bank Devisa.

"Indikator yang dipertimbangkan antara lain, pertama banyaknya transaksi devisa berupa transaksi internasional ekspor impor dari dan ke Aceh,” sebut Yusr, menjawab Dialeksis.com.

Indikator kedua adalah ketertarikan dan kebutuhan investasi dalam bentuk valas oleh masyarakat Aceh serta kebutuhan wisatawan mancanegera yang datang ke Aceh yang ingin bertransaksi melalui penukaran valuta asing.

Jika dilihat dari indikator tersebut, Bank Devisa yang memang secara pasar cukup ada dan terbuka. Sehingga bank-bank yang beroperasi di Aceh akan masuk dalam bisnis valuta asing. Namun, jika indikator itu tidak terpenuhi maka transaksi valuta asing di bank devisa menjadi suatu produk dan aktivitas berizin namun tidak digunakan secara maksimal.

Seperti istilah, ada barang tapi tidak termanfaatkan, sehingga untuk menjadi bank devisa harus benar-benar dilakukan kajian yang lengkap dan menyeluruh.

Persyaratan menjadi bank devisa memang agak berat. Menurut Yusri ada sejumlah persyaratan menjadi bank devisa diantaranya;

1. Tingkat kesehatan Bank dengan peringkat komposit 1 (satu) atau peringkat komposit 2 (dua) selama 18 (delapan belas) bulan terakhir;

2. Memiliki Modal Inti paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah); dan

3. Memenuhi rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) sesuai profil Risiko.

Sejauh ini, Bank Aceh sudah memenuhi persyaratan tersebut. Namun, untuk menjadi Bank Devisa selain persyaratan di atas, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan dan dianalisis oleh bank, antara lain:

Pertama; mencantumkan rencana menjadi bank devisa dalam rencana bisnis bank, yang memuat :Tujuan dan manfaat kegiatan usaha dalam valuta asing bagi bank. Cakupan kegiatan usaha dalam valuta asing, termasuk penerbitan produk dan/atau pelaksanaan aktivitas baru yang akan dilakukan bank; dan penjelasan struktur organisasi, sumber daya manusia, dan sistem informasi yang akan dipersiapkan dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha dalam valuta asing.

Kedua Studi kelayakan usaha (feasibility study) Kegiatan Usaha dalam valuta asing, antara lain seperti potensi ekonomi, peluang pasar (penghimpunan dana dan penyaluran dana), tingkat persaingan antar bank, dan proyeksi pertumbuhan neraca terkait dengan produk dan/atau aktivitas dalam valuta asing selama 12 (dua belas) bulan.

Ketiga, kesiapan penerapan manajemen risiko atas Kegiatan Usaha dalam valuta asing, mengacu pada POJK Manajemen Risiko. Keempat,prosedur pelaksanaan (standard operating procedure). Ada lagi persyaratanya,kesiapan struktur organisasi, sumber daya manusia, dan sistem informasi yang digunakan.

Selain itu, rencana penerapan program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT); dan kesiapan hubungan korespondensi dengan bank di luar negeri; serta daftar kantor cabang Bank yang akan melakukan Kegiatan Usaha dalam valuta asing.

Kajian dan analisis itu yang harus dipersiapkan, jika Bank Aceh secara bisnis ingin mejadi bank devisa.

Sampai dengan saat ini, sebenarnya sudah ada beberapa bank yang beroperasi di Aceh masuk dalam kategori bank devisa, antara lain Bank Syariah Indonesia (gabungan dari beberapa bank syariah milik Bank Himbara) dan Bank Muammalat Indonesia.

Dengan adanya bank-bank tersebut, transaksi valuta asing yang diinginkan masyarakat Aceh tetap dapat dilakukan sesuai dengan produk dan aktivitas valas yang diimiliki oleh masing-masing bank.

"Bank Aceh telah mengirimkan Rencana Bisnis Bank (RBB) ke OJK, dan akan kita pelajari dulu sejauh mana RBB bank di tahun 2022 sampai 2024. Akan di bahas di Bulan Januari 2022 ini,” sebut Yusri.

Pihaknya akan melihat apakah bank telah merencanakan sesuai dengan kajian di internal dan mempersiapkan semua persyaratan yang dipenuhi apabila tercantum dalam RBB.

Jika nantinya telah direncanakan dan semua persyaratan dipenuhi, OJK akan menyetujui sepanjang memenuhi persyaratan dan tidak menimbulkan risiko tambahan bagi bank atau dengan kata lain Bank Aceh harus mengkaji secara komprehensif baik dari resiko, prediksi kedepan maupun dalam hal pengelolaannya.

"Karena itu menyangkut dengan biaya dan pemanfaatan produk bagi nasabah yang tentunya harus dihitung cost of benefit," sebut Yusri.

Harapan kepada BAS

Bank Aceh Syariah (BAS) yang kini belum menjadi bank devisa, beberapa pakar menilainya sudah saatnya BAS menjadi bank devisa. Karena dengan menjadi bank devisa, BAS akan lebih maju ke depanya.

Sekretaris Umum Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) Provinsi Aceh, Hasdiana,S.Pd mengapresiasi dan mendukung Bank Aceh Syariah menuju bank devisa. Menurutnya, dengan menjadi bank devisa akan memudahkan proses ekspor impor dan perdagangan dengan menggunakan mata uang asing.

Hasdiana menjawab Dialeksis.com menyebutkan, namun Bank Aceh Syariah harus benar-benar berbenah dalam segi manajemen bank sebelum melebarkan sayapnya. BAS juga harus memikirkan usaha kecil menengah (UKM) sehingga bisa ikut berkembang.

Jika BAS menjadi bank devisa akan mempermudah pengusaha dalam bertransaksi di luar negeri. Tentunya ATM BAS berlaku di luar negeri dengan berbagai jenis transaksi.

Akan tetapi, lanjutnya, pihak BAS juga harus mempertimbangkan apakah bank devisa benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat, jangan sampai nanti tidak termanfaatkan.

Bagaimana dengan pendapat pakar yang selama ini sering bersuara soal bank? Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unimal, Dr H Mohd Heikal menilai sudah saatnya Bank Aceh untuk menjadi bank devisa.

“Disamping kebutuhan saat ini di Aceh yang diberlakukan Qanun LKS, tita saat ini dihadapkan dengan sesuatu yang berbeda dengan daerah lain,” ucapnya kepada Dialeksis.com, Selasa (4/1/2022).

Bank Aceh yang diinisiasi oleh pemerintah Aceh yang dimana saham-sahamnya itu berada dari pemerintah provinsi Kab/Kota di Aceh, dengan kondisi saat ini, sudah saatnya mentransformasikan menjadi bank devisa.

“Sehingga bila BAS menjadi bank devisa operasionalny akan akan lebih luas dari bank non-devisa, dan masih banyak lagi yang bisa didapatkan nantinya,” sebutnya.

Dia mengatakan, tentu pasti ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh BAS untuk menjadi bank devisa. Dalam hal ini OJK sebegai regulator menetapkan persyaratan-persyaratan tertentu.

“Saya kira persyaratan-persyaratan tersebut harus menjadi prioritas oleh BAS untuk menjadi bank devisa, tentu saya secara pribadi sangat mendukung dan mendorong BAS untuk menjadi bank devisa,” sebutnya.

Ini menjadi suatu hal yang penting sekali dalam rangka untuk mendukung kegiatan bisnis, perdagangan dan lainnya yang dihadapkan dengan transaksi secara internasional oleh masyarakat Aceh, sebutnya.

Dalam mendorong BAS menjadi bank devisa, peran pemerintah sebagai pemegang saham hal itu sangat mungkin dilakukan. Namun kembali kepada kemampuan dan kapabilitas dan kapasitas BAS, sejauh mana mereka memenuhi persyaratan-persyaratan untuk menjadi bank devisa. *** Bahtiar Gayo


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda