kip lhok
Beranda / Berita / UUD ITE, Ini Syarat Kritik Pemerintah Tak Dipolisikan

UUD ITE, Ini Syarat Kritik Pemerintah Tak Dipolisikan

Minggu, 14 Februari 2021 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +


[Dok. JIBI/Solopos]

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Juru Bicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman, meminta masyarakat untuk mempelajari UUD 1945 dan UU ITE bila tak ingin dipolisikan saat menyampaikan kritik terhadap pemerintah.

Pernyataan Fadjrol menjawab pertanyaan, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait cara agar kritik masyarakat tidak berujung pemanggilan oleh aparat kepolisian.

"Terkait pertanyaan Pak Jusuf Kalla tentang bagaimaan cara mengkritik agar tidak dipolisikan kami akan menjawab sebagai berikut," kata Fadjroel dalam rilis video pada Sabtu (13/2) malam.

Pertama, kata Fadjroel, masyarakat perlu melihat dan mempelajari UUD 1945 pasal 28E ayat 3 yang berbunyi, "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat".

Kemudian, pasal 28J yang berbunyi, "Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis".

Selain dua pasal itu, ia juga meminta masyarakat agar mempelajari UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jika kritik hendak disampaikan lewat media sosial atau internet.

"Dengan demikian apabila masyarakat ingin mengkritik, perlu mempelajari secara seksama, mempelajari sebaik-baiknya," katanya.

Dalam UU ITE, pasal yang perlu diperhatikan, lanjut Fadjroel yakni, ketentuan pidana di pasal 45 ayat 1, 2, 3, dan 4. Pasal 3, misalnya mengatur soal muatan ujaran kebencian, atau pasal 2, soal kesusilaan.

Selain empat pasal itu, masyarakat kata dia juga perlu memperhatikan pasal 45a ayat 1 dan 2, yang mengatur soal penyebaran berita bohong atau hoaks dan ujaran yang menimbulkan kebencian atau permusuhan, maupun SARA.

"Lalu pasal 45b tentang ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi," imbuhnya.

Kemudian, lanjut Fadjroel, pemolisian dalam aksi unjuk rasa, dapat dihindari dengan memerhatikan UU Nomor 9 Tahun 1998, tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum yang sebelumnya dilarang di masa Orde Baru.

Menurut Fadjroel, Presiden Joko Widodo selalu tegak lurus dengan peraturan perundang-undangan dan konstitusi yang berlaku. Ia memastikan tak akan ada pemolisian terhadap warga bila kritik disampaikan tanpa melanggar aturan yang berlaku.

"Sekali lagi kami mengatakan Presiden Jokowi tegak lurus dengan konstitusi UUD 1945 dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku," kata Fadjorel.

"Jadi, apabila mengkritik sesuai UUD 1945 dan peraturan perundangan-undangan, pasti tidak ada masalah, karena kewajiban pemerintah/negara adalah melindungi, memenuhi dan menghormati hak-hak konstitusional setiap WNI yang merupakan Hak Asasi Manusia tanpa kecuali," imbuhnya. [CNN Indonesia]


Keyword:


Editor :
Fira

riset-JSI
Komentar Anda