kip lhok
Beranda / Berita / Skenario Terburuk Ekonomi Jika PPN Naik

Skenario Terburuk Ekonomi Jika PPN Naik

Jum`at, 18 Juni 2021 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Sumber : Dok. tribunkaltim.co

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ekonom INDEF Tauhid Ahmad memberikan gambaran skenario terburuk bila tarif pajak pertambahan nilai (PPN) meningkat dari 10 persen menjadi 12 persen seperti wacana yang sempat beredar di publik saat ini.

"Tapi skenario ini baru single tarif (menjadi 12 persen), karena belum tahu bagaimana skema multitarif dari pemerintah mana yang nantinya akan 0 persen, 5 persen, 12 persen, jadi kita buat simulasinya dan ini skenario terburuknya," ungkap Tauhid dalam diskusi bertajuk Pajak Sembako: Dekrit atau Intrik? secara virtual, Jumat (18/6).

Pertama, upah nominal pekerja diperkirakan bakal turun sekitar 5,86 persen. Kedua, inflasi turun 0,84 persen.

"Jadi awal-awal mungkin turun, tapi lama-lama (inflasi) akan ada kenaikan," ucapnya.

Bahkan, menurutnya, tingkat pendapatan masyarakat di pedesaan bisa turun sekitar 6,6 persen sampai 5,8 persen. Sementara masyarakat di perkotaan turun 5,61 persen sampai 5,72 persen.

Ketiga, pertumbuhan ekonomi akan tergerus sekitar 0,11 persen. Keempat, tingkat konsumsi masyarakat turun sekitar 3,32 persen.

Kelima, pertumbuhan ekspor melemah 0,14 persen. Keenam, laju impor anjlok 7,02 persen.

"Jadi secara umum ekonomi akan negatif, meski ini mungkin tidak menggambarkan terlalu riil tapi dari segi konstruksi ekonomi sudah tergambarkan bahwa dampak kenaikan secara bersama-sama 12 persen itu sebagian besar akan berdampak," tuturnya.

Tak hanya berdampak secara umum, dampak kenaikan tarif PPN juga akan berdampak pada sektor usaha, meski sebagian sektor mungkin justru diuntungkan. Beberapa yang negatif, yaitu pertanian, peternakan, industri makanan dan minuman, industri mesin dan listrik, jasa angkutan, dan lainnya.

Di sisi lain, Tauhid juga membagi skenario dampak bila pemerintah jadi memungut PPN bagi bahan pokok alias sembako. Dampaknya, tentu akan mengerek garis kemiskinan.

"Kenapa? Karena sembako penting bagi perekonomian kita, (kontribusinya) itu 2,7 persen dari PDB. Jadi kalau ada gangguan dari segi harga karena peningkatan PPN atau pun ada yang naik, termasuk ada impor, itu akan memberikan goncangan pada perekonomian, besarnya berapa pun itu pasti akan menimbulkan goncangan pada perekonomian," terangnya.

Saat harga sembako naik karena PPN, maka inflasi juga akan membengkak. Hal ini membuat porsi pengeluaran masyarakat untuk makanan meningkat. Padahal saat ini, kontribusi makanan sudah mencapai 71 persen dari total garis kemiskinan.

"Jadi kalau itu digoyang, itu berarti garis kemiskinan akan naik. Nantinya garis kemiskinan naik, pendapatan tetap, apalagi lagi covid-19 yang belum bisa diperkirakan kapan selesai," pungkasnya.

(uli/age)

Sumber : cnnindonesia.com
Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda