Beranda / Berita / Polisi Ringkus Tiga Penyebar Hoax Polisi Rekayasa Kasus Oral Seks

Polisi Ringkus Tiga Penyebar Hoax Polisi Rekayasa Kasus Oral Seks

Rabu, 17 Juli 2019 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Polres Lhokseumawe menggiring tiga pelaku penyebaran hoax yang menuduh polisi merekayasa kasus pelecehan seksual yang dilakukan AI bin N. [FOTO: Fajrizal/Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Tim Satreskrim Polres Lhokseumawe meringkus tiga pelaku penyebaran kabar bohong (hoax) yang menuduh polisi merekayasa kasus pelecehan seksual yang dilakukan AI bin N, oknum pimpinan dan pengajar sebuah pesantren di Lhokseumawe.

Dalam Konferensi Pers, Rabu (17/6/2019), di Mapolres Lhokseumawe, Kasat Reskrim AKP Indra Herlambang menjelaskan ketiga pelaku yaitu HS (29) asal Bireuen, IM (19) dan NA (21) asal Lhokseumawe ditangkap di lokasi terpisah, Selasa (16/7/2019).

Mereka ditangkap karena menyebarkan hoax yang menuduh polisi merekayasa kasus pelecehan seksual dengan tujuan mempermalukan sang pelaku dan merusak nama institusi lembaga pendidikan Islam. 

"Mereka berupaya menimbulkan kegaduhan di masyarakat, agar penyidikan kasus ini menjadi terhambat," kata AKP Indra Herlambang.

Dia mengatakan, ketiga pelaku tidak ada hubungan dengan pimpinan dan guru pesantren yang sudah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus oral seks pada santrinya.

Dalam aksinya, kata Indra, peran ketiga tersangka berbeda-beda. Pelaku HS bertugas mengupload berita bohong tersebut ke media sosial Facebook.

Sementara IM bertugas memposting berita tersebut ke grup WhatsApp yang di dalamnya ada tersangka HS. Terakhir pelaku NA seorang wanita juga menyebarkan ke grup WhatsApp.

Menurut Indra, pelaku bertujuan merusak citra polisi dan mencoba mengaburkan kasus oral seks yang menimpa 15 santri laki-laki yang masih di bawah umur.

Akibat perbuatannya mereka dibidik dengan pasal 15 jo. Pasal 14 ayat (1) dan (2) tentang peraturan hukum pidana subsider Pasal 45 A ayat (2) UU RI No.11/2008 sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 19/2016 tentang informasi dan transaksi elektronik (ITE). Dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.(faj)


Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda