kip lhok
Beranda / Berita / Peradi Sebut Pasal 282 RUU KUHP Diskriminatif

Peradi Sebut Pasal 282 RUU KUHP Diskriminatif

Rabu, 11 Agustus 2021 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menuai tanggapan. Kali ini, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) merasa keberatan dengan poin Pasal 282 RUU KUHP yang membahas tentang perbuatan curang.

Pasal 282 RUU KUHP berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V advokat yang dalam menjalankan pekerjaannya secara curang:

a. Mengadakan kesepakatan dengan pihak lawan klien, padahal mengetahui atau sepatutnya menduga bahwa perbuatan tersebut dapat merugikan kepentingan pihak kliennya; atau

b. Mempengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi, juru bahasa, penyidik, penuntut hukum, atau hakim dalam perkara, dengan atau tanpa imbalan.

Adapun penjelasan Pasal 282 menyebutkan, ketentuan ini ditujukan kepada advokat yang secara curang merugikan kliennya atau meminta kliennya menyuap pihak-pihak yang terkait dengan proses peradilan.

Atas ketentuan Pasal 282 KUHP tersebut, Ketua Umum Peradi, Otto Hasibuan mengemukakan sedikitnya tujuh poin pandangan. Pertama, pasal 282 RUU KUHP dibuat dengan paradigma yang kurang tepat.

"Dengan adanya pasal ini, seakan-akan hanya advokat saja yang dapat berlaku curang kepada kliennya, padahal klien juga bisa berlaku curang kepada advokat," ucap Hasibuan dalam siaran pers yang diterima Kontan.co.id, Selasa (10/8).

Kedua, Peradi menganggap Pasal 282 RUU KUHP terkesan diskriminatif, prejudice dan tendensius, karena ditujukan hanya kepada advokat. Padahal, pihak yang berlaku curang itu tidak saja dapat dilakukan oleh advokat, tetapi juga bisa dilakukan penegak hukum yang lain.

Ketiga, apabila Pasal 282 RUU KUHP tetap dipertahankan, menurut Peradi, maka pasal ini tidak boleh hanya ditujukan kepada advokat. "Tetapi juga ditujukan kepada penegak hukum lain yaitu hakim, jaksa, penyidik, panitera termasuk juga klien," ungkap Otto Hasibuan.

Keempat, Pasal 282 RUU KUHP adalah delik formil, sehingga sangat berbahaya bagi advokat dalam menjalankan tugasnya, karena ketika mendamaikan klien dengan lawannya, tentu bisa saja terjadi win win atau lose lose.

"Sehingga kalau karena sesuatu hal kliennya menyetujui untuk lose atau mengalah dalam perjanjian, maka hal ini dapat saja di kemudian hari advokat tersebut dengan mudah dilaporkan oleh kliennya dengan tujuan tertentu, sehingga posisi advokat dalam posisi lemah," ucap Otto Hasibuan.

Kelima, penjelasan Pasal 282 RUU KUHP tersebut tidak sinkron dengan norma Pasal 282, karena Pasal 282 berisi tentang perbuatan curang tetapi penjelasannya mengenai suap.

Keenam, Peradi menyadari dalam praktik ada advokat yang berlaku curang terhadap kliennya dan perlu mendapatkan sanksi, tetapi tidak tepat dikenakan dengan Pasal 282 tersebut.

"Selama ini Dewan Kehormatan Peradi selalu bertindak tegas dan menjatuhkan sanksi kepada advokat bahkan ada yang dipecat karena berlaku curang. Jadi Kode Etik Advokat sudah mengaturnya," tutur Otto Hasibuan.

Ketujuh, Peradi meminta Pemerintah dan DPR untuk mengeluarkan ketetentuan Pasal 282 tersebut dari isi KUHP.[Kontan]


Keyword:


Editor :
M. Agam Khalilullah

riset-JSI
Komentar Anda