kip lhok
Beranda / Berita / Pengamat Militer, Pembentukan Kodam Baru Belum Perlu, Ini Sebabnya

Pengamat Militer, Pembentukan Kodam Baru Belum Perlu, Ini Sebabnya

Rabu, 24 Mei 2023 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Khairul Fahmi Pengamat Militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS)


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Rencana pembentukan Kodam baru di setiap provinsi di Indonesia telah menuai beragam kritik dari berbagai pihak. 

Salah satu kritik tersebut datang dari Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, serta seorang pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, yang berpendapat bahwa langkah tersebut belum diperlukan.

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Khairul Fahmi, seorang pengamat militer dari ISESS. Fahmi berargumen bahwa keberadaan Kodam saat ini sudah mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. 

Menurutnya, pembentukan Kodam baru di setiap provinsi justru akan menyebabkan peningkatan pengeluaran negara yang tidak efisien. Ia menekankan bahwa pengembangan strategi pertahanan negara harus didasarkan pada analisis kebutuhan yang cermat dan tidak boleh hanya mengikuti tren pembentukan unit militer.

Namun, di sisi lain, terdapat pula suara-suara yang mendukung rencana pembentukan Kodam baru. Beberapa pihak berpendapat bahwa langkah ini akan memperkuat kehadiran TNI di daerah, meningkatkan koordinasi antara TNI dan pemerintah daerah, serta mempercepat respons terhadap berbagai ancaman keamanan yang mungkin timbul di masa depan.

"Saya sepakat dengan pendapat Megawati bahwa pembentukan Kodam baru di tiap provinsi tidak diperlukan. Sayangnya, Megawati tidak membeberkan basis argumen yang tepat dan relevan. Laskar-laskar yang dia sebut itu kan di awal berdirinya republik dan seiring penataan organisasi TNI, mereka melebur. Bahkan tokoh-tokohnya ya banyak yang di kemudian hari jadi Pangdam atau pimpinan TNI di berbagai daerah," kata Khairul kepada wartawan, Senin (22/5/2023).

Menurut Khairul rencana pengembangan satuan TNI AD itu bukan hal yang baru. Melainkan ada sejak reformasi, namun hingga saat ini belum dinilai perlu.

"Isu menyangkut pengembangan satuan teritorial TNI AD bukan gagasan baru. Sejak awal reformasi banyak dikritisi oleh kelompok masyarakat sipil. Jadi rencana itu tentu saja sepatutnya memiliki urgensi dan basis argumen yang tepat. Sayangnya kita belum melihat itu," ucapnya.

Khairul mengatakan pembentukan Kodam dengan tujuan agar setara dengan Polri yang memiliki polda tidaklah tepat. Dia menilai polri memiliki dasar pembentukan Polda di tiap provinsi yakni mengikuti daerah otonomi, sedangkan kodam harus didasari pada ancaman militer. Khairul menyebut saat ini tidak ada potensi ancaman tersebut.

"Menyamakan posisi Kodam dengan Polda itu tidak tepat. Saat ini, posisi Polri itu setaranya adalah dengan organisasi TNI bukan dengan matra sebagaimana ketika Polri masih berada di bawah ABRI. Lagipula pembentukan Polda di setiap provinsi memiliki basis argumen dan urgensinya sendiri berdasarkan perundang-undangan. Pembentukan polda berbasis wilayah hukum yang mengikuti daerah otonomi, sedangkan pembentukan kodam mestinya didasarkan pada potensi ancaman militer. Tidak bisa disama-ratakan," ucapnya.

Khairul juga menilai pembentukan Kodam kurang sejalan dengan rencana pematangan Kogabwilhan yang merupakan representasi TNI. Pembentukan satuan menurutnya harus dilakukan dalam rangka kebutuhan.

"Pengembangan Kodam itu kurang sejalan dengan rencana pemantapan fungsi Kogabwilhan sebagai representasi interoperabilitas TNI. Pembentukan satuan teritorial, mestinya dilakukan dalam kerangka kebutuhan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas dan fungsi TNI, bukan sekadar penyelarasan dengan wilayah administrasi pemerintahan daerah dan kepolisian," ucapnya.

"Nah kalaupun ada kehendak untuk menyelaraskan dengan pemerintahan daerah dan kepolisian maka yang mestinya lebih relevan adalah pembentukan organisasi yang akan menjadi perpanjangan tangan atau pelaksana tugas dan fungsi Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI di daerah, untuk melakukan pembinaan potensi dan komponen pertahanan negara. Bukan sekadar satuan teritorial TNI AD," lanjut Khairul.

Dia khawatir rencana itu akan memunculkan kecemburuan terhadap matra TNI lain. "Rencana itu juga akan memunculkan pertanyaan terkait proporsionalitas dan masa depan rencana-rencana pembentukan satuan teritorial di matra lainnya. Seperti Kodamar TNI AL dan Kodau TNI AU, apakah juga akan dikembangkan dengan mengacu pada administrasi pemerintahan daerah atau tetap mengacu pada proyeksi ancaman-tantangan yang bersifat militeristik serta potensi gangguan terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah?" ucapnya.

"Nah kalaupun ada kehendak untuk menyelaraskan dengan pemerintahan daerah dan kepolisian maka yang mestinya lebih relevan adalah pembentukan organisasi yang akan menjadi perpanjangan tangan atau pelaksana tugas dan fungsi Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI di daerah, untuk melakukan pembinaan potensi dan komponen pertahanan negara. Bukan sekadar satuan teritorial TNI AD," lanjut Khairul.

Dia khawatir rencana itu akan memunculkan kecemburuan terhadap matra TNI lain. "Rencana itu juga akan memunculkan pertanyaan terkait proporsionalitas dan masa depan rencana-rencana pembentukan satuan teritorial di matra lainnya. Seperti Kodamar TNI AL dan Kodau TNI AU, apakah juga akan dikembangkan dengan mengacu pada administrasi pemerintahan daerah atau tetap mengacu pada proyeksi ancaman-tantangan yang bersifat militeristik serta potensi gangguan terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah?" ucapnya.

Terakhir dia lantas mengungkit pembentukan 'Polisi RW' yang dicanangkan polri. Seperti rencana pembentukan kodam baru, polisi RW itu menurutnya juga tidak memiliki urgensi.

"Terakhir, selain mengingatkan jajaran TNI, saya kira Megawati perlu juga mengingatkan Polri agar tidak meneruskan rencana pembentukan 'Polisi RW' yang juga tak memiliki urgensi, menunjukkan kegagalan Polri menjalankan konsep perpolisian berbasis masyarakat, kegagalan menggalang partisipasi masyarakat dan berpotensi mengancam demokrasi," ujarnya.

Sebelumnya, Megawati Soekarnoputri mengkritik rencana pembangunan komando daerah militer (Kodam) di setiap provinsi. Megawati menilai hal itu tidak diperlukan lantaran Indonesia tidak dalam posisi perang.

Hal itu disampaikan Megawati dalam acara peluncuran 58 buku dalam rangka Hari Jadi ke-58 Lemhannas RI Tahun 2023 di Gedung Lemhannas RI, Jakarta Pusat, Sabtu (20/5/2023). Megawati mengatakan sebaiknya tidak ada pembangunan Kodam baru.

"Katanya mau dibuat tiap tempat Kodam. Pak udahlah dulu, Pak, ini nggak ada perang," ujar Megawati.

Menurut Megawati, Indonesia saat ini tidak dalam posisi akan berperang. Sebab itu, dia mewanti-wanti rencana tersebut.

"Kedua apa kita juga mau perang? Kan nggak. Jadi gimana cara menghindari perang gitu loh? Tetap angkatannya harus bagus, polisinya itu udah, jangan mau-maunya sendiri memperkaya diri, udah berhenti dah," katanya.

Sebagai informasi, awal 2023, KSAD Jenderal Dudung Abdurachman berencana membentuk Kodam di setiap provinsi se-Indonesia. Sementara itu, markas Kodam di Indonesia saat ini baru sebanyak 15 dari 38 provinsi.

Selain itu, Prabowo mengatakan sejak awal usulan itu masuk ke dalam rencana garis besar pemerintah. Prabowo menuturkan, selama ini baru terdapat markas polda di setiap provinsi. Sementara itu, jumlah markas kodam baru ada di 15 dari 38 provinsi. Karena itu, ke depannya, TNI akan menambah jumlah kodam sehingga ada di setiap provinsi.

"Itu rencana garis besar kita. Karena sistem pertahanan kita adalah pertahanan bersama dan rakyat semesta, jadi kita butuh bersama selalu dengan pemerintah daerah, selalu dengan pemerintah sipil. Selalu berdampingan," ujarnya kepada wartawan di Lanud Halim Perdanakusuma, Sabtu (11/2/2023).

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda