MaTA Kirimi Surat Untuk Jamwas Kejagung RI, Ada Apa?
Font: Ukuran: - +
Kolase Surat permohonan pemeriksaan terhadap kinerja Kejari Lhokseumawe dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi dan Kantor Kejari Lhokseumawe. [Foto: Kolase]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - 26 Juli 2021, Kasus dugaan korupsi tanggul di Kota Lhokseumawe yang kini ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe masih jauh dari harapan publik.
Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) yang merupakan organisasi masyarakat sipil yang eksis dan konsisten dalam kegiatan advokasi kebijakan publik dan pemberantasan korupsi guna mendorong terswujudnya pemerintahan yang baik dan bersih di Aceh meminta kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI untuk melakukan pemeriksaan terhadap kinerja Kejari Lhokseumawe dalam pengungkapan kasus dugaan korupsi pembangunan pengaman pantai Cunda-Meuraksa Lhokseumawe.
Adapun permintaan tersebu, Berdasarkan hasil pemantauan dari pihak MaTA, didapati bahwasannya Kejari Lhokseumawe diduga kuat melindungi oknum pelaku kasus tersebut. Pasalnya sejak ditangani sejak Januari 2021, belum ada satupun oknum yang ditetapkan sebagai tersangka.
Padahal serangkaian kegiatan penyelidikan yang telah dilakukan, Kejari Lhokseumawe telah menyatakan bahwa kasus tersebut telah ditemukan pelanggaran hukum dan juga adanya potensi kerugian negara, hal tersebut dibuktikan dengan hasil audit investigatif yang dikeluarkan oleh BPKP Perwakilan Aceh.
Data yang diperoleh dari LPSE Provinsi Aceh dan Data LPSE Kota Lhokseumawe, Pembangunan Pengamanan Pantai Cunda-Meuraksa sejak Tahun 2013-2019
Data yang diperoleh dari LPSE Provinsi Aceh dan Data LPSE Kota Lhokseumawe. [Foto: Tangkapan Layar]Walaupun pembangunannya telah dianggap tuntas sejak tahun 2019, tetapi sampai tahun 2021 pembangunan tersebut belum benar-benar tuntas dan bahkan pada tahun 2020 masih juga dialokasikan anggaran untuk pembangunannya. Karena hal tersebut, adapun dugaan kuat telah terjadi praktek penyimpangan sehingga menjadi temuan kasus dugaan tindak korupsi oleh Kejari Lhokseumawe.
Surat Perintah Membayar Langsung (LS). [Foto: Tangkapan Layar]Beradasarkan serangkaian hal tersebut, pantauan MaTA, Kejari Lhokseumawe diduga berupaya melindungi aktor utama dibalik kasus tersebut sehingga pengungkapannya tidak berkembang sama sekali dan bisa dikatakan berjalan ditempat.
Bukti Tanda Penyetoran. [Foto: Tangkapan Layar]Kronologis Pengungkapan Kasus Dugaan Korupsi Oleh Kejari Lhokseumawe
Selasa (05/01/2021), MaTA melakukan penelusuran lapangan terhadap pembangunan tersebut dan menemukan tidak ada pembangunan lanjutan di tahun 2020.
Kemudian, berdasarkan dokumen yang ditemukan, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Lhokseumawe selaku pengguna anggaran mengeluarkan Surat Perintah Membayar (SPM) dengan nomor 1341/SPM/LS/I./I.03.01/2020 tertanggal 22 desember 2020 untuk pekerjaan lanjutan pembangunan tersebut sebesar Rp3.904.400.000,- kepada PT.Putra Perkasa Aceh selaku pemenang tender (SPM Terlampit)
Jumat (08/01/2021), MaTA bersama elemen sipil memberikan pernyataan ke media massa untuk mendesak aparat penegak hukum di Aceh melakukan pengusutan atas temuan lapangan yang didapati MaTA.
Senin (11/01/2021), Kejari Lhokseumawe memanggil para pihak yang terkait dengan proyek pembangunan tersebut di antaranya yaitu, Pengawas Proyek, Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemerintah Kota Lhokseumawe, Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Lhokseumawe, Mantan Kabid Bina Marga Dinas PURP Lhokseumawe yang juga sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek pembangunan tersebut, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Pejabat/Panitia penerima barang/hasil pekerjaan terkait proyek pembangunan tersebut, Direktur PT. Putra Perkasa Aceh.
Jumat (15/01/2021), Tim Kejaksaan Negeri Lhokseumawe bersama pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) turun ke lokasi pembanguan tanggul di kawasan Dusun Lancang, Desa Meunasah Mee, Kandang Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe.
Kamis (21/01/2021), Kas Umum Daerah Kota Lhokseumawe menerima penyetoran uang ke rekening 030.01.02.580022-5 sebesar Rp 4.271.653.127 dari pihak rekanan pembangunan proyek tanggul Cunda-Meuraksa. (Terlampir).
Senin (25/01/2021), Kejari Lhokseumawe meminta secara resmi kepada Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh untuk dapat melakukan audit investigasi terhadap pembangunan pengamanan pantai Cunda-Meuraksa yang anggarannya dialokasikan melalui Dinas PUPR Kota Lhokseumawe.
Rabu (27/01/2021), Kejari Lhokseumawe menggelar pra-ekspose hasil penyelidikan sementara terhadap kasus pembangunan pengamanan pantai Cunda-Meuraksa di kantor Kejari Lhokseumawe karena ditemukan adanya dugaan pelanggaran adminitrasi dan pelanggaran hukum.
Kamis (28/01/2021), Kepala BPKP Perwakilan Aceh, Indra Khaira Jaya mengakui bahwa Kejari Lhokseumawe sudah meminta secara resmi agar BPKP Perwakilan Aceh mengaudit investigasi proyek pembangunan tersebut.
Selasa (02/02/2021), Tim Penyelidik/Penyidik Kejari Lhokseumawe dan Auditor BPKP Perwakilan Aceh melakukan ekspose bersama di kantor BPKP Perwakilan Aceh dan menyepakati adanya unsur melawan hukum dan juga adanya kerugian negara pada pembangunan proyek pembangunan tersebut.
Kamis (18/03/2021), BPKP Perwakilan Aceh memberikan pernyataan ke media massa bahwa telah selesai melakukan audit investigasi terhadap proyek pembangunan tersebut. Selanjutnya, Tim audit menemukan adanya rekayasa proses lelang dan pekerjaan fisik yang tidak sesuai dengan kontrak sehingga merugikan keuangan negara sebesar 4.3 Milyar.
Rabu (19/03/2021), BPKP Perwakilan Aceh menyampaikan hasil audit investigatif tersebut kepada Kejari Lhokseumawe, Kejati Aceh dan Kejagung RI.
Rabu (09/06/2021), MaTA melalui media massa memberikan pernyataan dan mempertanyakan perkembangan penangan kasus dugaan korupsi pembangunan pengamanan tersebut kepada Kejari Lhokseumawe.
Pernyataan ini berangkat dari rentan waktu setelah diterima hasil audit investigatif dari BPKP Perwakilan Aceh oleh Kejari Lhokseumawe.
Rabu (16/06/2021), Kejari Lhokseumawe batal melakukan ekspose kasus tersebut dengan Kejati Aceh dengan alasan Kajati Aceh memiliki jadwal yang padat akan tetapi tidak ditentukan kapan dijadwalkan kembali ekspose kasus tersebut dengan Kajati Aceh.
Rabu (23/06/2021), Mahasiswa melakukan demo ke Kantor Kejari Lhokseumawe mempertanyakan perkembangan kasus tersebut karena hingga saat itu belum ada langkah apa pun setelah menerima hasil audit dari BPKP Perwakilan Aceh.
Setelah itu, Kepala Kejari Lhokseumawe dalam pertemuan dengan mahasiswa yang melakukan demo mengatakan, pembangunan pengamanan pantai tersebut sudah sesuai dengan kontrak kerja, dimana ada pembangunan fisik yang juga sudah tercatat sebagai aset negara.
Berangkat dari kronologis sebagaimana diuraikan di atas, jelas terlihat bahwa Kejari Lhokseumawe berupaya untuk melindungi aktor pelaku dibalik kasus dugaan korupsi pembangunan pengamanan pantai Cunda-Meuraksa. Padahal sebelumnya, BPKP Perwakilan Aceh telah melakukan audit investigatif atas proyek pembangunan tersebut dan ditemukan adanya potensi kerugian negara. Dan bahkan Kejari Lhokseumawe sendiri telah berupaya melakukan ekposes kasus tersebut dengan Kajati Aceh meskipun batal karena padatnya jadwal Kajati Aceh.
Untuk itu, sudah sepatutnya Jamwas Kejagung RI melakukan pemeriksaan atas kinerja Kejari Lhokseumawe untuk memastikan aparat penegak hukum dilingkungan Kejagung RI tidak berupaya melakukan praktek mafia kasus yang nantinya akan mencoreng citra baik Kejagung RI. Lebih dari itu, sudah sepatutnya Jamwas Kejagung RI memberi sanksi yang tegas atas kinerja Kejari Lhokseumawe dan jajarannya dalam pengungkapan kasus tersebut. Disisi lain, MaTA berharap agar Kejagung RI dapat mensupervisi pengungkapan kasus dugaan korupsi pembangunan pengamanan pantai Cunda-Meuraksa. Pasalnya kasus dugaan korupsi ini sudah menjadi perhatian publik di Aceh dan sangat mengharapkan proses pengusutannya dapat dilakukan secara serius. Selain itu, berdasarkan kajian MaTA para oknum yang diduga terlibat dalam kasus tersebut sangat berani dan sengaja menggelapkan anggaran daerah dengan cara mengalokasikannya melalui APBK Lhokseumawe tahun anggaran 2020, akan tetapi tidak direalisasikan dilapangan. (*)