Beranda / Berita / Aceh / YARA Apresiasi Rektor UIN Ar-Raniry dan Minta DSI Dileburkan

YARA Apresiasi Rektor UIN Ar-Raniry dan Minta DSI Dileburkan

Minggu, 07 Agustus 2022 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur

Safaruddin SH, Ketua yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA). [Foto: Istimewa]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pernyataan Rektor UIN Ar-Raniry, Prof Dr Tgk H Mujiburrahman, bahwa penerapan Syariat Islam di Aceh telah gagal adalah statemen paling berani dan telah lama ditunggu-tunggu oleh publik lokal, nasional dan internasional.

Statement Rektor UIN Ar Raniry mendapatkan apresiasi dari banyak kalangan salah satunya adalah Safaruddin SH selaku Ketua yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA). 

Dalam keterangannya kepada Dialeksis.com, Minggu (7/8/2022), Safaruddin mengatakan, bahwa selama ini tidak ada pejabat lembaga agama yang berani menyentuh aspek kegagalan syariat islam di Aceh. 

Menurutnya, semuanya agak takut bersuara, padahal secara nyata permasalahan ini memang ada. Oleh karena itu, Ia mengapresiasi Rektor UIN Ar Raniry Banda Aceh.

“Selama ini tak ada pejabat lembaga agama yang berani menyentuh aspek kegagalan syariat Islam di Aceh. Semua agaknya pada takut bersuara, padahal nyata sekali bermasalah. Kami apresiasi Prof Mujib yang sangat berani,” kata Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin SH, kepada awak media di Banda Aceh, Minggu (7/8/2022). 

Dia juga menyebutkan, Syariat Islam harus diterapkan mengacu pada konsep Maqasid Syariah, yaitu: terjamin keselamatan agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. 

Jika berkaca melihat Aceh saat ini, Safaruddin mengatakan, rakyat sangat sulit mendapatkan akses materi atau harta. Sedangkan para pejabat semakin kaya.

“Sekarang kita lihat di Aceh rakyat kesulitan mendapatkan akses materi atau harta. Sementara pejabat kaya-kaya. Aceh adalah termiskin di Sumatera. Ini fakta yang kronis,” katanya. 

Lanjutnya menambahkan, bahkan terkait penutupan Bank Konvensional sebagai Bank yang selama ini memudahkan bantuan modal bagi UMKM menjadi salah satu penyebab tingkat kemiskinan di Aceh semakin parah.

“Ada laporan yang menyebutkan bahwa penutupan bank konvensional sebagai bank yang selama ini memudahkan bantuan modal usaha bagi UMKM di pedesaan dan rendah benefit, menjadi salah satu penyebab yang memperparah tingkat kemiskinan di Aceh,” sebutnya. 

Menurutnya lagi, akses rakyat jelata untuk mendapatkan modal usaha yang rendah bunga juga sangatlah sulit, oleh sebab itu, di Aceh rentenir semakin menjamur.

Kemudian, Dia melanjutkan, dalam aspek akal atau pendidikan juga demikian. “Mutu atau kualitas pendidikan Aceh pada tahun 2021 berada di peringkat 25, di bawah Papua Barat. Nah, adakah yang peduli soal ini? Tidak ada,” kata Safar. 

Dalam hal ini, Safaruddin menyarankan agar Dinas Syariat Islam di Aceh dibubarkan saja, dalam artian norma syariat Islam harus ada pada semua dinas (SKPA/SKPD) di Aceh, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

“Semua SKPA atau dinas adalah bagian dari syariat Islam. Jadi tak perlu ada Dinas Syariat Islam secara khusus,” kata Safaruddin.

Konsep tersebut pernah juga diutarakan oleh Prof Yusny Saby dalam pengajian Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam di Banda Aceh Juli 2022 lalu. 

Lebih lanjut, Safaruddin menjelaskan, di Aceh tidak perlu Dinas Syariat Islam (DSI) secara khusus. Menurutnya, itu hanya tong kosong. 

“Maksud kami, di Aceh harus ada Dinas Syariat Islam bidang Pendidikan, Dinas Syariat Islam bidang PU, Dinas Syariat Islam bidang Pemberdayan Perempuan-Anak, Dinas Syariat Islam bidang Pertanian, Dinas Syariat Islam bidang Sosial dan seterusnya,” kata Safaruddin mencontohkan.

“Jadi tak perlu Dinas Syariat Islam secara khusus. Itu tong kosong. Makanya implementasi Syariat Islam di Aceh tidak maksimal,” pungkasnya. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda