kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Usulan Nama-nama Calon PJ Kepala Daerah Dinilai Sebagai Keran Partisipatif di Level Lokal

Usulan Nama-nama Calon PJ Kepala Daerah Dinilai Sebagai Keran Partisipatif di Level Lokal

Rabu, 15 Juni 2022 21:20 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Alfi Nora

Pengamat Politik dan Pemerintahan Fernanda, MA mengatakan, permintaan Kemendagri terkait nama-nama usulan PJ Kepala Daerah sebagai bentuk keran partisipatif yang dibuka pusat dalam menyerap aspirasi lokal. [Foto: Dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui surat 131.11/3332/SJ tanggal 13 Juni 2022 meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) untuk menyampaikan usulan tiga nama calon Penjabat Bupati/Walikota paling lambat hingga senin 21 Juni 2022. 

Sebelumnya, Gubernur Nova Iriansyah juga diberikan kesempatan oleh Kemendagri untuk mengusulkan calon Penjabat (Pj) Bupati/Wali Kota di 20 kabupaten/kota di Aceh yang juga berakhir dalam tahun 2022.

Perintah itu disampaikan dalam surat dengan nomor 131/2388/OTDA tertanggal pada Senin, 4 April 2022. 

Menanggapi hal itu, Pengamat Politik dan Pemerintahan Fernanda, MA mengatakan, permintaan Kemendagri itu sebagai bentuk keran partisipatif yang dibuka pusat dalam menyerap aspirasi lokal. 

“Namun, usulan dari lokal itu sama sekali tidak mengikat Kemendagri untuk selanjutnya memilih opsi dari nama yang diusul,” ujarnya kepada Dialeksis.com, Rabu (15/6/2022). 

Artinya, kata dia, nama-nama yang diusulkan hanya sebatas pertimbangan bagi pusat dalam memetakan potensi sumber daya manusia di level lokal

“Nama-nama usulan itu sendiri tidak mengikat sifatnya. Artinya nama-nama itu tidak lantas menjadi pertimbangan mutlak bagi kemendagri untuk memilih PJ diantara opsi nama yang diusulkan,” jelasnya lagi. 

Ia menerangkan, Kemendagri secara kelembagaan memiliki mekanisme sendiri untuk menjaring serta memastikan kapasitas orang yang duduk sebagai PJ Bupati/Walikota.  

“Jadi ini hanya sebatas pemetaan internal Kemendagri dalam melihat potensi sumber daya birokrat di level lokal,” ungkap Fernanda. 

Hal itu, lanjutnya, diperkuat dengan tidak adanya regulasi baik secara nasional maupun regulasi kekhususan Aceh, seperti Undang Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang mengatur mengenai mekanisme kekhususan penempatan PJ Kepala daerah di Aceh . 

“Artinya yang perlu ditegaskan. Kemendagri meminta usulan nama-nama itu bukanlah dalam rangka menjalankan regulasi kekhususan Aceh,” terangnya. 

Namun, kata Farnanada, lebih kepada membuka keran partisipatif di level lokal sekaligus pemetaan bagi pusat dalam menjaring potensi birokrat didaerah. Sekaligus menjaga hubungan relasi pusat dan daerah.

“Intinya tidak ada keharusan pusat untuk memilih PJ baik level provinsi maupun kabupaten kota di Aceh berdasarkan usulan DPRK atau Gubernur setempat,” pungkas Fernanda. [NOR]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda