kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Terkait Polemik MAA, Pengamat Hukum Sebut memang ada kekosongan regulasi

Terkait Polemik MAA, Pengamat Hukum Sebut memang ada kekosongan regulasi

Minggu, 24 Februari 2019 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Keputusan Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah yang melantik pelaksana tugas pada tiga lembaga keistimewaan aceh yakni Majelis Adat Aceh(MAA), Ketua Majelis Pendidikan Aceh (MPA) dan Ketua Baitul Mal Aceh menuai reaksi publik.  Terkait dengan hal tersebut, Pengamat Hukum Ahmad Mirza Safwandy dari Jaringan Survei Inisiatif (JSI) menilai bahwa polemik tersebut sesungguhnya lebih kental persoalan hukum daripada politik.

"Sejauh ini memang ada kekosongan regulasi terkait  teknis atau tata cara pemilihan dan persyaratan ketua MAA sebagaimana diatur dalam Qanun Aceh No. 3 Tahun 2004 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Majelis Adat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.  sebab Di sejumlah kabupaten/kota di Aceh diatur secara teknis mekanisme pemilihan tata cara pemilihan dan persyaratan pengurus MAA tersebut" ujar alumnus magister hukum Unsyiah ini.

Mirza memberikan contoh seperti produk hukum Banda Aceh dan Aceh Barat daya yang mengatur mekanisme teknis pemilihan dan persyaratan ketua MAA Kab/Kota.

"Seperti Qanun kota banda aceh No. 3 tahun 2016 tentang Susunan Organisasi dan Tata kerja Majelis Adat Aceh Kota Banda Aceh. Dalam Qanun MAA Kota Banda Aceh tercantum teknis tata cara pemilihan dan persyaratan pengurus yang diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 10. Kemudian Qanun Kab. Aceh Barat Daya No.2 Tahun 2018 tentang Pembentukan Majelis Adat Kab. Abdya juga mencantumkan teknis tata cara pemilihan dan persyaratan pengurus sebagaimana diatur dalam Pasal 14 dan Pasal 15" sebut mirza.

Karena Dalam Qanun Aceh No. 3 Tahun 2004 tidak diatur mengenai teknis tata cara pemilihan dan persyaratan pengurus MAA, maka dirinya mendorong agar Pemerintah Aceh mengeluarkan Pergub mengatasi hal tersebut

"Untuk mengatasi kekosongan hukum terkait teknis tata cara pemilihan dan persyaratan pengurus, maka Sesuai dengan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Qanun Aceh No. 3 Tahun 2004, hal-hal yang belum diatur dalam qanun ini mengenai peraturan pelaksanaan akan diatur dengan Keputusan Gubernur Aceh" tandas mirza

Lebih lanjut, untuk menghindari polemik berkepanjangan, mirza menyarankankan kepada  Biro Humas Pemerintah Aceh perlu menjelaskan lebih detail kepada publik dasar keluarnya SK plt Gubernur Aceh terhadap lembaga keistimewaan Aceh.

"Ini konflik regulasi dan bukan konflik dengan publik . Kalau ada yg keberatan silakan selesaikan di pengadilan Tata Usaha Negara, sebagai lembaga peradilan dengan objek putusan pemerintah. Agar mengesankan, ini soal jabatan bukan soal kerakyatan. Supaya tidak lari kemana mana" pungkas mirza. (PD)

Keyword:


Editor :
Pondek

riset-JSI
Komentar Anda