Surya Dharma: Revisi UUPA adalah Amanat dari MK
Font: Ukuran: - +
Reporter : Auliana Rizki
Tangkapan layar zoom meeting dialog virtual "Menakar Kembali Revisi Undang-Undang Pemerintah Aceh Nomor 11 Tahun 2006”, Jumat (3/12/2021) malam, yang digelar oleh FORMAD. [Foto: dialeksis.com/Auliana Rizki]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Anggota Tim Penyusun Naskah Akademik, T. Surya Dharma mengatakan perubahan atau revisi adalah amanat dari Mahkamah Konstitusi melalui Badan Keahlian, salah satunya Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA).
Hal tersebut diungkapkannya dalam dialog virtual Forum Mahasiswa Aceh Dunia (FORMAD) terkait "Menakar Kembali Revisi Undang-Undang Pemerintah Aceh Nomor 11 Tahun 2006”, Jumat (3/12/2021) malam melalui zoom meeting.
Dialog tersebut dihadiri oleh beberapa narasumber, diantaranya Praktisi Otonomi Khusus Drs. Safrizal ZA, Anggota Tim Penyusun Naskah Akademik T. Surya Dharma, Ketua FORBES DPR-DPD Dapil Aceh M. Nasir Djamil, serta beberapa tokoh penting lainnya.
T. Surya mengatakan, penerimaan dana Otsus Aceh akan mengalami penurunan secara persentase menjadi 1% Nasional mulai tahun 2023 dan akan berakhir pada tahun 2027. Akibat penurunan dana Otsus dan berakhirnya penerimaan Otsus tersebut dapat menimbulkan risiko budget shock.
“Hal tersebut akan mempengaruhi pencapaian tujuan pembangunan, pengentasan kemiskinan, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, serta keistimewaan,” ucapnya.
Ia juga menyampaikan bahwa ia sebagai tim diminta oleh Badan Legislatif melalui Badan Keahlian untuk menelusuri berbagai hal dan dampak dari keputusan MK untuk UU seluruhnya di Indonesia, salah satunya diantaranya adalah UUPA.
Ia berharap, mudah-mudahan FORMAD dapat menjadi inisiator untuk perlu dilakukannya perubahan.
"Terus terang perubahan itu adalah keniscayaan, karena ada beberapa peraturan perundang-undangan yang ada di pusat dan di pemerintahan Aceh itu harus ada juga kesesuaian," tuturnya.
Selain itu, ia juga menjelaskan beberapa permasalahan yang terjadi. Pertama pengelolaan dana Otsus untuk pembangunan infrastruktur belum didukung dengan regulasi yang komprehensif dan koordinasi yang intensif antara Pemerintah Aceh dengan pemerintah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Aceh.
Kemudian kedua, capaian kinerja program dan kegiatan pembangunan belum dijabarkan secara konsisten. Ketiga, kegiatan pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dari dana Otsus tidak sesuai dengan ketentuan dalam master plan mengenai pembagian kewenangan antara Pemerintah Aceh dengan pemerintah kabupaten/kota, serta beberapa permasalahan lainnnya.
T. Surya menambahkan, dari data-data yang didapatkan, ada banyak masukan untuk perubahan yang lebih luas. Ia juga tidak bisa memprediksi bahwa ini selesai atau dilanjutkan.
“Saya nggak tahu ini akan selesai atau ada kelanjutan yang ditetapkan oleh Badan Keahlian,” pungkasnya. [AU]