kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Sosiolog Sampaikan Kenapa Masyarakat Aceh Masih Ada yang Tak Percaya Covid-19

Sosiolog Sampaikan Kenapa Masyarakat Aceh Masih Ada yang Tak Percaya Covid-19

Selasa, 17 November 2020 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Roni/Biyu
Sosiolog Aceh sekaligus Akademisi Unsyiah, Masrizal. [IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sosiolog Aceh sekaligus akademisi Universitas Syiah Kuala, Masrizal menyampaikan berbagai faktor penyebab masih adanya masyarakat Aceh yang tidak percaya akan bahaya Covid-19. 

"Kita juga harus melihat masyarakat bukan karena mereka tak percaya, tapi karena banyaknya aturan dan kebijakan selama ini sering berubah-ubah. Itu jadi salah satu faktor juga," jelas Masrizal kepada Dialeksis.com, Selasa (17/11/2020).

Ia melanjutkan, perlu pengintegrasian sampai ke desa-desa agar pencegahan penularan Covid-19 ini dapat terkontrol.

"Di Aceh seperti imbauan melalui spanduk misalnya, tidaklah cukup. Yang harus diperhatikan itu bagaimana muspika kecamatan hingga ke level desa itu membuat aturan bersama yang harus dipatuhi bersama yang melibatkan masyarakat," ungkap Masrizal.

"Harus ada komunikasi yang betul-betul merangkul di level desa, selama ini praktiknya masih top down. Coba sekarang turun muspika ke level desa. Panggil beberapa elit desa dengan tetap menjaga prokol kesehatan," tambah Sosiolog Aceh itu.

Masrizal melanjutkan, terutama juga tengku-tengku (pemuka agama) yang ada di desa, harus dirangkul dalam hal pencegahan Covid-19.

"Kalau kita pantau sekarang, belum semua masjid di Banda Aceh yang menyediakan cuci tangan. Kemudian di masjid masih ada yang belum menyediakan pengukur suhu. Fasilitas pendukung seperti ini harus dikedepankan. Karena masjid bagi masyarakat Aceh menjadi tempat mengadu mereka (berdoa) agar hilangnya pandemi ini," jelas Akademisi Unsyiah itu.

"Belum lagi di pasar tradisional, masih ada yang belum menyediakan tempat cuci tangan. Hanya sekadar imbauan saja terhadap protokol kesehatan. Begitu juga di desa belum ada penyuluhan dan penyediaan fasilitas tempat cuci tangan seperti di pos jaga. Ini harus jadi perhatian," tambahnya.

Kemudian lanjutnya, perlu juga adanya reusam desa (peraturan desa) yang mengatur tentang prokes Covid-19 ini dengan pemerintah memberikan anggaran ke desa, sehingga desa musyawarah bersama membuat aturan dan hasilnya ditempel di rumah-rumah warga.

"Karena itu bisa jadi bagian dari pendidikan buat warga untuk pengetahuan bahaya Covid-19 ke depan," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda