kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Situs Makam Raja dan Ulama Terkena Proyek Jalan Tol Sibanceh, Ini Kata Budayawan

Situs Makam Raja dan Ulama Terkena Proyek Jalan Tol Sibanceh, Ini Kata Budayawan

Minggu, 14 Februari 2021 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Budayawan Aceh, Herman RN. [For Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tanah Aceh merupakan tanah sejarah, tanah Ulama serta tanah Aulia. Hampir seluruh jengkal tanah di Aceh tersimpan sejarah masa lalu. 

Akan tetapi, berkenaan dengan kasus makam raja dan ulama di kawasan Kajhu, Baitussalam, Aceh Besar, yang terkena proyek jalan tol Sibanceh, Budayawan Aceh, Herman RN mempertanyakan apakah selama ini (sebelum ada proyek jalan tol) kawasan makam bersejarah itu ada dipugar, dilestarikan atau dipedulikan.

"Aceh ini tanah bersejarah, tapi orang Aceh adalah orang yang paling mudah melupakan bahkan melenyapkan sejarah. Lihat saja bekas tapak Istana Daruddunya. Sampai detik ini tidak ada bekas tapak istana yang konon sangat megah itu," kata Herman saat dihubungi Dialeksis.com, Minggu (14/2/2021). 

Ia melanjutkan, Taman Sari hanya secuil dari bukti sejarah, taman "hadiah" dari Iskandar Muda. Tapak istana, sambung dia, Aceh tak punya. Wilayah kerajaan saja sudah mulai kehilangan. 

"Sangat berbeda dibandingkan Yogyakarta dan daerah lain. Di Medan, sampai sekarang masih ada Istana Maimun," jelasnya.

Adapun jika situs makam sejarah di Kajhu itu dipindahkan ke tempat yang baru, kemudian ada pemugaran dan pelestarian, Herman mengatakan, lebih setuju yang demikian daripada tetap dipertahankan tapi tidak terurus.

"Untuk apa dipertahankan di sana jika tidak ada yang peduli. Namun, jika pemindahan hanya sebagai simbolis, misalnya, sekadar membawa beberapa batu nisan ke tempat lain, lalu tak ada pelestarian, sebaiknya kawasan yang lama jangan diganggu. Lebih baik batu itu berlapang tanah di sana daripada dipindah tapi untuk dinistakan," katanya.

Sementara itu, budayawan Aceh itu mengungkapkan, pemindahan kawasan bersejarah dari tempat asal ke tempat baru sudah tentu mengurangi nilai sejarah. 

Oleh karena itu, ia berharap agar pemerintah sebaiknya bekerja sama dengan lembaga pecinta sejarah dalam hal pemindahan kawasan tersebut jika memang sudah terpaksa untuk dipindahkan. 

"Meski nilai sejarahnya berkurang, jangan sampai menghancurkan bukti sejarah yang sudah ada," pungkas dia.

Keyword:


Editor :
Fira

riset-JSI
Komentar Anda