Beranda / Berita / Aceh / Sidang Lanjutan Eutanasia, 6 Saksi Hadir Juga Minta Disuntik Mati

Sidang Lanjutan Eutanasia, 6 Saksi Hadir Juga Minta Disuntik Mati

Minggu, 23 Januari 2022 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur

Sidang lanjutan kasus nelayan suntik mati di Kota Lhokseumawe yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe yang berlangsung pada kamis (20/1/2022) yang diagendakan pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh pemohon kuasa hukum Nazaruddin Razali, Safaruddin, SH. Muhammad Zubir, S.H., M.H., dan Sahputra, S.H., dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA). [Foto: Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Sidang lanjutan kasus nelayan suntik mati (Eutanasia) di Kota Lhokseumawe yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe yang berlangsung pada kamis (20/1/2022) yang diagendakan pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh pemohon kuasa hukum Nazaruddin Razali, Safaruddin, SH. Muhammad Zubir, S.H., M.H., dan Sahputra, S.H., dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA).

Adapun saksi yang dihadirkan sebanyak 6 (Enam) orang yang juga merupakan warga gampong Pusong Lama, Kecamatan Banda Sakti. Kemudian, sejumlah bukti surat edaran Pemko Lhokseumawe terkait pembongkaran keramba milik warga Pusong di Waduk Pusong.

Sidang tersebut dipimpin oleh hakim tunggal, Budi Sunanda yang turut dihadiri oleh Yara Aceh Utara, Iskandar PB, Ketua YARA Perwakilan Lhokseumawe, Ibnu Sina, dan Humas YARA Aceh, M. Dahlan.

Kuasa Hukum Pemohon, Sahputra saat diwawancara awak media, Kamis (23/1/2022) mengatakan, bahwa pihaknya sudah menghadirkan warga gampong pusong lama dan sejumlah bukti surat edaran terkait pembongkaran keramba milik warga.

“Tadi kita sudah dengar (Dalam Sidang) dari para saksi mereka juga menyampaikan bahwa bahwa juga siap disuntik mati. Saat kita tanyakan, kenapa mau disuntik mati juga? Bahwa mereka menyatakan bahwa sudah kecewa dengan pemerintah Kota Lhokseumawe atas kebijakan pembongkaran keramba,” ujarnya.

Menurutnya, para saksi sudah kecewa hingga merasa daripada kehilangan tempat pencaharian sehari-hari lebih baik mereka disuntik mati.

“Waduk itu tempat yang bisa menghasilkan secara ekonomis, diantara 6 saksi sudah bertahun-tahun mencari nafkah dengan budidaya ikan di waduk tersebut,” sebutnya.

Adapun point inti di persidangan tersebut, kata Sahputra yaitu, pertama, mereka kecewa atas kebijakan pemerintah yang menggusur mereka di waduk pusong.

Kedua, Dalam penggusuran tersebut mereka tidak pernah diajak musyawarah oleh pemerintah, mereka mengetahui diminta gusur oleh pemerintah ketika ada patroli dari muspika setempat dan Satpol-PP.

Ketiga, setelah itu mereka diundang rapat oleh muspika setempat yang dihadiri oleh camat, danramil disana mereka bukan diajak musyawarah malah diminta dalam jangka waktu dekat mereka harus segera mengosongkan keramba mereka dari waduk.

Keempat, jumlah petani keramba di waduk berjumlah 500 orang dan mereka menjadi petani keramba di waduk sudah puluhan tahun bahkan ada yang sudah bertani keramba sebelum waduk itu ada.

Kelima, alasan mereka tidak mau pindah dari waduk karena mereka lebih tau untuk bertani keramba hanya diwaduklah tempat yang cocok, dalam rapat bersama muspika mereka pernah diminta pindah ke lokasi dekat waduk.

Namun, mereka merasa itu bukan solusi tepat karena lokasi yang ditujukan camat tersebut ketika air surut disitu kering dan jelas-jelas itu bukan solusi dan alasan lain karena mereka tidak tau harus bekerja apa lagi selain kerja di waduk menjadi petani keramba.

Keenam, mereka sudah tua dan mempunya tanggungan menghidupi keluarga dan juga hanya menjadi petani kerambalah yang bisa menghidupkan keluarga mereka.

Ketujuh, mereka senang bila pemerintah membantu keramba mereka dengan yang lebih bagus dan waduk bisa dijadikan objek wisata air yang nantinya ikan-ikan dikeramba bisa menjadi salah satu objek wisata di waduk.

Kedelapan, mereka tegas dalam persidangan apabila pemerintah tetap menggusur mereka dari waduk maka mereka semua siap disuntik mati juga, karena dari pada mereka disiksa pelan-pelan dengan kebijakan pemerintah mereka lebih memilih disuntik mati saja.

Kemudian, Sahputra mengatakan, pemerintah harus mempertimbangkan disana ada 500 orang petani keramba. “Apa pemerintah hanya tinggal diam begitu saja terhadap kondisi masyarakat seperti itu,” pungkasnya. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda