Sejak 2019, BPKP Aceh Audit 33 Kasus Dugaan Korupsi dengan Kerugian Negara Rp 73 Miliar
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Kepala BPKP Perwakilan Aceh, Indra Khaira Jaya. [For Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh mencatat 16 kasus dugaan korupsi di Aceh yang dilakukan audit oleh BPKP sepanjang tahun 2021.
Kepala BPKP Aceh, Indra Khaira Jaya menyebutkan sejak 3 tahun terakhir jumlah kasus dugaan korupsi di Aceh terus meningkat yakni mulai tahun 2019 ada 7 kasus dengan kerugian negara Rp4.5 Miliar, tahun 2020 ada 10 kasus dengan total kerugian negara sebesar Rp19.4 Miliar dan tahun 2021 mengalami kenaikan ada 16 kasus dugaan korupsi yang di ungkap dengan kerugian hampir mencapai Rp 50 Miliar.
Adapun total kasus dugaan korupsi di Aceh yang telah dilakukan audit BPKP dari tahun 2019-2021 terdapat 33 kasus dengan total kerugian negara sebesar Rp73.2 Miliar.
"Pihak-pihak yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi itu didominasi oleh Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). PPK/PPTK, penyedia, pengawas, PPHP, Bendahara hingga Perangkat Desa," sebut Indra kepada Dialeksis.com saat berkunjung ke Kantor BPKP Aceh, Senin (13/12/2021).
Indra juga membeberkan tahap terjadi fraud (kecurangan) adalah paling banyak pada tahap rekayasa surat pertanggung jawaban (SPJ) dan Pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik dilapangan. Kemudian tahap pelelangan dan perencanaan HPS juga rawan dimanipulasi oleh oknum Pokja, PPK dan rekanan.
Hal itu, berdasarkan data penanganan kasus korupsi di Aceh tahun 2019-2021 oleh BPKP perwakilan Aceh.
Adapun modus korupsi pengadaan barang dan jasa diantaranya dalam tahap perencanaan PBJ biasanya terjadi mark up Harga Perkiraan Sendiri (HPS), HPS spesifikasi ditentukan oleh Vendor, manipulasi pemenang, benturan kepentingan dalam pengadaan, pengadaan tidak transparan dan dipecah-pecah.
"Dalam tahap pelaksanaan PBJ sering kali kita lihat kualitas pekerjaan rendah dan kuantitas volume pekerjaan dikurangi, Sedangkan pada proses serah terima rentan terjadi barang yang diterima tidak sesuai spesifikasi kontrak dan rekayasa berita acara serah terima," ungkap Indra.
Tahap pertanggungjawaban, dokumen pembayaran tidak benar dan laporan kegiatan dipalsukan. Sementara proses pengawasan terjadi kolusi oleh pengawas pekerjaan dan suap kepada pengawas pekerjaan.
"Pada tahap pemanfaatan, barang tidak berfungsi dan barang yang digunakan pihak yang tidak sah," sebutnya.
Indra menjelaskan, selain tugas audit investigasi dan audit PKKN kerja utama BPKP perwakilan Aceh juga mengawal akuntabilitas atas program-program pembangunan bersifat strategis seperti Proyek Strategis Nasional. sepanjang 2021, BPKP Aceh sudah menyelesaikan semua program pengawalan tersebut.
Kedua, lanjutnya, BPKP juga mendorong penguatan ruang fiskal daerah agar menjadi lebih baik. Untuk itu, dilakukan pengawasan terhadap pengeluaran setiap anggaran supaya tidak terjadi pemborosan dan mendorong optimalisasi pendapatan negara dan daerah agar ketergantungan dengan Dana dari pusat dapat dikurangi.
Indra menyadari hal itu tentu masih banyak kendala yang terjadi, tapi pihaknya telah melakukan tugas-tugas tersebut dengan memberikan catatan penting dan menetapkan prinsip efesiensi dari setiap program kegiatan.
"Kita juga melakukan pengawalan terhadap evaluasi perencanaan penganggaran pemerintah daerah, itu banyak sekali masukan agar anggaran dirasionalisasikan agar efektif dan efesien serta terhindar dari masalah hukum dengan menimbang berbagai pertimbangan," jelasnya lagi.
Tak hanya itu, BPKP juga mendorong pemerintah daerah ini untuk bertata kelola dengan baik termasuk juga BUMN, BUMD agar menggunakan tool, sistem yang benar sehingga proses penyimpangan anggaran bisa teratasi atau dicegah lebih awal
Indra berharap, semua pihak baik pimpinan daerah maupun penguasa anggaran untuk menjadikan hasil audit kerugian negara terhadap kasus-kasus dugaan korupsi dijadikan pembelajaran.
"Kami berharap kepada pihak yang berkepentingan itu jangan sampai mereka abai dan tidak belajar dengan kasus kasus yang ada. Dengan kasus yang sudah diungkap dan terdeteksi ini tidak terulang lagi dan menjadi pembelajaran sehingga semua dinas, semua unit dan juga pimpinan diatasnya untuk melek dan jangan sampai ada lagi modus korupsi macam-macam," terangnya.
Indra menegaskan, semua pimpinan dalam unit kerja itu harus punya pengendalian intern yang kuat. Untuk itu, setia penggunaan anggaran sekecil apapun harus jelas penggunaan, harus benar-benar sampai pada tujuannya.
"Harus membangun infrastruktur yang dibutuhkan masyakarat, baik sarana pendidikan atau kesehatan yang diperlukan oleh masyarakat setempat. Jangan sampai infrastruktur rusak sebelum waktunya karena kualitas yang tidak bagus," pungkasnya.
Indra juga menyampaikan butuh dorongan juga dari media agar para pemimpin menjadikan hasil audit yang dibawa BPKP ke ranah hukum jadi pembelajaran yang tak terulang kembali.