Reza: MoU Helsingki Harus Dikawal Dan Diawasi Bersama
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
Penggiat Ekonomi Syariah dan Mantan Presiden Mahasiswa UIN Ar-Raniry 2020-2021, Reza Hendra Putra, SH. [Dok. Dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Terkait mengenai Tim Pembinaan MoU Helsingki yang baru saja di SK kan saat ini, masih menjadi perbicangan hangat di Aceh, Penggiat Ekonomi Syariah dan Mantan Presiden Mahasiswa UIN Ar-Raniry 2020-2021, Reza Hendra Putra, SH. Jumat(04/06/2021).
Reza mengatakan, “bagi kami anak muda tentu punya harapan besar dengan MoU ini untuk kesejahteraan Aceh, yang dimana MoU melahirkan beberapa hal yaitu UUPA. Tentu harapannya didalam UUPA sendiri sudah mampu menampung benak kepentingan masyarakat Aceh. Beberapa pola-pola Otonomi Khusus, Anggaran OTSUS, Syariat Islam dan juga beberapa produk-produk hukum lain untuk kepentingan masyarakat Aceh.”
Dirinya mengatakan, untuk saat ini konsen untuk menyuarakan masalah ekonomi syariah, OTSUS sampai saat ini diketahui sudah diterima sekitar 80 T dan akan diterima Aceh sampai 2027, yang menjadi pertanyaannya sampai mana efektifitas dari pada anggaran itu sendiri.
“Kemudian persoalan Pilkada Aceh yang seharusnya bisa dilaksanakan ditahun 2022, hal tersebut mengacu kepada MoU dan UUPA namun bergeser ditahun 2024 hasil dari kebijakan ingin dilaksanakan Pilkada serentak, tentu ini menjadi suatu hal yang miris. Bahkan ditahun kita ketahui ada pembentukan Tim pembinaan dan pengawasan MoU yang penanggung jawabnya Teuku Kamaruzzaman, SH dan ada beberapa akademisi kampus untuk kembali memperjuangkan dan mengawasi sejauh mana butir-butir MoU ini terlaksana dan dalam butir-butir MoU itu ada UUPA.”
Lanjutnya, “kalau melihat perbandingannya dengan hasil-hasil yang ada, saya sebagai masyarakat aceh kecewa. Tetapi jika mengingat terhadap harapan saya sebagai masyarakat Aceh, tentu saja saya memiliki harapan besar dengan tim pembinaan MoU yang di sk kan oleh gubernur. Karena MoU dan UUPA ini bisa dilaksanakan semana mestinya dan sampai saat ini saya tidak menyalahkan regulasi ataupun bentuk UUPA sebagai salah satu produk hukum.”
Lanjutnya, “tetapi tentu yang seharusnya itu di evaluasi bagaimana orang-orang sampai sejauh ini melaksanakan UUPA ini dari Legislatifnya dan Eksekutifnya Aceh, terkait pembinaan dan pengawasan terhadap MoU dan UUPA saya rasa tidak hanya cukup dengan 12 orang ini jika kita berbicara optimisme kita, tetapi upaya lebih yang harusnya bisa diberikan DPRA, DPR-RI, dan juga Pemerintah Aceh dan juga elemen-elemen lain karena jikapun jika diberi amanah kepada 12 orang ini adalah salah Dan kita seluruh implementasinya kedepan jangan hanya butir Pilkada saja tapi keseluruhan butir MoU Helsingki semuanya terealisasi tidak hanya butir kepentingan saja yang diperjuangkan.”
Lanjutnya lagi, “karena itu kita perlu ada sebuah kesadaran, saya mengutip salah satu kata dari ayah kita pejuang kita Hasan di Tiro ‘Tusoe Droe’ artinya sejarah itu perlu kita ketahui, seperti apa sejarah Aceh dan bagaimana kepentingan Aceh, jadi jika 12 orang yang di SK kan ini hanya sekedar di SK kan saja maka salahkan juga bagaimana DPR-RI kita berbicara tentang kepentingan aceh. Nanti jangan salahkan mereka 12 orang ini, tapi kita harus melihat dari tahun 2006 sampai saat ini. Dan bisa dikatakan mereka yang 12 orang sudah menjadi ujung tombak, karena itu kita semua harus peduli, kita harus mengawasi, kita harus evaluasi jangan tidak peduli itu sudah salah.”
Lanjutnya kembali, “Jika kita berbicara Harapan, maka tentu semua orang memiliki harapan besar dan jika berbicara MoU sebagaimana mestinya, jika berbicara semana mestinya dan kita tahu hari ini ada Partai Lokal, ada PA dan PNA sudah sejauh mana kontribusinya, kemudian lahir lembaga Wali Nanggroe sudah sejauh mana kontribusinya, kemudian ada DPRA sudah sejauh mana mereka berbicara, kemudian ada DPR-RI kita sudah sejauh mana mereka mampu mengadvokasi kepentingan rakyat Aceh ditingkat nasional, dan Pemerintah Aceh sudah sejauh mana mereka mampu mengadvokasikan tentang hal ini, SK Ini jangan dilepas begitu saja karena yang saya takutkan jadinya cuci tangan atas ketidakmampuan 2022 tidak terlaksana pilkada. Artinya kita perlu berpikir lebih kompetibel keseluruhannya.”
“Artinya dan harapan saya, ayo sama-sama jikapun hari ini MoU dan UUPA masih kita anggap bisa memberikan kesejahteraan untuk rakyat Aceh ayo perjuangkan sama-sama, jika pun masyarakat sudah tidak mendukung MoU dan UUPA ayo kita gantikan, karena itu saya kutip salah satu kata dari ayah kita pejuang kita Hasan di Tiro “Tusoe Droe’, “ tutupnya kepada dialeksis.