Realisasi APBA 2021, 2 SKPA Masih Dibawah 40 Persen, Pemerintah Aceh Lambat!
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Realisasi Keuangan APBA 2021 yang dikatakan sebelumnya pada Sidang Paripurna yang lalu ditargetkan bisa terealisasi 100% di akhir tahun ini.
Namun nyatanya sampai hari ini tepatnya H-5 masih ada SKPA yang realisasi anggarannya dibawah angka 40 %.
Nyatanya pernyataan Sekda Taqwallah yang mengatakan bisa mengejar target dan SiLPA Rp 0,- ini dipastikan tidak akan tercapai.
Prediksi beberapa pengamat sebelumnya bahwa SiLPA tahun 2021 ini akan mencapai Rp 5 Trilliun lebih.
Ada 56 SKPA yang realisasinya sudah mencapai diatas 40 % namun, masih ada 2 SKPA yang masih dibawah angka 40 %, yaitu, Dinas Peternakan (Disnak) dan Isra.
Pada Disnak real 30,4 % atau dari target yang dikejar yaitu 63,8 %, dan sisanya 33,4 %. Sedangkan Isra real 41,4 %, real yang sudah mencapai 34,8 %, dan sisanya yang harus dikejar yaitu 6,7 %.
Total pagu APBA 2021 ini mencapai Rp 16,482 Trilliun yang ditargetkan pada 31 Desember 2021 itu masih 85 %. Sedangkan realisasi keuangan APBA 2021 per SKPA s/d 25 Desember 2021 baru 76,7 %.
Ini menunjukkan realisasi anggaran 2021 masih belum maksimal, walaupun 54 SKPA sudah berada diatas 40 %, sedangkan 2 SKPA masih dibawah 40 %.
Akademisi, Usman Lamreung mengatakan, apa yang menjadi target pemerintah Aceh yang disampaikan Sekda Taqwallah kemarin SiLPA Rp 0,- itu kita salut. “Cuma persoalannya kemampuan realisasi anggaran itu bukan di Sekda tapi di SKPA atau Dinasnya,” ucapnya kepada Dialeksis.com, Senin (27/12/2021).
Hanya saja, kata Usman, kalau dilihat dari beberapa SKPA masih ada dibawah 40 Persen realisasi anggarannya, ini tentu akan berdampak pada penyerapan anggaran.
“Dan dipastikan SiLPA itu akan ada, dan juga kita belum bisa katakan SiLPA itu berapa, karena ini masih terus ada penarikan,” katanya.
Usman mengatakan, ini jelas kegagalan pemerintah Aceh dalam pengelolaan anggaran.
“Artinya, anggaran yang sudah ada, yang sudah dialokasikan, tidak mampu untuk dihabiskan. Sebenarnya dan seharusnya peruntukan realisasi anggaran ini untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat dalam pengentasan kemiskinan, dan ini kembali kepada Sumber Daya di SKPA nya, Birokrasi, dan persoalan Politik seperti tidak ada harmonisasi Eksekutif dan Legislatif, terbelenggunya dalam pencapaian program,” kata Usman.
“Ini diantara yang mengakibatkan terjadinya SiLPA setiap tahunnya,” tambahnya.
Usman menyampaikan, sejak awal kita (Aceh) dapat Otsus namun tiap tahun selalu terjadi SiLPA, menjadi titik lemahnya, dan seharusnya menjadi evaluasi bersama, pemerintah Aceh dan pemangku kebijakan lainnya.“Contoh seperti tahun 2020, SiLPA Rp 3,9 T genapnya Rp 4 T, inikan besar sekali. Seharusnya jika memang ini menargetkan Rp o,- SiLPA, tidak berbanding lurus dalam realisasi karena masih ada pembatalan proyek, alias dibatalkan program artinya ini penyebab SiLPA,” sebutnya.
“Kalau bicara realisasi 100 Persen itu tidak akan mungkin lagi, kemungkinan realisasi anggaran dengan waktu sesingkat ini hanya 75 Persen sampai 80 Persen,” tambahnya.
Oleh karena itu, Usman menyampaikan, seharusnya pengelolaan anggaran inikan harus maksimal, artinya peruntukan yang sudah dialokasikan, benar-benar diperuntukan atas kepentingan pembangunan Aceh.
“Dan rakyat Aceh sangat membutuhkan suntikan-suntikan pemberdayaan masyarakat, seharusnya menjadi skala prioritas, ditambah lagi sektor kesehatan, pendidikan, dan hari inikan tidak ada. Ditambah lagi Rumah Dhuafa, kalau Rumah Dhuafa ini gagal juga ditahun selanjutnya, maka sudah gagal Program Aceh Hebat,” pungkasnya. [ftr]