Beranda / Berita / Aceh / Praktisi hukum Nourman: Qanun LKS Konstitusionil

Praktisi hukum Nourman: Qanun LKS Konstitusionil

Rabu, 05 Mei 2021 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Foto: Ist

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Praktisi hukum yang juga advokat, Nourman Hidayat menyebutkan qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) adalah produk orisinil dan konstitusionil Aceh. Karenanya harus dikawal dari penggiringan issue liar.

“Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) ini adalah produk orisinil dan konstitusionil. Permasalahan di bank syar’iyah yang ada di Aceh, khususnya di BSI, bukanlah soal qanun, apalagi menuding pemerintah dan anggota dewan sebagai biang masalahnya. Karena prosedur dan tahapan-tahapan pembentukan qanun LKS sudah memenuhi syarat formil," kata Nourman, Rabu (5/05/2021) melalui rilisnya.

Dirinya menegaskan, proses pembentukan qanun ini dimulai dengan adanya usulan baik dari pemerintah maupun usulan inisiatif dewan. Lalu diplenokan dan diajukan dalam program legislasi Daerah (Prolegda) Aceh di Badan Musyawarah DPRA; dibentuk panitia khusus; untuk selanjutnya dibahas bersama pemerintah dan stakeholder lainnya, termasuk pihak perbankan. 

"Lalu ada tahapan rapat dengar pendapat umum (RDPU) untuk menguji apakah rancangan qanun ini masih perlu perbaikan dan memberikan kesempatan semua pihak untuk menilai. Setelah itu melewati tahapan konsultasi dan fasiltasi di kementrian keuangan dan kementerian dalam negeri," tegasnya.

Ia menjelaskan lagi, setelah disepakati maka qanun ini disahkan dalam sebuah rapat paripurna yang harus memenuhi syarat quorum. Yang pada akhirnya dimasukkan dalam lembaran daerah agar menjadi pengetahuan umum masyarakat. Dengan memberikan batas waktu selama tiga tahun untuk penyesuaian dan persiapan agar matang. 

“Tidak mungkin kembali ke belakang, karena justru qanun LKS ini buah dari beberapa peraturan perundang undangan lainnya termasuk UU pemerintah Aceh nomor 11 tahun 2006 dan qanun aceh nomor 8 tahun 2014 tentang pokok-pokok syariat islam. Perintah qanun ini jelas untuk membentuk Lembaga keuangan syariah. Dan jangan lupa UUPA sendiri terbentuk dari kegelisahan masyarakat Aceh yang merindukan Aceh ini bebas dari sistem riba dan menjalankan syariah islam secara utuh. Kita keluar dari konflik berkempanjangan dan mulai menjemput perdamaian dan melahirkan produk hukum yang akomodatif ini” Terang Nourman lagi.

”Prosesnya panjang. Dan itu sudah dilalui. Jika ada yang menuding pemerintah dan anggota DPRA yang harus bertanggung jawab, ini salah kaprah. Qanun ini bolanya sudah di pelaku usaha, dalam hal ini perbankan dan lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh. Sedangkan perbankan berorientasi profit dan mencatat keuntungan yang selalu fantastis, tak mungkin tidak mampu membiayai persiapan dan alih administrasi dan tekhnologi menjadi lebih baik pasca konversi ke Syariah. Apalagi bank syariah lainnya di luar BSI masih kondusif dan tidak mengalami kendala” jelas Nourman. 

Norman mengingatkan ke seluruh masyarakat Aceh, Ide untuk kembalikan bank konvensional di Aceh adalah ide yang mundur ke belakang dan lupa sejarah. Pemerintah Aceh, khususnya Gubernur jangan membuka keran itu lagi, jangan galau lagi. 

“Untuk itu kita harus desak segera BSI tuntaskan permasalahan internal ini agar isue syariah tidak semakin liar. Fenomena penolakan LKS ini digiring bukan lagi pada lembaga nya, melainkan pada sistem syariahnya” kata nourman lagi. Apalagi keyakinan kuat kita atas kisruh ini adanya tangan-tangan hitam yang bermain untuk merusak persepsi Syariah. 

Ia lanjut menyatakan, masyarakat bisa menggunakan upaya hukum untuk itu. Jika masyarakat mengalami kerugian dalam transaksi keuangannya karena gagal transfer atau delay atau uangnya raib, maka masyarakat dapat menggugat lembaga itu.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda