Praktisi Hukum Aceh Dukung Revisi UU ITE
Font: Ukuran: - +
Reporter : akhyar
Praktisi hukum di Aceh, Hermanto. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Praktisi hukum di Aceh, Hermanto mengapresasi langkah Pemerintah dan DPR yang sepakat merevisi Rancangan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE).
Ia mengatakan, RUU ITE patut didukung agar tidak ada lagi kriminalisasi, multitafsir serta ketidakjelasan pengertian dalam Pasal ITE.
"Banyak isi UU ITE yang perlu diubah. Pasal-pasal yang membatasi kebebasan publik dan pasal multitafsir juga perlu diperjelas. Agar tidak ada lagi alasan bagi penegak hukum menangani perkara UU ITE menggunakan pasal-pasal yang multitafsir atau pasal karet," jelas Hermanto kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Senin (20/9/2021).
Sebagai seorang advokat, Hermanto juga menilai beberapa pasal yang menurutnya karet dalam UU ITE, antara lain pada Pasal 26 ayat (3) tentang penghapusan informasi, Pasal 27 ayat (1) tentang asusila, Pasal 27 ayat (3) tentang defarmasi/fitnah yang bisa digunakan untuk menuntut pidana masyarakat yang menyampaikan kritik melalui media sosial/dunia maya.
Kemudian, juga pada Pasal 28 ayat (2) tentang ujaran kebencian yang juga sering digunakan untuk melakukan represi pada warga terkait kritik pada pihak tertentu.
Pada dasarnya, jelas Hermanto, konsep awal lahirnya UU ITE bertujuan untuk melindungi nama seseorang atau dari penghinaan dan pelecehan. Namun dalam pelaksanaannya, UU ITE seharusnya tetap bijak digunakan.
"UU ITE harusnya dapat memilih antara suara masyarakat yang menghina dengan kritik baik kepada suatu pihak. Sehingga penanganan RUU tersebut harus dilakukan secara tepat," pungkas Hermanto mengakhiri.
Diketahui sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui tiga Rancangan Undang-undang (RUU) usulan pemerintah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2021, yakni revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP), revisi UU Pemasyarakatan (RUU PAS), dan revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Selain itu, revisi UU Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang merupakan usulan DPR juga diakomodasi jadi prioritas di 2021. [akh]