Politisasi Kepentingan Kelompok di APBA Rugikan Masyarakat Kecil
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Akademisi Universitas Syiah Kuala (USK) Dr Syukriy Abdullah. [Foto: For Dialeksis]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Akademisi Universitas Syiah Kuala (USK) Dr Syukriy Abdullah mengaku sependapat bahwa ekonomi Aceh bergerak ketika anggaran pemerintah sudah cair. Pemerintah Daerah (Pemda) menetapkan Qanun tentang APBA dan APBK. Kontraktor sudah mulai kerja dan ada gaji pegawainya.
Hanya saja, kata dia, persoalan anggaran di Aceh ternyata tersendat di realisasinya dan tidak semulus seperti yang dibayangkan.
"Dulu sering terjadi penetapan APBA terlambat, alasannya DPRA dan DPRK tidak sepakat. Dari awal tidak sepakat karena anggaran daerah bisa disepakati menjadi qanun sejak keduanya sudah sepakat," ujar Dr Syukriy kepada Dialeksis.com, Minggu (30/10/2022).
Menurutnya, pemerintah daerah dan DPRA tidak memahami efisiensi perencanaan yang telah mereka buat dengan mengusulkan hal-hal yang tidak ada di perencanaan.
"Adanya kepentingan yang bukan kepentingan publik sehingga muncul hal-hal baru yang tidak relevan dilakukan," ungkapnya.
Kemudian, lanjut dia, pasca pengesahan APBA ternyata juga tidak semua proyek yang sudah ditetapkan bisa terealisasi. Kadang-kadang, kata dia, proses lelang juga dilarang oleh anggota dewan dan menghambat proyek di lapangan.
"Ironisnya berimbas ke dinas yang bersangkutan, dan kepala dinas pun diganti karena dianggap serapan anggaran rendah," tuturnya.
Di sisi lain, Dr Syukriy menegaskan bahwa masyarakat terdampak pengaruhnya, karena ekonominya tidak bergerak. "Justru terganggu dengan adanya kepentingan yang mengganggu proses APBD," ucapnya. [Nor]