Pengerasan Jalan di Panton Raya, Ketika Para Ibu Turun Tangan
Font: Ukuran: - +
Reporter : Dian Guci
DIALEKSIS.COM | Blangpidie - Dalam sejarah tersurat, bahwa bila perempuan turun tangan, masalah yang semula pelik, akan teratasi. Nama-nama seperti Cut Nyak Dhien, Cut Meutia atau Keumalahayati menjadi tunggul pembuktian bahwa misi yang dipimpin seorang perempuan kerap mencapai hasil lebih dari yang ditargetkan.
Sebuah ruas jalan yang membelah Desa Panton Raya, Blangpidie, Aceh Barat Daya, kini ikut menjadi bukti keperkasaan kaum ibu. Penduduk yang melewati jalan tersebut kini tak perlu cemas terjebak dalam lumpur atau tersembur debu lagi. Karena jalan tersebut telah dikeraskan.
Pengerasan jalan ini dilakukan oleh lima belas perempuan lokal, dengan rentang usia 30-45 tahun. Pekerjaan berlangsung selama tiga hari.
Pemandangan para perempuan ini, Jumat (23/10/2020), mengangkut batu dan menyusunnya dengan rapi menyusupkan rasa bangga dan haru. Bertentangan dengan stigma 'lemahnya perempuan' yang populer selama ini, para perempuan Panton Raya membuktikan bahwa ternyata tak ada pekerjaan yang terlalu berat bagi perempuan.
"Pengerjaan infrastruktur bervolume 224 meter ini melibatkan mereka yang berasal dari keluarga miskin, dengan atau tanpa pekerjaan," kata Khairiyah, Pendamping Desa Panton Raya, yang juga seorang perempuan.
"Tujuh dari antara para ibu ini adalah perempuan kepala keluarga. Yaitu sosok perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga. Pemerintah Gampong sengaja melibatkan mereka untuk meningkatkan ekonomi keluarga," imbuh Khairiyah.
Dana kegiatan pengerasan/pengaspalan jalan ini anggarannya bersumber dari APBG TA 2020 dan dana Silpa tahun 2019. Menggunakan batu mangga ukuran 5/7, batu-batu yang kualitasnya sangat baik ini merupakan potensi alam desa Panton Raya sendiri.
"Batu-batu ini dihasilkan oleh sungai Krueng Beukah. Sungai ini mengalir di sepanjang perbatasan desa Panton Raya. Pemerintah Desa membelinya dari penduduk dengan harga pasar. Dengan demikian kami sekaligus memberikan mata pencaharian untuk mereka," jelas Insafuddin, Keuchik Gampong Panton Raya.
"Kegiatan infrastruktur ini menganut pola PKTD (Padat Karya Tunai Desa) sesuai dengan Surat Edaran Mentri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) No 11 tahun 2020 Tentang perubahan atas Surat Edaran Mendes PDTT No 8 tahun 2020 tantang Desa Melawan COVID-COVID-19 serta penegasan tentang Padat Karya Tunai," tambah Insafuddin.
Kaum perempuan yang dilibatkan mengaku sangat senang mendapat pekerjaan ini.
"Asap dapur bisa mengepul aman untuk tiga hari. Kami sangat berharap bahwa Pemerintah Gampong akan terus melibatkan kami lagi bila ada pekerjaan-pekerjaan infrastruktur lainnya," tutur Ibu Asni, salah seorang peserta, penuh semangat.
Ditanya tentang besaran upahnya, mula-mula Ibu Asni hanya tersenyum. Kemudian sambil tertawa gembira ia menjawab bahwa ia dan teman-temannya mendapat Rp 85 ribu per hari.
"Saya senang. Beras dan lauk pauk sehari tercukupi. Rasanya sungguh melegakan," kata Bu Asni. Melihat senyum lebar rekan-rekannya yang turut mendengarkan saat Bu Asni bicara, nampaknya mereka pun setuju.
Inisiatif Pemerintah Gampong Panton Raya untuk melibatkan kaum perempuan ini sungguh patut dipuji. Membantu perempuan agar mandiri dapat berdampak positif pada ekonomi keluarga.
Keluarga dengan ekonomi stabil akan menghasilkan anak-anak yang akan menjadi warga masyarakat yang lebih bertanggung jawab, lebih memiliki inisiatif dan percaya diri.
Lebih lanjut, sebuah masyarakat dengan kondisi ekonomi yang stabil tidak akan mudah terpancing oleh isu-isu yang menggelisahkan. Dengan demikian, perdamaian akan tetap terjaga.
"Itulah sebabnya mengapa saya tetap bertahan sebagai Pendamping Desa," kata Khairiyah.
“Kepuasan batin saat melihat warga desa dampingan mengalami berbagai kemajuan, sungguh tak terbeli. Pekerjaan lain mungkin tidak akan memberikan 'upah batin' seperti ini, dimana saya bisa sepenuhnya mengabdi pada negeri kelahiran dan menyebarkan benih kemajuan yang menjamin masa depan yang lebih baik bagi saudara-saudara senegeri," pungkasnya.