Beranda / Berita / Aceh / Pemuda Aceh Kritisi Penolakan LPJ APBA 2020, Sebut Bentuk Dari Sandiwara

Pemuda Aceh Kritisi Penolakan LPJ APBA 2020, Sebut Bentuk Dari Sandiwara

Jum`at, 20 Agustus 2021 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : akhyar
Ilustrasi Laporan. [Foto: Ist]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kamis (19/08/2021), Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menyepakati untuk menolak Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2020.

Alasan penolakan tersebut disebabkan karena Banggar menilai kegiatan-kegiatan yang dilakukan Pemerintah Aceh dalam APBA tidak tepat sasaran serta pengelolaan keuangan Aceh yang banyak masalah.

Dalam menyikapi kejadian kemarin, beberapa tokoh pemuda Aceh ikut mengkritisi dan berkomentar terkait peristiwa penolakan LPJ APBA 2020. 

Diantaranya ialah Sulthan Alfaraby. Seorang pemuda Aceh yang sebelumnya sempat mengancam akan melaporkan Sekda Aceh ke Jokowi.

Baca: Sulthan Alfaraby Laporkan Sekda Aceh ke Jokowi (https://dialeksis.com/aceh/sulthan-alfaraby-laporkan-sekda-aceh-ke-jokowi/)

Selaku pemuda Aceh, Sulthan menyesali perkara penolakan LPJ APBA 2020. Ia juga sependapat dengan penilaian DPRA bahwa pengelolaan keuangan Aceh selama ini sangatlah kacau.

Sulthan juga berharap agar legislatif tidak tidur dalam melaksanakan tugas. Karena menurutnya, DPRA sebagai legislatif harus terus mengawal dan memantau setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur sampai akhir masa menjabat.

"Kekacauan pemerintahan Aceh hari ini karena lengahnya pengawasan oleh DPRA. DPRA jangan terkesan loyo dalam memperjuangkan nasib dan aspirasi rakyat. Mereka ini (DPRA) digaji oleh rakyat, sudah sepantasnya mereka memiliki taring agar selalu berjuang bersama rakyat Aceh," ujar Sulthan kepada reporter Dialeksis.com, Jumat (20/8/2021).

Di saat yang bersamaan, Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Aceh Besar Zulhilmi mengatakan, peristiwa penolakan LPJ APBA 2020 kemarin sebagai bentuk dari ketidakseriusan Pemerintah Aceh dalam memberikan pelayanan secara optimal kepada masyarakat.

Ia mencontohkan seperti beasiswa bagi anak yatim piatu dan fakir miskin yang tidak memadai, serta ketidakmampuan Pemerintah Aceh dalam mendongkrak ekonomi rakyat sehingga Aceh dilabeli kawasan termiskin se-Sumatra.

"Gubernur Aceh perlu mengambil hikmah dari kejadian ini. Kembali mengevaluasi keuangan, program dan SKPA. Sehingga, di sisa waktu yang singkat ini, Gubernur Aceh bisa menjamin kelangsungan hidup masyarakat dalam taraf hidup sejahtera," ungkap Zulhilmi.

Sekretaris Umum Badko HMI Aceh, Zulfata mengatakan, apa yang dilakukan Banggar DPRA dalam menolak LPJ APBA Tahun 2020 jangan dijadikan posisi tawar untuk membangun celah kompromi politik 'bagi tumpok' terhadap eksekutif dan legislatif.

Sebab, kata Zulfata, dengan mencermati alur politik dari kedua lembaga tersebut, selama ini keduanya sering bersandiwara. Artinya, DPRA dalam penolakan LPJ APBA 2020 berusaha menggertak gubernur. Namun pada akhirnya DPRA juga mampu masuk dalam skema politik gubernur. 

"Rakyat punya penilaian. Selama kepemimpinan Gubernur Aceh di tangan Nova Iriansyah, proses pembangunan ekonomi rakyat di Aceh nihil," kata Zulfata.

Zulfata juga menyarankan agar Gubernur Aceh menurunkan sedikit keegoisan politik dalam dirinya dengan melibatkan semua pihak kritis, berintegritas saat mengambil keputusan publik/kebijakan. 

Dengan demikian, lanjut Zulfata, Gubernur Aceh tidak akan selalu berkonsultasi dengan para Pensus dalam lingkarannya saja, yang selama ini hanya makan gaji buta.

"Jika gubernur tidak mengindahkan saran atau himabuan ini, bijaknya Gubernur Nova mundur saja demi menyelamatkam rakyat Aceh, terlebih di musim pandemi ini. Gubernur Nova patut belajar dari Malaysia bahwa mundur dari pimpinan bukanlah suatu kehinaan, melainkan bentuk pemimpin yang benar-benar bertanggungjawab demi rakyat," ungkap Zulfata.

Sedangkan Ketua SEMMI Komisariat Malikussaleh Banda Aceh, Said Habibi menilai penolakan LPJ APBA 2020 sebagai aksi akrobat politik yang diperankan oleh legislatif dan eksekutif. 

Menurut Said, baik legislatif maupun eksekutif keduanya sama-sama 'hana bereh' (tidak beres) dan pantas diserukan mosi tidak percaya. 

"Keduanya (legislatif & eksekutif) tidak ada yang bisa dipercaya. Yang satu mencuri atas nama wakil rakyat, yang satu lagi memberi karpet merah dengan pencuri," ujar Said.

"Nova Iriansyah dari semenjak dia menjadi plt, dia tidak kunjung memilih siapa wakilnya. Itukan terkesan ingin berkuasa sendiri. Selama dia menjabat tidak ada prestasi dalam memberikan kesejahteraan kepada masyarakat," sambung Said.

Seorang pemuda sekaligus Mantan Presiden Mahasiswa UIN Ar Raniry 2020-2021, Reza Hendra Putra menyikapi peristiwa kemarin (penolakan LPJ APBA 2020) sebagai apresiasi maha dahsyat apabila penolakan tersebut sepenuhnya untuk kebaikan masyarakat Aceh.

Namun, lanjut Reza, bila hanya sekedar intrik politik para elit, maka akan sangat disayangkan.

"Sejauh pengamatan saya, tidak ada perubahan besar yang dilakukan gubernur dan wagub terpilih untuk Aceh. Bahkan program-programnya ketika maju dulu juga belum terlaksana. Ini kekecewaan besar terhadap pemerintahan sekarang. Bukan hanya pak Nova, tapi ke DPRA juga sangat disayangkan seolah-olah kehilangan taring," pungkas Reza Hendra. [akh]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda