Pegawai Pemkab Aceh Besar Wajib Berbahasa Aceh Tiap Kamis, Akademisi: Kebijakan yang Sangat Positif
Font: Ukuran: - +
Reporter : Alfi Nora
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Bupati Aceh Besar, Ir Mawardi mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 061/046 tentang penggunaan Bahasa Aceh sebagai bahasa komunikasi lisan di lingkungan Pemkab Aceh Besar dan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di jajarannya setiap hari Kamis.
Surat tersebut dalam upaya mengimplementasikan visi dan misi Bupati Aceh Besar dalam bidang pembinaan budaya dan istiadat, khususnya pelestarian bahasa daerah.
Menanggapi hal itu, Ketua Jurusan (Kajur) Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Universitas Syiah Kuala (USK), Mohd Harun mengapresiasi kebijakan yang diterapkan oleh Bupati Aceh dan perlu disambut dengan positif.
Menurut Harun, pemerintah daerah kabupaten kota itu memiliki keleluasaan untuk menerapkan kebijakan penggunaan bahasa daerah.
“Ini kebijakan yang sangat positif, karena banyak daerah di Indonesia termasuk Aceh yang khawatir suatu saat bahasa daerahnya, Aceh khususnya, pelan-pelan akan hilang. Serta akan punah seperti bahasa daerah di Maluku dan Irian Jaya,” ujar Harun saat dihubungi Dialeksis.com, Senin (1/2/2021).
Di mata akademisi dengan diberlakukannya kebijakan ini terdapat banyak manfaat. Tanpa menyingkirkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, manfaat bagi Pegawai yang menggunakan Bahasa Aceh, agar mereka terbiasa kembali menggunakan Bahasa Aceh.
“Suatu bahasa itu kalau tidak sering digunakan akan berakibat pada hilangnya sejumlah kosakata, jadi ada kosakata lama yang selama ini jarang digunakan menyebabkan beberapa kosakata dalam bahasa Aceh itu akan hilang,” ungkapnya.
Manfaat lainnya, dengan membiasakan diri di kantor menggunakan Bahasa Aceh itu untuk menunjukkan jati diri, identitas keacehan. Bagi orang lain yang berbahasa ibu yang bukan Bahasa Aceh, tidak ada salahnya untuk belajar Bahasa Aceh.
“Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, kalau orang Aceh bertugas di Pulau Jawa, harus berlajar juga Bahasa jawa, lebih banyak bahasa tentu lebih bagus,” kata Harun.
Hal senada juga disampaikan Akademisi Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP USK, Muhammad Idham juga sangat mendukung kebijakan tersebut, hal itu karena Bahasa Aceh ini Bahasa nenek moyang dan bahasa indatu.
“Jurusan Bahasa Indonesia USK itu ada mata kuliah Bahasa Aceh ada 8 SKS, kalau sastra Aceh 6 SKS, bahkan 2018 sudah mulai dibentuk panitia untuk membuka jurusan Bahasa Aceh memang tetapi tidak tahu juga sampai sekarang belum terealisasikan,” jelasnya.
“Manfaatnya itu bagus sekali, bahasa ini warisan kebudayaan, jika tidak diwariskan itu lama-lama akan punah, bahasa daerah ini sudah terpinggirkan,” lanjutnya.
Idham menyarankan agar daerah kabupaten kota lain yang ada di Aceh juga menerapkan kebijakan yang serupa.
“Kalau tidak dipedulikan sekarang, mungkin 20 tahun kedepan tidak ada lagi bahasa Aceh,” tutupnya.
- HIMPSI Aceh Sampaikan Penyebab Munculnya Hasrat Seksual pada Anak
- LSM Perlindungan Anak Sampaikan Penyebab Kasus Pemerkosaan Anak Terus Terjadi di Aceh
- Maraknya Perkara Pemerkosaan Anak di Aceh, Advokat Ini Harap Pelaku Dihukum Setimpal
- DPRK Aceh Besar: Kasus Ayah Tega Perkosa Anak Kandung Jadi Tamparan Bagi Kita