Beranda / Berita / Aceh / Maraknya Perkara Pemerkosaan Anak di Aceh, Advokat Ini Harap Pelaku Dihukum Setimpal

Maraknya Perkara Pemerkosaan Anak di Aceh, Advokat Ini Harap Pelaku Dihukum Setimpal

Minggu, 31 Januari 2021 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Advokat/Pengacara, Hermanto. [for Dialeksis]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Maraknya perkara kasus pemerkosaan anak di bawah umur yang notabene-nya dilakukan oleh keluarga dekat korban di Aceh membuat Advokat/pengacara dan Praktisi Hukum, Hermanto bersuara.

Ia menyebutkan, putusan pengadilan terhadap tersangka pedofilia atau pelaku pemerkosa anak masih belum memberi efek jera bagi para pelaku.

Secara akademis, lanjut dia, dampak kekerasan seksual terhadap anak bisa mempengaruhi psikologi dan fisik korban untuk jangka waktu yang panjang.

"Mengingat korban kasus kekerasan ini sudah banyak dan juga anak-anak, kekerasan seksual ini tidak hanya berdampak bagi psikis tetapi juga fisik korban seumur hidupnya," ujar Hermanto kepada Dialeksis.com, Minggu (31/1/2021).

Ia berharap agar pelaku pemerkosaan anak dihukum setimpal serta diberi hukuman seberat-beratnya sebagai efek jera dan peringatan bagi predator seksual yang masih berkeliaran di luar sana.

"Bagi pelaku, pantas dihukum penjara seumur hidup atau bila perlu dihukum kebiri sekalian," pungkasnya.

Selain itu, Hermanto menjabarkan beberapa pasal yang terdapat dalam Undang-Undang yang bisa menjerat pelaku pemerkosaan anak yang notabene-nya dilakukan oleh keluarga dekat korban, diantaranya sebagai berikut:

Tindak pidana terkait orangtua yang memperkosa anaknya dapat dijerat dengan Pasal 294 ayat (1) KUHP atau Pasal 287 KUHP.

Kemudian dapat juga dijerat dengan UU Perlindungan Anak. Namun, semenjak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU 35/2014) dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Perppu 1/2016) sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang (UU 17/2016), maka pemerkosa anak (termasuk anak kandungnya) dapat dijerat dengan Pasal 81 ayat (3) Perppu 1/2016 jo. Pasal 76D UU 35/2014:

Pasal 76D UU 35/2014

Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Pasal 81 Perppu 1/2016 :

1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

3. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Karena Di Aceh Sudah Berlaku Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat, maka terhadap pelaku Pemerkosaan Anak Kandung (memiliki hubungan mahram) di Aceh dapat dikenakan Pasal 49 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat dengan ancaman 200 bulan penjara.

Keyword:


Editor :
Fira

riset-JSI
Komentar Anda