Oknum Kemenag Pidie Dilaporkan Memperkosa, Kakanwil Kemenag Aceh: Ikuti Saja Proses Hukum
Font: Ukuran: - +
Reporter : Baga
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Aceh, Dr. H. Iqbal, S.Ag, M.Ag. [Foto: Kemenag Aceh]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Adanya laporan tentang oknum pejabat Z, Kemenag di Kabupaten Pidie atas dugaan pemerkosaan dan penipuan yang dilaporkan oleh korban ke Polda Aceh, mendapat tanggapan dari Kanwil Kemenag Aceh.
Menurut Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Aceh, Dr H Iqbal S.Ag M.Ag, menjawab Dialeksis.com, Sabtu (5/2/2022), ikuti saja proses hukum dan ketentuan yang berlaku.
“Kita tetap menghormati proses hukum dan tetap menganut prinsip praduga tak bersalah. Jika nanti terbukti misalnya, ya pasti ada konsekwensi hukumnya dan seandainya tidak terbukti ya harus direhabilitasi nama baiknya termasuk nama lembaga,” sebut Iqbal.
“Kami juga berharap agar semua pihak menghormati proses hukum dan melakukan proses tabayyun (telitilah dahulu), sehingga tidak salah dalam persepsi,” jelasnya.
“Bila benar apa yang dilaporkan seperti diterbitkan di media, maka yang bersangkutan harus mempertangungjawabkan perbuatannya. Namun bila laporan itu tidak benar, maka nama baik yang bersangkutan harus direhabilitasi, demikian dengan lembaganya,” sebut Iqbal.
Menurut Iqbal, sesuai dengan ketentuan hukum sebelum adanya keputusan yang pasti, dia tidak berani menyebutkan oknum pejabat di Kemenag Pidie, bersalah atau tidak bersalah. Biarlah hukum yang menentukan seseorang bersalah atau tidak bersalah, jelasnya.
Kasus dugaan pemerkosaan terhadap seorang wanita ibu dari seorang santri, menjadi viral karena ramainya media yang memberitakan.
Penasehat hukum pelapor, Muhammad Qodrat dari Operasional LBH Banda Aceh, kepada media menjelaskan, pihak sudah membuat laporan ke Polda Aceh. Kasus ini akan dikenakan pasal berlapis, penipuan dan pemerkosaan.
Menurut penasihat hukum ini, dari keterangan korban, kasus itu bermula saat korban ingin memasukkan anaknya ke salah satu yayasan panti asuhan yang dimiliki Z. Dengan harapan anaknya bisa memperdalam ilmu agama karena di yayasan itu punya pendidikan islami.
Namun, pelaku saat itu diduga meminta korban untuk menuruti kemauannya, salah satunya berhubungan badan dan korban menuruti kemauan Z. Hubungan badan itu dilakukan oleh Z dengan korban di lokasi berbeda di Aceh, yaitu di Kota Banda Aceh, Sabang dan Takengon.
"Korban diiming-imingi kalau anaknya mau masuk ke situ (yayasan Z) korban harus melakukan itu (hubungan badan). Jadi ada tekanan psikis di situ kalau menurut kami. Klien kami ini mau-mau saja karena harapan anaknya bisa masuk ke situ," sebut Qodrat, penasihat hukum korban.
Setelah itu anak korban diizinkan masuk ke yayasan yang dipimpinnya. Hanya saja, saat Z meminta kembali kepada korban untuk berhubungan badan, korban menolak. Tidak terima ditolak oleh korban, Z lantas mengeluarkan anak korban dari panti asuhan dengan alasan tidak cukup administrasi.
Sementara itu Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Winardy mengatakan pihaknya saat ini tengah melakukan penyelidikan terkait laporan dugaan kasus pemerkosaan tersebut. (Baga)