Beranda / Berita / Aceh / Nasir Djamil Ingatkan Kondisi Keuangan Negara di Depan Sri Mulyani

Nasir Djamil Ingatkan Kondisi Keuangan Negara di Depan Sri Mulyani

Rabu, 08 September 2021 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) asal Aceh, Nasir Djamil mengikuti rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Nasir Djamil berasal dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyampaikan pendapat terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (ABPN) tahun anggaran 2020, Senin (6/9/2021). [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) asal Aceh, Nasir Djamil mengikuti rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR RI. Nasir Djamil berasal dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyampaikan pendapat terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (ABPN) tahun anggaran 2020, Senin (6/9/2021).

Dalam video yang diunggah melalui Instragram pribadinya yang dikutip dialeksis.com, Rabu (8/9/2021). Ketua Forbes DPR dan DPD RI asal Aceh itu mengatakan secara umum kinerja pemerintah dalam pelaksana APBN 2020 masih kurang memuaskan, sehingga berdampak tidak optimalnya penanganan pandemi dan peningkatan kesejahtreaan rakyat.

Fraksi PKS berpendapat bahwa APBN menjadi wujud nyata hadirnya negara dalam perekonomian sehingga APBN harus menjadi instrumen strategis dan jangkar kebijakan ekonomi utama untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

"Pelaksanaan APBN juga perlu terus memperhatikan aspek kesinambungan fiskal dan keadilan antar generasi," ujarnya. 

Terkait RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN 2020 Fraksi PKS memberikan sejumlah catatan, namun karena waktu terbatas ia hanya menyampaikan beberapa catatan dan meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan untuk mencermati dan menindaklanjuti catatan tersebut.

Fraksi PKS berpendapat buruknya kinerja pemerintah dalam pengelolaan utang dan lebih parahnya lagi saat pandemi covid-19, tercatat utang pemerintah hingga akhir Desember 2020 mencapai Rp 6.074,56 triliun. Posisi utang ini naik cukup tajam dibandingkan dengan akhir tahun 2019 lalu.

Fraksi PKS berpendapat pemerintah menghadapi persoalan serius dalam kesinambungan fiskal. Realisasi keseimbangan primer pada 2020 tercatat sebesar negatif Rp633,61 triliun.

Angka defisit keseimbangan primer tersebut mengalami lonjakan sebesar 766,42 persen dari tahun 2019 sebesar Rp 73,1 triliun. Rasio keseimbangan primer terhadap PDB mengalami tekanan sampai minus 4,21 persen. 

Artinya. kata mereka, pada 2020, indikator kesinambungan fiskal telah melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411 - Debt Indicators yaitu di bawah 0 persen.

"Keseimbangan primer yang negatif akan mereduksi ruang fiskal pada APBN dalam melaksanakan fungsi distribusi, alokasi dan stabilisasi," sebutnya saat rapar Banggar.

Fraksi PKS berpendapat realisasi defisit anggaran sebesar sebesar Rp 947,70 triliun atau 91,19 persen dari estimasi APBN sebesar Rp 1.039,21 triliun. Lebih rendahnya realisasi dinilai bukan sebuah prestasi, justru sebaliknya. Faktanya, menurut mereka, defisit di bawah angka 6,34 persen terhadap PDB lebih karena rendahnya kinerja belanja Pemerintah yang hanya mencapai 94,6 persen dari pagu anggaran.

"Serta meningkatnya jumlah SiLPA yang signifikan. Adanya lag defisit tersebut, membawa dampak kebijakan pembiayaan khususnya melalui penerbitan utang, jumlahnya menjadi tidak proporsional," jelasnya lagi. 

Menurut Fraksi PKS, Silpa yang tinggi menunjukkan kinerja perencanaan pemerintah masih rendah, program-program yang telah dicanangkan pada penyusunan APBN tidak dapat direalisasikan sehingga muncul sisa anggaran yang tidak termanfaatkan, disisi lain pemerintah menggali utang berjumlah fantastis dengan membayar harga yang tidak murah.

"Pada Silpa memberikan gambaran bahwa pemerintah yang kurang optimal dalam realisasikan program dan tidak mau secara produktif mengelola utang yang berakibat timbulnya beban utang yang besar," tegasnya.

Untuk itu, PKS berpendapat Pemerintah wajib melakukan perbaikan dalam proses perencanaan dan realisasi program ke depannya. [anr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda