kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Mekanisme Pengisian Pj Gubernur, Simak Dasar Legalitasnya

Mekanisme Pengisian Pj Gubernur, Simak Dasar Legalitasnya

Senin, 20 Desember 2021 12:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Fatur

Pengamat Politik dan Pemerintahan, Farnanda MA. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tanggal Pemilu dan Pilkada serentak di 2024 yang sudah disepakati pemerintah bersama pihak terkait. Pelaksanaan pemilu hari pemungutan suara 21 Februari 2024. Hari pemungutan Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota seluruh wilayah NKRI akan dilaksanakan pada 27 November 2024.

Sementara itu kekosongan kepala daerah akibat tidak diselenggarakannya Pilkada 2022 dan 2023 telah diatur dalam UU No.10 Tahun 2016 (UU Pilkada). Bakal ada 271 dari tingkat Provinsi hingga Kabupaten/Kota tidak memiliki kepala daerah definitif.

Pengamat Politik dan Pemerintahan, Farnanda MA mengatakan, dalam Pasal 201 ayat (9) disebutkan penjabat gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota akan memimpin daerah hingga Pilkada serentak nasional pada tahun 2024 memilih kepala daerah definitif.

“Secara administratife pengangkatan Penjabat (Pj) Gubernur merupakan kewenangan dari Presiden melalui usulan Menteri Dalam Negeri. Agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan (vacuum of power), maka Pemerintah pusat wajib menunjuk Penjabat Gubernur,” ujarnya.

Dirinya mengatakan, sampai dengan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih dan dilantik, seperti yang dijelaskan pada pasal 201 ayat (10) Undang-undang No. 10 tahun 2016 bahwa “untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat Penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”

“Yang dimaksud dengan jabatan pimpinan tinggi madya meliputi: sekretaris jenderal kementerian, sekretaris kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga nonstruktural, direktur jenderal, deputi, inspektur jenderal, inspektur utama, kepala badan, staf ahli menteri, Kepala Sekretariat Presiden, Kepala Sekretariat Wakil Presiden, Sekretaris Militer Presiden, Kepala Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden, sekretaris daerah provinsi, dan jabatan lain yang setara,” rincinya.

Dalam penjelasannya, kata Farnanda, penjabat ini memiliki masa jabatan satu tahun dan dapat diperpanjang satu tahun dengan orang yang sama atau berbeda. Sementara itu, mekanisme penunjukan penjabat kepala daerah itu tidak dijelaskan rigit dalam UU.

Namun, jika merujuk pengalaman sebelumnya, penunjukan penjabat sementara yang mengisi kekosongan kepala daerah diatur dalam Permendagri Nomor 1 tahun 2018. Pengangkatan sebagai Penjabat Gubernur harus memenuhi syarat dasar dan kriteria sebagai yang telah diatur dalam Undang- undang dan Pasal 132 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 tentang Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala, yaitu:

  1. Mempunyai pengalaman di bidang pemerintahan, yang dibuktikan dengan riwayat jabatan.
  2. Menduduki jabatan struktural eselon I dengan pangkat golongan sekurang-kurangnya IV/c bagi Penjabat Gubernur dan jabatan struktural eselon II pangkat sekurang - kurangnya IV/b bagi Penjabat Bupati/Walikota.
  3. Daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan selama 3 (tiga) tahun terakhir sekurang- kurangnya mempunyai nilai baik.

Farnanda mengatakan, problemnya saat ini, dengan masa kerja yang panjang, sejumlah daerah akan diduduki oleh posisi PJ lebih kurang dua tahun lamanya. Terkait posisi penjabat Gubernur harus diduduki oleh eselon 1, maka hal ini akan menimbulkan problem apabila masa jabatan PJ Gubernur menduduki lebih dari satu tahun.

Kemudian, Farnanda menjelaskan, Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia nomor 1 tahun 2018 tentang perubahan atas peraturan menteri dalam negeri nomor 74 tahun 2016 tentang cuti di luar tanggungan negara bagi gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.

Pada Pasal 4, (2) Pjs gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya/setingkat di lingkup pemerintah pusat atau Pemerintah Daerah Provinsi.

Kemudian, Pada Pasal 5, pada ayat (1) dijeleaskan Pjs Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) ditunjuk oleh menteri.

(2) Pjs bupati/wali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) ditunjuk oleh Menteri atas usul Gubernur. 

(3) Dalam hal melaksanakan kepentingan strategis nasional, Pjs Bupati/Wali Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditunjuk oleh Menteri tanpa usul gubernur.

Sebagaimana diketahui bahwa posisi jabatan eselon 1 umumnya berada di pusat, tentu bila pejabat eselon 1 tingkat pusat harus menduduki jabatan pj gubernur selama lebih dari setahun (bahkan mungkin dua tahun). Maka dikhawatirkan akan terjadi banyak kekosongan jabatan strategis di tingkat pusat, jelas Farnanda.

Oleh karena itu, Farnanda menyampaikan, perlu dipertimbangkan agar dibuat peraturan yang mengikat dalam rangka pengisian kekosongan jabatan eskes ketiadaan Pilkada 2022 dan Pilkada 2023. Bahwa dalam keadaan tertentu, pemerintah pusat melalui kementerian dalam negeri dapat menunjuk pejabat eselon 2 di level provinsi untuk menjadi PJ Gubernur.

“Selain dalam rangka memastikan jalannya roda pemerintahan efektif di tingkat nasional, keberadaan pejabat eselon 2 di level provinsi yang menjabat Gubernur dapat mengefektifkan jalannya roda pemerintahan. Dikarenakan pejabat bersangkutan lebih memahami dinamika dan struktur pemerintahan di provinsi yang bersangkutan,” pungkasnya. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda