kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Maraknya Kasus Pemerkosaan, Tuanku Muhammad: Ada Baiknya Hukum Rajam Qishash Diaktifkan di Aceh

Maraknya Kasus Pemerkosaan, Tuanku Muhammad: Ada Baiknya Hukum Rajam Qishash Diaktifkan di Aceh

Rabu, 14 Oktober 2020 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Roni

Anggota DPRK Banda Aceh sekaligus Ketua Fraksi PKS, Tuanku Muhammad


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Anggota DPRK Banda Aceh sekaligus Ketua Fraksi PKS, Tuanku Muhammad mengatakan, melihat banyaknya kasus pemerkosaan dan tindakan biadab lainnya, supaya diaktifkan saja hukum rajam atau qishash di Aceh.

Diketahui rajam adalah hukuman mati dengan cara dilempari batu. Sedangkan qishash adalah istilah dalam hukum Islam yang berarti pembalasan seperti nyawa dibayar dengan nyawa.

"Aceh memang sudah punya Qanun jinayah (hukum berdasarkan syariat) karena Aceh punya kekhususan. Namun, mengenai hukum rajam atau qishash itu tidak disahkan karena memang kita kan setiap Qanun harus koordinasi dengan pemerintah pusat," jelas Tuanku Muhammad saat dihubungi Dialeksis.com, Rabu (14/10/2020).

"Kenapa saya tawarkan rajam itu karena memang spontanitas. Artinya kita geram melihat pemerkosaan anak di bawah umur dengan tindakan biadab seperti itu. Sehingga kita menawarkan tata cara yang memang sudah diatur dalam Islam menghadapi kasus demikian," tambahnya.

Anggota DPRK yang akrab disapa Tumad itu berujar, seperti kasus di Aceh Timur beberapa waktu lalu, mantan pembunuh, sudah dihukum, dibebaskan termasuk dalam program remisi karena Covid-19. Dia ternyata malah membunuh dan memperkosa lagi.

"Makanya wacana-wacana rajam dan qishas menguat, kita ingin ada hukuman yang benar-benar memberi efek jera bagi pelaku, karena kalau tidak seperti ini mereka akan mengulangi lagi," jelas Tumad.

"Kasus di Aceh Timur ini menunjukkan bahwa pelaku itu akan mengulangi kasus yang sama, bahkan menjadi tindakan yang lebih mengerikan lagi," tambahnya.

Tuanku Muhammad berujar, bila sudah seperti ini, kenapa pelaku tidak diberikan hukuman yang setimpal.

"Dalam Quran, jiwa dibayar dengan jiwa. Sampai hidung dengan hidung. Gigi dengan gigi. Seperti itu, lebih terasa keadilannya," ujar Tumad.

"Kerena negara kita tidak mengatur itu, maka kita mengupayakan produk hukum seperti itu supaya ketika ada kasus-kasus yang sama, ada hukuman lain yang lebih berat dan membuat pelaku tidak mengulangi lagi apa yang dilakukan. Si korban pun merasa teradilkan ketika mendapat hukum setimpal seperti ini, pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda