Beranda / Berita / Aceh / Akademisi: UU Cipta Kerja Diharapkan Angkat Grade Bangsa Kita

Akademisi: UU Cipta Kerja Diharapkan Angkat Grade Bangsa Kita

Rabu, 14 Oktober 2020 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Roni/Biyu

Akademisi Antropolog Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya. [Dok. Unimal]


DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Akademisi Antropolog Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya mengatakan, disahkannya UU Cipta Kerja mendapat respon dari banyak pihak. Bukan hanya dari kelompok buruh, tapi juga dari kelompok akademisi.

"Yang dikhawatirkan jangan sampai kehadiran UU Cipta Kerja mencoba meringkas atau mengkonklusikan lebih dari 70 UU lainnya. Itu juga menjadi UU yang membuat posisi bangsa Indonesia ini menjadi 'bangsa tukang' di era globalisasi," kata Teuku Kemal Fasya saat dihubungi Dialeksis.com, Rabu (14/10/2020).

"Walau ada keuntungannya juga seperti ditariknya politik perizinan di tingkat pusat. Ini positif karena di beberapa perizinan yang dibuat oleh daerah, menjadikan ruang korupsi yang besar, ada raja-raja kecil di tingkat daerah yang tidak bertanggungjawab, tidak masuknya ke PAD dan masuk ke praktik KKN," tambahnya.

Ia melanjutkan, disahkan UU tersebut dengan cepat. Itulah yang kemudian melahirkan preseden buruk dan dikritik oleh banyak pihak. Ada dua sisi, pertama dari proses legislasinya, kemudian ada dua partai yang walk out. Tapi ada sisi lain yakni pada konten. Tidak semua konten dari UU tersebut negatif.

"Tetapi yang paling penting saat ini adalah didiskusikan kembali karena yang kita tahu belum ada draf yang bisa dikutip dari pengesahan ini," ujar Akademisi Antropolog Universitas Malikussaleh itu.

"Ada diskusi yang secara intensif sehingga UU ini menjadi seperti yang disampaikan pak Jokowi, bagaimana memperbaiki pendapatan Indonesia, dan pada 100 kemerdekaan nanti, Indonesia menjadi negara yang lepas dari perangkap pendapatan menengah dalam artian kita menjadi negara maju," tambahnya.

Teuku Kemal Fasya berujar, cita-cita Jokowi itu mulia, tapi harus bisa diejawantahkan dan diimplementasikan dalam UU Cipta Kerja ini dan jangan sampai UU ini merugikan bangsa.

"Dampak positif, belum bisa diukur. Karena membaca UU ini kan tidak mudah. Membaca pasal-pasal yang dicabut dari UU sebelumnya. Ada banyak penjelasan yang harus dibaca dengan hati-hati dan dijauhkan dengan pola politik hoax yang selama ini juga berkembang," ujar Teuku Kemal Fasya.

"Yang perlu dilihat adalah pidato pak Jokowi, 20 Oktober 2019 lalu di Depan MPR. Pak Jokowi ingin membuat lompatan besar dalam proses meningkatkan grade bangsa kita menjadi bangsa yang besar, negara maju di tahun 2045, dan saat itu dia bukan lagi presiden," tambahnya.

Teuku Kemal Fasya melanjutkan, Presiden Jokowi mencoba menyelesaikan persoalan turunan dari presiden-presiden sebelumnya yang belum terselesaikan, misalnya problem pengangguran, pengelolaan SDA yang banyak dikorupsi, birokratisasi yang menyebabkan pola investasi tidak lancar.

"Jadi cita-cita Jokowi itu mulia dari awal. Dan yang paling penting bagaimana itu bisa mulus di tingkat implementasi UU ini. Sebab kita tahu pembuatan UU bukan di Jokowi lagi, tapi DPR," ungkap Akademisi Antropolog Universitas Malikussaleh itu.

"Jangan sampai cita-cita presiden ini tidak terwujud di parlemen dengan segala kepentingannya. Apalagi kita lihat anggota dewan kita kan kebanyakan pengusaha," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda