Beranda / Berita / Aceh / Marak Bantuan PIP Dikorupsi, Wana Alamsyah: Negara Sedang Mempertahankan Kemiskinan

Marak Bantuan PIP Dikorupsi, Wana Alamsyah: Negara Sedang Mempertahankan Kemiskinan

Sabtu, 21 Januari 2023 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Peneliti ICW, Wana Alamsyah. [Foto: Medcom/Ilham]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Milenial muda aktivis anti korupsi, Wana Alamsyah menyayangkan maraknya kasus korupsi yang terbongkar terhadap penyelewengan dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). 

PIP merupakan program prioritas Presiden Joko Widodo yang bertujuan untuk membantu biaya personal pendidikan, seperti transportasi dan perlengkapan sekolah, agar pelajar dan mahasiswa yang berasal dari kelompok rentan dapat mengakses bantuan berupa uang tunai.

Menurut Wana, jumlah dana bantuan, khususnya PIP sangatlah besar. pada 2022, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 9,6 triliun atau sekitar 12 persen dari total anggaran yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Dana PIP ditujukan untuk 17,9 juta pelajar di seluruh tingkat pendidikan.

Berdasarkan Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program Indonesia Pintar Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, besaran dana bantuan disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Pelajar berhak mendapatkan bantuan sekitar Rp225 ribu hingga Rp1 juta tergantung jenjang pendidikan.

Berdasarkan aturan di atas, Wana menjelaskan bahwa mekanisme penyaluran bantuan langsung ditransfer ke rekening masing-masing pelajar. Namun sayangnya, masih terdapat celah yang dapat digunakan bagi sejumlah aktor untuk menyelewengkan anggaran, khususnya pada saat pandemi.

Berdasarkan data yang Indonesia Corruption Watch (ICW) kumpulkan melalui pemberitaan selama tahun 2022, setidaknya ada sebanyak 35 dugaan kasus penyelewengan dana bantuan PIP di seluruh Indonesia pada setiap jenjangnya.

Jika dikerucutkan, kata dia, kasus penyelewengan anggaran PIP paling banyak ada pada jenjang pendidikan SD (49 persen), SMP (31 persen), SMK (11 persen), dan SMA (9 persen). Selain itu, aktor yang paling banyak dilaporkan adalah kepala sekolah dan guru. Kedua aktor tersebut melakukan penyelewengan dana bantuan PIP dengan modus pemotongan anggaran atau penggelapan.

“Dalam beberapa kasus, kepala sekolah atau guru menggunakan modus pemotongan dengan dalih untuk biaya administrasi, seperti uang materai, uang bensin, atau membayar tunggakan SPP. Sementara pada kasus lainnya, terduga pelaku menggelapkan uang dengan cara mencairkan dana secara ilegal tanpa mendapatkan kuasa dari pelajar,” kata Wana Alamsyah dikutip Dialeksis.com dari laman resmi Indonesia Corruption Watch (ICW), Sabtu (21/1/2023).

Diketahui, pada Desember 2022 lalu, Kejaksaan Negeri Kabupaten Tasikmalaya membongkar dugaan korupsi dana PIP di Kabupaten Tasikmalaya yang menimbulkan kerugian bagi pelajar di hampir 300 sekolah.

Kasus yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya, menurut Wana merupakan fenomena puncak gunung es dari permasalahan bantuan pendidikan yang ada di Indonesia, yakni tidak adanya mekanisme evaluasi secara holistik untuk mencegah terjadinya korupsi.

“Bantuan yang disalurkan secara langsung kepada penerima merupakan gagasan yang diharapkan dapat meminimalisir terjadinya praktik korupsi. Namun pada realitanya, masih terdapat celah untuk melakukan penyelewengan. Terlebih, mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat pun belum berjalan secara efektif untuk mendeteksi terjadinya potensi kejahatan,” ungkap Wana yang juga seorang peneliti ICW.

Wana menegaskan, mimpi tentang peningkatan kualitas pendidikan yang signifikan tidak mudah untuk tercapai selama korupsi dinormalisasi tanpa adanya penyelesaian secara komprehensif.

“Jika negara masih membiarkan praktik korupsi marak terjadi di lingkungan pendidikan, maka negara sedang mempertahankan kemiskinan dan kebodohan struktural sehingga akan sulit mengubah dunia,” pungkasnya.(Akh)

Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda