kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Laporan Masyarakat Ditolak Polisi, Ini Respon Tegas LBH Banda Aceh

Laporan Masyarakat Ditolak Polisi, Ini Respon Tegas LBH Banda Aceh

Rabu, 20 Oktober 2021 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Ilustrasi Pemerkosaan. [Foto: Ist]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Seorang masyarakat yang melapor karena dugaan percobaan pemerkosaan ke polisi di tolak, dengan alasan tidak dapat menunjukkan sertifikat Vaksin. Hal ini mendapati respon dari banyak pihak terutama YLBHI-LBH Banda Aceh. Berdasarkan rilis yang diterima Dialeksis.com, Rabu (20/10/2021) berikut respon dari YLBHI-LBH:

Kronologis Kasus

Kejadian tindak pidana percobaan pemerkosaan terjadi pada Minggu tanggal 17 Oktober 2021, sekitar pukul 16.45 WIB di Gampong Garot Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar. Korban merupakan seorang mahasiswi berinisial SA berusia 19 tahun dan baru tiga bulan tinggal di lokasi tersebut. Korban tinggal bersama ibu beserta seorang adik perempuannya, sedangkan ayah korban bekerja di Malaysia.

Pada saat kejadian, korban hanya tinggal seorang diri di rumahnya dikarenakan ibu dan adik korban sedang tidak di rumah. Tak berselang lama setelah ibu korban pergi, pintu belakang rumah korban diketuk oleh seseorang yang tidak dikenal, namun korban tidak langsung membuka pintu dikarenakan korban yang belum begitu mengenal lingkungan tempat tinggalnya tersebut merasa ketakutan. Setelah itu korban langsung menghubungi ibunya melalui telepon dan memberitahukan ada orang yang terus mengetuk pintu rumah.

Korban kemudian memberanikan diri untuk membuka pintu karena berpikir bahwa yang mengetuk pintu mungkin saja adalah tetangga belakang rumah korban yang sering bersosialisasi dengan ibu korban. Akan tetapi setelah pintu dibuka, korban sangat terkejut melihat seorang pria yang tidak dikenal yang langsung membekap korban serta berusaha untuk memperkosanya.

Pada percobaan pemerkosaan itu, pelaku memegang tangan dan bahu korban serta berusaha untuk membuka baju daster korban dari atas bahu, namun korban terus memberikan perlawanan. Dikarenakan korban yang terus melawan, pelaku pun sempat menampar korban hingga korban tersungkur dan mengeluarkan darah dari mulut. Dalam keadaan panik dan ketakutan, korban berusaha lari dan terus melakukan perlawanan sehingga mengakibatkan kepala korban terbentur ke dinding rumah dan terjatuh ke sebuah meja kecil hingga tak sadarkan diri.

Korban yang tak sadarkan diri kemudian ditemukan oleh ibunya di bawah meja dengan keadaan rumah yang sudah berantakan, namun tidak ada barang-barang yang hilang. Pada kesempatan itu, pelaku diduga tidak sempat benar-benar memperkosa korban karena mendengar suara sepeda motor ibu korban yang saat itu baru pulang dari rumah temannya, sehingga pelaku langsung melarikan diri. Adapun ciri-ciri pelaku yang sempat dilihat korban adalah seorang pria

dengan tinggi sekitar 170 cm, berkulit sawo matang, memakai baju kaos hitam dan celana jeans dongker, serta memakai topi berwarna gelap.

Polisi Menolak Laporan Korban

Senin tanggal 18 Oktober 2021, sekira pukul 13.30 WIB korban mendatangi kantor YLBHI- LBH Banda Aceh bersama dengan ibu, adik kandung, saudara, dan Kepala Dusun (Kadus) setempat untuk meminta pendampingan hukum terkait dugaan tindak pidana percobaan pemerkosaan yang dialaminya. Sekitar pukul 16.00 WIB korban kemudian didampingi oleh Pengabdi Bantuan Hukum YLBHI-LBH Banda Aceh untuk melaporkan dugaan tindak pidana percobaan pemerkosaan yang dialaminya ke Polresta banda Aceh. Akan tetapi sesampai di Polresta Banda Aceh korban beserta keluarga dan pendamping hukumnya tidak diizinkan masuk untuk membuat laporan dikarenakan korban dan ibunya tidak dapat menunjukkan sertifikat vaksin.

Setelah menunjukkan sertifikat vaksin milik salah seorang Pengabdi Bantuan Hukum YLBHI-LBH Banda Aceh, korban beserta tim pendamping baru diizinkan masuk ke ruang Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polresta Banda Aceh. Akan tetapi sesampai di ruang SPKT, ketika hendak membuat laporan, 2 orang polisi dari bagian SPKT lagi-lagi menolak untuk menerima laporan dikarenakan korban dan ibunya belum divaksin. Padahal korban beserta ibunya telah menjelaskan bahwa korban memiliki penyakit yang tidak memungkinkan untuk dilakukan vaksinasi. Korban juga menjelaskan bahwa dirinya memiliki surat keterangan dokter bahwa dirinya tidak dapat divaksin, namun tidak dibawa oleh korban pada saat itu.

Mendengar penjelasan korban, pihak kepolisian tetap bersikeras bahwa korban harus menunjukkan sertifikat vaksin atau surat keterangan tidak dapat divaksin jika ingin laporannya diterima. Petugas SPKT Polresta Banda Aceh juga sempat menyatakan, “Ini tugas kami, kami berhak memaksa untuk wajib melakukan vaksin. Karena ini adalah program dari pemerintah yang dilakukan oleh pihak kepolisian”. Pada kesempatan itu, korban juga berusaha menceritakan kronologi singkat dugaan tindak pidana yang dialaminya ke petugas SPKT Polresta Banda Aceh, namun pihak kepolisian meresponnya dengan mengatakan “Mana bisa kamu katakan itu percobaan pemerkosaan, memangnya ada dipegang alat kelaminmu atau di pegang daerah sensitif, misalnya di remas-remas payu daranya? Kalau tidak ya berarti bukan, ini penganiayaan namanya!”.

Dikarenakan korban dan ibunya sudah sangat tertekan dengan sikap dan perilaku petugas SPKT Polresta Banda Aceh, pendamping hukum dari YLBHI-LBH Banda Aceh kemudian menganjurkan agar laporan disampaikan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Aceh.

Pelaporan dugaan tindak pidana percobaan pemerkosaan yang dialami korban memang telah diterima oleh petugas unit PPA Polda Aceh tanpa harus menunjukkan sertifikat vaksin ataupun surat keterangan tidak dapat divaksin. Akan tetapi petugas unit PPA Polda Aceh menolak menerbitkan Surat Tanda Bukti Lapor (STBL) dengan alasan identitas dan ciri-ciri terlapor tidak dapat diketahui dengan jelas.

YLBHI LBH Banda Aceh Mengecam Tindakan Polisi Yang Menolak Laporan Masyarakat Dengan Alasan Belum Divaksin

YLBHI-LBH Banda Aceh dengan ini mengecam keras tindakan petugas Polresta Banda Aceh yang menolak laporan masyarakat dengan alasan belum divaksin. Sepanjang penelurusan kami, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang menjadikan sertifikat vaksin sebagai syarat untuk membuat laporan polisi. Sertifikat vaksin seharusnya tidak boleh dijadikan syarat agar masyarakat mendapatkan haknya untuk memperoleh akses terhadap keadilan (access to justice). Pemberlakuan syarat adanya sertifikat vaksin untuk membuat laporan polisi sangat bertentangan dengan hukum dan hak asasi manusia, khususnya hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di depan hukum.

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di depan hukum merupakan hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapu (non derogable rights), termasuk oleh kepolisian dalam keadaan pandemi seperti sekarang ini. Oleh karena itu, YLBHI-LBH Banda Aceh mendesak agar pihak kepolisian bekerja lebih profesional dan humanis, sehingga kejadian ini tidak terulang lagi di masa yang akan datang.

YLBHI-LBH Banda Aceh juga menyayangkan tindakan petugas Unit PPA Polda Aceh yang menolak menerbitkan STBL dengan alasan identitas dan ciri-ciri terlapor tidak diketahui dengan jelas. Hal tersebut sangat bertentangan dengan ketentuan Pasal 108 ayat (6) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KHAP) jo Pasal 3 ayat (4) Perkap Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, yang menentukan bahwa pelapor berhak menerima surat tanda bukti lapor model B dari pihak kepolisia setelah membuat laporan.

Di samping itu, upaya untuk menemukan pelaku dugaan tindak pidana sejatinya merupakan tugas penyidikan dari pihak kepolisian yang tidak dapat dibebankan kepada pelapor. Dengan demikian, alasan petugas Unit PPA Polda Aceh yang menolak menerbitkan STBL dengan alasan identitas dan ciri-ciri terlapor tidak diketahui dengan jelas, merupakan alasan yang tidak sah secara hukum dan telah merugikan hak-hak pelapor sebagai korban dugaan tindak pidana percobaan pemerkosaan. YLBHI-LBH Banda Aceh menganggap tindakan petugas Unit PPA Polda Aceh yang menolak menerbitkan STBL juga merupakan salah satu tindakan dari pihak kepolisian yang menolak laporan masyarakat yang sangat bertentangan dengan hukum. []

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda