Kurikulum SMA TA 2022, Herman RN: Tak Bisa Dikatakan Jadi Lebih Baik
Font: Ukuran: - +
Reporter : fatur
Dosen Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala (USK) sekaligus ketua Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia (ADOBSI) Provinsi Aceh, Herman RN. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kurikulum baru Sekolah Menengah Atas (SMA) Tahun Ajaran 2022 disebutkan tak ada lagi jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.
Penjelasan dari Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Anindito Aditomo mengatakan bahwa kurikulum prototipe pada tahun 2022 bersifat opsional.
“Kurikulum prototipe hanya akan diterapkan di satuan pendidikan yang berminat untuk menggunakannya sebagai alat untuk melakukan transformasi pembelajaran,” katanya pada Selasa (21/12/2021).
Dosen Fakultas keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Syiah Kuala (USK) sekaligus ketua Asosiasi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia (ADOBSI) Provinsi Aceh, Herman RN mengatakan, sebenarnya saya sendiri belum terlalu memahami persoalan ini.
“Apakah benar terjadi penghapusan atau tak ada lagi jurusan IPA, IPS dan Bahasa ini, bisa jadi ini pengalihan seperti kejadian sebelumnya yaitu UN, ternyata bukan penghapusan UN, tapi bagaimana persoalan inovasi dari menteri untuk menyelesaikan sekolah,” ujarnya kepada Dialeksis.com, Sabtu (25/12/2021).
Dirinya mengatakan, saya belum baca tentus ini, tapi sekilas saya baca ini semacam pembaruan kurikulum ditingkat Kementerian.
“Jadi bagaimana bagi anak-anak yang memiliki jiwa teknik mesin, tapi juga bisa mendalami ilmu sosial dan bahasa, atau kebalikannya. Jadi ini semacam pembolehan seperti itu yang saya lihat,” jelasnya.
Herman mengatakan, sebenarnya ditingkat perguruan tinggi sistem seperti ini sudah diterapkan oleh Kementerian melalui kurikulum Kampus Merdeka. “Jadi sebenarnya kita disini terhadap program ini kita tidak mengerti tujuannya apa?, otomatis pasti ada sisi lebih kurangnya, cuma kita tidak mengerti ini arahnya kemana?,” tukasnya.
Terhadap jurusan di SMA yang masih ada selama ini, Herman mengatakan, sebenarnya disini juga timbul pertanyaan, setelah ada jurusan di tingkat SMA apakah disini sudah menjamin, ketika mereka lulus nantinya akan mengambil jurusan yang sama sesuai dengan jurusan ketika di SMA?
“Inikan jadi pertanyaan berikutnya, jadikan ini sistem pendidikan di negara kita sistem uji coba, semuanya di uji coba, jauh sebelum ada penetapan jurusan-jurusan, sekolah-sekolah disetiap Provinsi di Indonesia itu tidak ada jurusan, kemudian dibuat penetapan jurusan di tingkat SMA, setelah dibuat jurusan apakah benar mutu pendidikan menjadi lebih baik?,” tukasnya.
Herman mengatakan, sistem pendidikan di Indonesia itu sistem uji coba, kita tidak berani mengatakan jika dihapus atau mempertahankan jurusan-jurusan itu akan menjadi lebih baik.
“Buktinya, siswa yang berkuliah di jurusan Bahasa ternyata saat bangku SMA itu tidak mengambil program bahasa, makanya kita tidak berani bilang ini akan menjadi lebih baik, karena sistem pendidikan kita masih sistem uji coba,” pungkasnya. [ftr]