kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Korupsi Masih Terjadi di Aceh, Alfian MaTA: Sistem Birokrasi Lemah

Korupsi Masih Terjadi di Aceh, Alfian MaTA: Sistem Birokrasi Lemah

Sabtu, 23 April 2022 23:55 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Auliana Rizki

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian. [Foto: Ist.]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Indonesian Corruption Watch (ICW) menemukan kasus penindakan korupsi oleh Aparat Penegak Hukum (APH). Korupsi yang paling banyak terjadi di sektor anggaran dana desa sebanyak 154 kasus pada 2021 dengan kerugian negara mencapai Rp233 Milyar.

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian mengatakan, sebenarnya motif korupsi yang paling utama itu didasari oleh mentalitas dan integritas.

Ia menyampaikan bahwa hal yang dapat mendorong korupsi memang dari awal anggaran, ada niat dan juga didukung tanpa adanya pencegahan apa pun.

Berbicara terkait langkah yang ditempuh untuk meminimalisir korupsi di Aceh ada dua. 

Pertama, tata kelola keuangan di lembaga pemerintahan terus dipantau, artinya setiap pengeluarannya harus ada transparansi dan akuntabel.

Kedua, proses penegakan hukum di Indonesia khususnya Aceh dipastikan berjalan. Katanya, sampai hari ini penegakan hukum di Aceh masih menjadi tanda tanya besar terutama dalam penanganan kasus.

"Ada banyak kasus yang sengaja tidak ditindak dan ada banyak pula kasus yang dihentikan," ucapnya saat diwawancarai Dialeksis.com, Sabtu (23/4/2022).

Lanjutnya, ada juga kasus yang sudah didorong kemudian dihentikan, jadi kasusnya tidak berjalan lagi.

Ia menambahkan, permasalahan sekarang adalah institusi negara hari ini. Kalau penegakan hukum dan tata kelola kuat maka akan menjadi harapan publik selama ini yang diinginkan.

Hal yang sama, secara sistem birokrasinya Aceh sangat lemah. Sampai hari ini belum ada bicara tentang pencegahan apalagi yang didukung dengan mental dan integritas. 

"Saya memang bilang korupsi," tegasnya lagi.

Sejak tahun 2018 hingga sekarang belum bisa ditangani kasus secara maksimal, misalnya korupsi yang terjadi di Aceh Utara telah menetapkan 5 orang yang menjadi tersangka pada pembangunan monumen Samudera Pasai.

Ia juga menyebutkan, ini belum lagi bicara tentang korupsi dana desa yang menonjol karena terjadi di beberapa kabupaten. Masih banyak juga hari ini kasusnya belum ada tersangka baik dari level Polisi Daerah (Polda) Aceh maupun di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh.

Ia juga melihat bahwa tindakan dana kasus korupsi semakin diperkuat di sumber dana desa.

"Jadi, kesannya ketika orang-orang tidak memiliki akses atau tidak berpengaruh akan mudah dijerat dibandingkan dengan orang-orang yang berpengaruh," tambahnya.

"Apa yang mereka lakukan itu juga kita tahu mungkin, tapi ya tindakannya tidak ada," pungkasnya. [AU]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda