kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Ketua Forbes: Perlu Revolusi untuk Implementasi UU Pemerintah Aceh

Ketua Forbes: Perlu Revolusi untuk Implementasi UU Pemerintah Aceh

Rabu, 23 Desember 2020 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Roni
Ketua Forbes Anggota DPR RI dan DPD RI Asal Aceh, M Nasir Djamil. [IST]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Forum Bersama (Forbes) Anggota DPR RI dan DPD RI asal Aceh M Nasir Djamil menyatakan bahwa untuk mempercepat keistimewaan, kekhususan, dan yang berlaku khusus di Aceh, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) harus dilakukan dengan cara revolusi. Sebab UUPA, bukan hanya berisi norma-norma hukum tapi juga instrumen perdamaian.

Hal itu disampaikan Nasir Djamil seusai mengikuti fokus grup diskusi yang digelar oleh Komnas HAM RI. Kegiatan dihadiri oleh sejumlah anggota DPR RI dan DPRA, akademisi, praktisi hukum, dan eksekutif Aceh serta aktivis perempuan yang berlangsung di salah satu hotel di Banda Aceh, Rabu (23/12/2020).

Menurut Nasir, selama ini ada beberapa praktik hambatan terhadap implementasi UUPA. Di antaranya, pertama, UUPA tidak diterapkan, Khususnya dalam Pasal 74 UUPA terkait dengan pengajuan keberatan terhadap hasil pilkada kepada Mahkamah Agung paling lambat 3 hari kerja setelah hasil ditetapkan. Kewenangan ini tidak pernah diterapkan karena kewenangan ini dialihkan ke Mahkamah Konstitusi.

Kedua, MK batalkan UUPA, khususnya dalam Pasal 256 terkait calon perseorangan.

Ketiga, ketentuan sektoral mengenyampingkan UUPA, pengangkatan kepada Badan Registrasi Kependudukan Aceh oleh Mendagri yang seharusnya diangkat oleh gubernur (Pasal 111) pemerintah berpendapat dalam hal ini mempergunakan UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan.

Keempat, Peraturan Pelaksanaan bertentangan dengan UUPA, PP Nomor 3 Tahun 2015 bertentangan dengan Pasal 110 dan Pasal 111 khususnya terkait dengan pengangkatan Kepala Kantor Pertanahan Aceh yang diangkat oleh menteri yang seharusnya diangkat oleh gubernur.

Kemudian mengenai tantangan dan perkembangan isu Pertanahan Nasional dan UUPA, Nasir Djamil juga menyoroti beberapa hal.

"Fraksi PKS menolak konsep Bank Tanah yang diusulkan pemerintah melalui UU Cipta Kerja, karena tujuan utamanya untuk kepentingan investasi, tidak melibatkan Pemda dalam struktur organisasinya dan fungsi pengawasannya yang lemah, selain itu bank tanah bila dikaitkan dengan pengaturan didalam UUPA dikawatirkan akan menggerus kepentingan aceh dalam bidang pertanahan," jelas Nasir Djamil.

Selanjutnya, Anggota DPR RI asal Aceh itu juga menyoroti minimnya jumlah dan kompentisi SDM juru ukur dan surveyor pemetaan berlisensi.

"Solusinya adalah pemenuhan proporsi jumlah dan kompetensi SDM juru Ukur & surveyor pemetaan berlisensi di seluruh Kanwil/Kanta BPN. Selanjutnya, pemenuhan teknologi dan informasi berbasis online (sertifikat online/paper less) di seluruh Kanwil/Kanta BPN," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda