Ketua DPRA Sebut 1,8 Juta Warga Aceh Menjadi Nasabah BRI di Sumatera Utara
Font: Ukuran: - +
Reporter : Sammy
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Saiful Bahri alias Pon Yahya
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Saiful Bahri alias Pon Yahya menyebutkan saat ini terdapat sekitar 1,8 juta masyarakat Aceh tercatat sebagai nasabah Bank Rakyat Indonesia (BRI) di Sumatera Utara (Sumut), informasi ini diperoleh melalui otoritas BRI Kantor Wilayah (Kanwil) Medan.
Pernyataan tersebut menunjukkan jumlah yang signifikan dari warga Aceh menggunakan bank konvensional di Sumatera Utara. Nasabah-nasabah ini mewakili berbagai lapisan masyarakat Aceh yang menggunakan layanan perbankan BRI untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka.
"Itu belum lagi nasabah Aceh di Bank Mandiri dan BNI (Bank Nasional Indonesia). Jadi paling kurang kita minta kepada BRI kalau bisa buka beberapa mesin ATM BRI konvensional lagi di Aceh saat ini," ujar Pon Yahya kepada wartawan di D'Energy Cafe, Lamsayuen, Kecamatan Ingin Jaya, Aceh Besar, Kamis (8/6/2023).
Kendala yang terjadi pada Bank Syariah Indonesia (BSI) beberapa waktu lalu, menurut pernyataan Pon Yahya, dikaitkan dengan fakta bahwa di Aceh hanya terdapat satu bank sebagai opsi yang tersedia. Ketika kendala seperti ini muncul, hal tersebut langsung berdampak buruk terhadap keberlangsungan ekonomi masyarakat, terutama dunia usaha.
Pon Yahya menjelaskan ketergantungan yang tinggi pada satu bank di Aceh membuat masyarakat dan pelaku usaha menjadi rentan terhadap kendala operasional atau masalah yang terjadi pada bank tersebut. Ketika terjadi masalah di bank tersebut, seperti gangguan sistem, kebangkrutan, atau ketidakstabilan keuangan, dampaknya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat dan dunia usaha.
"Yang namanya pemerintah tentu apapun keluhan masyarakat ya harus ditampung. Dan hari ini tidak tertutup kemungkinan berbagai aturan tersebut akan ditinjau ulang. Tapi juga harus dimaklumi bersama, isu ini sangat sensitif karena di Aceh menerapkan syariat Islam," katanya.
Dia menambahkan, yang memungkinkan untuk dilakukan saat ini adalah mengadakan diskusi-diskusi publik untuk menjaring semua aspirasi dari berbagai komponen masyarakat agar bisa memdalami lagi kajian tersebut.
"Kalau memang rakyat menginginkan (kembalinya bank konvensional) ya bisa. Tapi kalau rakyat lebih banyak yang tidak menginginkan, ya tidak bisa. Intinya, pemerintah tidak boleh tertutup terhadap apa saja keluhan dari masyarakat kita tampung dan diskusikan," kata Pon Yahya.
Pon Yahya menyatakan sembari bank syariah berbenah menjadi lebih baik, masyarakat harusnya tidak boleh disandera karena tak ada pilihan lain selain bank tersebut di Aceh. [sam]