Kasus Polio dan Campak di Aceh, Direktur RSP USK: Lampu Kuning!
Font: Ukuran: - +
Reporter : Rizkita Gita
Direktur Rumah Sakit Pendidikan Universitas Syiah Kuala, dr. Iflan Nauval. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM | Aceh - Kasus polio di Aceh masih berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB). Tercatat pada November 2022 ada empat kasus Polio. Awal KLB Polio ditemukan seorang anak positif virus polio pada November 2022 di Kabupaten Pidie.
Tidak hanya polio, kasus campak juga menjadi perhatian di Aceh. Bireuen, misalnya pada Januari - Maret 2022, kasus campak juga menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) dialami masyarakat dengan total 50 kasus.
Direktur Rumah Sakit Pendidikan Universitas Syiah Kuala (RSP UKS) dr. Iflan Nauval, menyebutkan dari sejumlah kasus terjadi terhadap anak seperti polio, stunting dan campak, itu masih terjadi akibat kurangnya pengetahuan dan kurang kesadaran yang hingga saat ini melekat di benak masyarakat di Aceh.
Padahal bentuk sosialisasi terus dilakukan oleh Pemerintah bahkan di tingkat mahasiswa, melalui program imunisasi, program PHBS, makanan sehat dan makanan bergizi. Namun masyarakat masih enggan menjalankan imunisasi terhadap anak dengan alasan haram jadi imunisasi tidak perlu dilakukan.
“Sebenarnya bisa dilakukan pencegahan jauh sebelum terserang penyekit. Sosialisasi terus dilakukan, namun ada pemahaman yang agak sulit ditembus yaitu pemahaman haram halal imunisasi masih diragukan masyarakat. Sebagian orang masih berpikir imunisasi itu haram jadi tidak perlu dilakukan,” kata dr. Iflan kepada Dialeksis.com via telepon Selasa (31/1/2023).
Menurutnya, apabila masyarakat masih meyakinkan pemahaman imunisasi itu haram, maka tidak akan ada titik temu. Dikhawatirkan kasus yang mengancam kesehatan anak akan terus meningkat di Aceh.
“Pemerintah dan pihak lainnya, saya rasa sangat penting melibatkan tokoh ulama dalam mengedukasikan pentingnya imunisasi, baik itu pendidikan formal maupun non formal yang lebih massif. Ini bisa dilakukan di pertemuan menyasar ke desa - desa, karena Ulama sangat berpengaruh penting bagi masyarakat,” ujarnya.
Dikutip dari halaman Kemkes.go.id, polio adalah penyakit infeksi akibat virus menular, mengakibatkan terjadinya kelumpuhan permanen.
Virus polio menular melalui tinja, dari perilaku buang air besar sembarang atau dari sekret tenggorokan saat batuk yang mengeluarkan virus polio. Tentunya penyebaran penyakit polio bisa dihindari dari berbagai upaya seperti imunisasi polio tetes maupun injeksi dan juga masyarakat disiplin menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
“Kita dalam kondisi warning, lampu kuning. Dengan kesadaran masyarakat, ini bisa diselesaikan,” sebutnya lagi.
Dia menambahkan, untuk kasus stunting di Aceh sudah mulai dijalankan sejak 2015 hingga 2023. Penanganan stunting juga sangat diperlukan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat dalam penurunan kasus.
Kendati demikian, dr. Iflan menyarankan kepada pemerintah untuk saling merangkul dalam menyampaikan penyampaian edukasi kepada masyarakat. Sedangkan pihak kampus siap memberikan bekal kepada mahasiswa sebelum mereka turun ke masyarakat.
“Kalau kasus stunting ini tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat, butuh waktu lama. Contohnya seperti di Negara Jepang saja mereka selesaikan kasus stunting butuh waktu 8 tahun,” pungkasnya. [RG]
- Tekan Angka Stunting di Pulo Aceh, Dines Aceh Besar Edukasi Masak Bergizi
- Angka Stunting di Aceh Bakalan Naik Jika Konsumsi Protein Hewani untuk Anak Rendah
- Tinjau Angka Stunting, Kakankemenag Ikuti Rakor Bersama Pemko Subulussalam
- Kasus HIV/AIDS Meningkat di Aceh, Kepala RSP USK: Penularan Paling Tinggi Lewat Jarum Suntik