Beranda / Berita / Nasional / Kemenkes Temukan 3.341 Kasus Wabah Campak di 31 Provinsi

Kemenkes Temukan 3.341 Kasus Wabah Campak di 31 Provinsi

Kamis, 19 Januari 2023 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Kepala Biro Komunikasi Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi. Foto: Dok. Kompas.com


DIALEKSIS.COM | Nasional - Kasus campak meningkat, data terakhir sebanyak 223 kabupaten atau kota mencatat kenaikan infeksi campak, per Desember 2022. Kepala Biro Komunikasi Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi menyebut kebanyakan dari mereka mengalami gejala ruam dan demam.

"Ada 3.341 kasus di tahun 2022 dilaporkan di 223 kabupaten dan kota, dari 31 provinsi," tutur dr Nadia saat dihubungi, Rabu (18/1/2022).

dr Nadia juga mewanti-wanti campak tidak hanya menyerang usia anak atau balita. "Seluruh kasus dilaporkan di segala usia," kata dia.

Kemunculan kasus campak disebutnya akibat dari vaksinasi atau imunisasi yang rendah selama pandemi COVID-19. Meski begitu, untuk mengejar ketertinggalan, pemerintah dalam hal ini Kemenkes RI telah melaksanakan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN).

"Untuk vaksinasi, sudah ada kemarin BIAN yang merupakan (program) kejar imunisasi. (Kalau untuk) daerah, (imunisasi) kejar campak segera," ujar Nadia.

Gejala Campak

Gejala campak bukan hanya sekadar ruam kecil, tetapi bisa berujung serius terutama untuk anak dan bayi. Pada tujuh hingga 14 hari awal infeksi, umumnya gejala yang dikeluhkan adalah:

  1. demam tinggi (bisa menyentuh 104 derajat Celcius),
  2. batuk
  3. pilek
  4. mata merah dan berair (konjungtivitis).

Kemudian, dua sampai tiga hari pasca gejala muncul, biasanya muncul bintik putih kecil di mulut. Benjolan kecil juga dapat muncul di atas bintik merah yang rata. Bintik-bintik itu bisa menyatu saat menyebar dari kepala ke seluruh tubuh.

Komplikasi umum yang juga terjadi pasca infeksi campak, seperti infeksi telinga, diare, bahkan di beberapa kasus parah bisa berujung pneumonia (infeksi paru) dan ensefalitis (pembengkakan otak). Pada kasus tersebut, pasien perlu dirawat di rumah sakit, jika tidak kemungkinan risiko kematian menjadi tinggi. [detik.com]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda