Ini Amanah Wali Nanggroe soal Pertambangan di Aceh
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sumberdaya alam yang ada di perut bumi Aceh saat ini merupakan kekayaan masa depan yang tidak perlu dieksploitasi sekarang, apalagi sampai merusak lingkungan, karena masih ada banyak potensi alam lainnya yang ramah lingkung untuk dikembangkan.
Hal itu diungkapkan Wali Nanggroe Aceh Paduka Yang Mulia Malik Mahmud al Haytar saat berdiskusi dengan Wahana lingkungan hidup Indonesia (Walhi) Aceh di Ruang kerja Wali Nanggroe, Selasa (10/9/2019).
"Masih banyak potensi lain yang dapat dikembangkan untuk mensejahterakan masyarakat, seperti komoditas pertanian, peternakan, dan perikanan. Kran investasi ini yang harus dimaksimalkan. Lebih ramah lingkungan dan tidak merusak alam," kata Wali Nanggroe.
Terkait kinerja Walhi Aceh yang fokus mengadvokasi isu lingkungan, Wali Nanggroe menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh. Apa yang dikerjakan WALHI Aceh sama sekali tidak ada hubungan dengan menghambat investasi, melainkan bagian dari upaya serius menjaga lingkungan, ketaatan dan kepastian hukum, serta menjaga kekhususan Aceh.
"Walhi Aceh harus terus menjadi lokomotif pergerakan dalam menjaga lingkungan di Aceh."
Menurut Wali Nanggroe yang menjadi masalah investasi di Aceh adalah persoalan tumbang tindih lahan, kepastian hukum, garansi bank, dan banyak agen yang bermain dalam memasukan investor ke Aceh.
Persoalan lain yang menjadi diskusi khusus dalam pertemuan tersebut adalah terkait pembangunan PLTA Tampur I di Gayo Lues. WALHI Aceh mengguggat Izin Pinjam Pakai Kawasan (IPPKH) yang pernah diberikan kepada PT. Kamirzu dimana gugatan tersebut dimenangkan oleh Walhi Aceh.
Wali Nanggroe berpendapat, jika PLTA yang berada di patahan gempa Sumatera tersebut tersebut berhasil dibangun, dikhawatirkan dapat memicu bencana ekologi, kerusakan hutan, dan konflik satwa.
"Kemenangan (gugatan) Walhi adalah kemenangan lingkungan," kata Wali Nanggroe.
Wali Nanggroe meminta Pemerintah Aceh untuk mengeksekusi putusan gugatan tersebut sebagai upaya menjaga hutan Aceh yang merupakan bagian dari mandat Undang-undang Pemerintah Aceh (UUPA).
"Aceh masih bisa mengembangkan potensi energi yang ramah lingkungan dan tidak mengundang bencana ekologi, seperti mengembangkan energi tenaga surya atau gelombang laut," kata Wali Nanggroe.
Pada pertemuan tersebut Wali Nanggroe didampingi DR. M. Rafiq selaku staf khususnya. Sementara dari Walhi Aceh hadir M. Nur (Direktur) M. Nasir (Kadiv advokasi) Shalihin (Kadiv kelembagaan) dan Khairil (Staf kajian hukum). Turut serta pula Direktur Koalisi NGO HAM Zulfikar Muhammad).(me/rel)