Beranda / Berita / Aceh / Anggaran Besar Namun Kemiskinan Aceh Masih Tinggi, Kepala BPS Aceh : Tidak Wajar Memang

Anggaran Besar Namun Kemiskinan Aceh Masih Tinggi, Kepala BPS Aceh : Tidak Wajar Memang

Rabu, 11 September 2019 11:58 WIB

Font: Ukuran: - +

Kepala BPS Aceh Wahyuddin [FOTO | ANTARA]



DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh yang dirilis pada Juli 2019,  angka kemiskinan di Aceh per Maret 2019 masih cukup tinggi yakni mencapai 819 ribu jiwa atau 15,32 persen dan di atas rata-rata nasional.

Tak pelak angka kemiskinan tersebut menempatkan Aceh di peringkat pertama termiskin di Pulau Sumatera.  Sementara itu, diketahui angggaran yang mengucur untuk Aceh tiap tahun meningkat, dimana Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2019 sendiri mencapai Rp17,104 triliun lebih.

Kepala BPS Aceh, Wahyudin MM mengakui memang tidak wajar untuk konteks Aceh yang anggaran pembiayaan cukup besar, namun kemiskinan masih tinggi.

"Untuk konteks Aceh yang anggarannya cukup besar, hal ini tidak wajar memang karena kita punya anggaran besar namun kok angka kemiskinannya juga besar. Namun meski masih cukup tinggi, Aceh sendiri menunjukan tren gejala penurunan  kemiskinan. Bahkan penurunan dari september 2018 ke Maret 2019 penurunan 0,36 persen itu termasuk penurunan ke lima tertinggi di Indonesia," ujar Wahyudi yang ketika dihubungi melalui sambungan selular tengah berada di luar daerah, Rabu (11/9/2019).

Meski mengalami tren penurunan kemiskinan, akan tetapi angka kemiskinan Aceh cukup tinggi apabila dibandingkan rata-rata nasional. "Di nasional angka kemiskinan sudah satu digit sedangkan kita masih dua digit," ucap Wahyudin.

Dia mengatakan secara nasional, kondisi kemiskinan Aceh belum pada tahap sangat serius sebab masih ada yang di atas Aceh persentase tingkat kemiskinannya. Meski demikian dengan anggaran yang besar diakuinya penurunan kemiskinan Aceh juga masih kurang.

"Ada yang sampai 19 persen bahkan mendekati 30 persen tingkat kemiskinannya. Namun dengan anggaran yang besar harusnya penurunan kemiskinan Aceh bukan rata-rata 0.5 persen. Melainkan harusnya di atas 1 persen," tukasnya.

Lebih lanjut, kondisi ekonomi Aceh yang amat bergantung pada anggaran pemerintah dinilai turut mempengaruhi perekonomian masyarakat Aceh.

"Kalau anggaran telat turun atau macet mempengaruhi ekonomi Aceh. Anggaran itu sangat menentukan ekonomi kita. Terlebih Aceh masih dirasakan kurang dalam hal investasi."

Dia menambahkan, memasuki triwulan atau semester kedua, realisasi APBA saja masih di bawah 30 persen. Normalnya sudah harus lebih dari 50 persen.  

Pihaknya menduga kemiskinan Aceh masih tinggi juga disebabkan masih ada kemungkinan tidak tepat sasaran program penanggulangan kemiskinan.

"Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota perlu melakukan advokasi dalam hal  penanggulanagan  kemiskinan secara tepat sasaran," tutupnya. (pd)

Keyword:


Editor :
Pondek

riset-JSI