Imparsial Usulkan Revisi, UU Peradilan Militer Dinilai Jadi Sarana Impunitas Anggota TNI
Font: Ukuran: - +
Danpuspom TNI Marsda TNI Agung Handoko bersama Wakil Ketua KPK Johanis Tanak memberikan keterangan usai melakukan pertemuan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (28/7/2023).
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Direktur Eksekutif Imparsial Gufron Mabruri mendorong revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer pascamencuatnya kasus dugaan korupsi di Badan SAR Nasional (Basarnas). Menurut dia, aturan tersebut justru berpotensi disalahgunakan untuk lolos dari jerat hukum pidana.
Gufron mengkritisi UU Peradilan Militer yang berpeluang dimanfaatkan sebagai sarana impunitas bagi anggota TNI saat melakukan tindak pidana. Gufron mendesak UU Peradilan Militer wajib diubah agar menjamin proses hukum melalui peradilan umum terhadap anggota TNI.
"Sayangnya UU Peradilan Militer hanya digunakan terhadap pelanggaran disiplin dan pengusutan tindak pidana militer, bukan pidana umum," kata Gufron dalam keterangannya saat dikonfirmasi pada Ahad (30/7/2023).
Gufron menyayangkan anggota TNI layaknya punya hukum sendiri ketika melakukan tindak pidana. Gufron mengingatkan semua warga negara posisinya sama di depan hukum.
"Tentu ini bertentangan dengan asas persamaan di hadapan hukum yang dianut di Indonesia," ujar Gufron.
Gufron juga mendorong KPK tak perlu takut saat mendalami dugaan korupsi yang menjerat anggota TNI aktif. Gufron meyakini KPK bisa menolak penerapan peradilan militer.
"Dasarnya bisa pakai prinsip lex specialist derogant lex generalis atau UU yang khusus mengenyampingkan UU yang berlaku umum," ucap ujar Gufron.
Sebelumnya, KPK mengakui adanya kekhilafan dalam menetapkan status tersangka terhadap Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi dan Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto terkait kasus suap pengadaan barang di Basarnas. Lembaga antirasuah ini menyebut, proses penetapan itu harusnya ditangani oleh pihak TNI.
"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, kelupaan, bahwasannya mana kala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani. Bukan KPK," kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak dalam konferensi pers usai menemui rombongan Puspom TNI di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.
KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan suap pengadaan barang di Basarnas pada Selasa (25/7/2023). Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto terjaring dalam operasi senyap tersebut.
Kemudian, dalam konferensi pers pada Rabu (26/7/2023) KPK mengumumkan Marsdya Henri dan Letkol Afri sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Namun, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsda Agung Handoko menilai, penetapan status hukum tersebut menyalahi aturan lantaran pihak militer memiliki aturan khusus dalam menetapkan tersangka bagi prajurit TNI yang melanggar hukum.