Beranda / Berita / Aceh / Hentikan Polemik LKS, Perjuangkan Bank Central Syariah di Aceh Karena Sesuai MoU Helsingki

Hentikan Polemik LKS, Perjuangkan Bank Central Syariah di Aceh Karena Sesuai MoU Helsingki

Jum`at, 30 Juli 2021 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur

Dosen Fakultas ekonomi dan bisnis Unimal dan Konsultan Manajemen dan Keuangan pada Lientas Institute Konsultan, Wahyuddin Albra. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Lhokseumawe - Konversi bank konvensional ke bank syariah di Aceh menuai banyak respon dari pengamat, akademisi dan juga masyarakat. Dosen Fakultas ekonomi dan bisnis Unimal, Wahyuddin Albra yang saat ini juga sebagai Konsultan Manajemen dan Keuangan pada Lientas Institute Konsultan mengatakan kepada Dialeksis.com, Jumat (30/07/2021).

Dirinya mengatakan, menurutnya konversi yang terjadi di Aceh dari bank konvensional ke bank syariah menjadi salah satu langkah maju.

“Saya mendukung penuh inisiasi ini, bahkan sampai dengan sudah terwujudnya proses ini dengan baik. Qanun LKS ini, saya rasa akan banyak menajdi rujukan bagi provinsi-provinsi lain yang ingin menjalankan aktifitas perbankan ini nantinya,” katanya.

Lanjutnya, “Kita semua perlu mendukung usaha-usaha ini, agar proses pelaksanaan transaksi dalam pelaksanaan bisnis bank syariah di Aceh benar-benar dapat diwujudkan dan ini membawa ke maslahatan bagi masyarakat Aceh dan umat muslim secara umim,” katanya lagi.

Wahyuddin mengatakan, pelaksanaan konversi ini sudah digagas lama, kebetulan dunia sekarang ini sedang resesi karena bencana Covid-19, tanpa adanya konversi pun akan terkena dampaknya.

“Tapi mari kita doakan semua agar kondisi wabah ini segera pulih dan program recovery ekonomi pemerintah bisa dijalankan, dan tentang adanya isu salah satu bank hasil konversi sedikit bermasalah, janganlah kemudian yang disalahkan LKS Aceh,” ucapnya.

Ia menambahkan, pertama, perlu dijelaskan bahwa bank syariah sudah lama beroperasi di Aceh. Ada Bank Aceh Syariah (BAS) yang sebelumnya bank konvensional, tapi berjalan mulus.

“Bahkan menurut pantauan pengamat, perbankan itu konversi yang paling bisa dijalankan. Ada juga Mandiri Syariah, BNIS, BRIS dan lain-lain,” ucap Wahyuddin.

Selanjutnya, Dirinya menjelaskan, pada saat konversi dari bank konvensional ke syariah di Aceh berjalan dengan sangat baik. Namun, tiba-tiba ada kebijakan dari pusat agar 3 bank pemerintah yang syariah dimerjerkan menjadi satu yaitu Bank Syariah Indonesia (BSI).

“Nah, ini sebenarnya bukan kebijakan di Aceh, tapi ini kebijakan di level Nasional. Jadi kekisruhan yang terjadi di Aceh tentang sistem informasi bank yang belum lancar tidak hanya terjadi di Aceh, tapi juga terjadi diseluruh nasional karena bank-bank ini ada di seluruh Indonesia. Cuman, karena di provinsi lain bank syariah ini market sharenya kecil mungkin tidak terlalu berpengaruh,” tukasnya.

Lanjutnya kembali, “Jadi sekali lagi ini bukan gara-gara penerapan Qanun LKS di Aceh kekacauan ini terjadi, dan menurut informasi yang saya dengar, kondisi ATM yang tidak stabil ini karena proses pengalihan pengelolaan ATM bank BSI ini pihak ke-3 masih belum tuntas, jadi ramailah kondisi ini tidak stabil,” jelas Wahyuddin.

Wahyuddin menambahkan lagi, menurutnya, ini menjadi langkah berani Presiden Jokowi untuk meminta penggabungan bank syariah ini sudah tepat. Karena penggabungan 3 bank syariah ini akan membuat kekuatan bank syariah pemerintah ini semakin kuat dan yang pasti semakin efesien, memang akan terlihat sedikit bermasalah di awal-awal penggabungan.

“Justru dalam kondisi pandemi seperti ini semua bisnis dituntut lebih efesien dan efektif dalam menjalakan operasionalnya, ada memang dampak lain terhadap tenaga kerja perbankan, selama ini karena regulasi efesien yang dijalankan. Tapi semua harus mendapat pesangon sesuai ketentuan. Coba lihat Bank Central Asia (BCA), mereka melihat potensi bisnis bank syariah akan semakin maju, kemudian mereka membuat anak perusahaan BCA Syariah, jadi sebenarnya tidak ada masalah yang perlu dikhawatirkan dari proses ini, namun tentu perlu adanya pengawasan yang ketat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dan saya rasa belum ada kasus besar yang merugikan nasabah dari proses ini, yang terdengar hanya susah transfer, tidak aktif ATM dan beberapa problem lainnya, tapi saya yakin seiring waktu masalah ini akan semakin membaik,” tukas Wahyuddin.

Menurut Wahyuddin, Pemerintah Aceh saya rasa perlu mendengar masukan dari pihak-pihak yang belum puas. Jikalau masukan baik untuk kemaslahatan silahkan di akomodir.

“Tapi kalau menurut saya, keberanian pemerintah Aceh mengambil kebijakan ini belum lengkap kalau belum bisa mengusulkan BCA Syariah untuk berpusat di Aceh. Aceh akan menjadi model bagi negara lain yang mau menerapkan sistem perbankan dengan 2 model ini,” jelasnya kembali.

Dirinya juga mengatakan, jadi ada bank central konven BI dan nanti akan ada bank central syariah Indonesia di Aceh. “Saya rasa ini yang harus diperjuangkan oleh semua elemen masyarakat Aceh dan para penggiat bisnis bank syariah agar bank syariahnya benar syariah. Kita masyarakat Aceh ada alasan memperjuangkan bank central syariah ini karena sesuai dengan MoU Helsingki.”

“Jadi hentikan polemik konversi ini, mari kita dukung bersama kebijakan ini dan yang terpenting masih ada upaya kita untuk bisa menghadirkan bank central syariah Indonesia di Aceh. Walaupun ini butuh regulasi ditingkat nasional. Wakil-wakil rakyat kita sudah di DPR sudah seharusnya menyuarakan ini, tentu awalnya akan banyak penolakan disana-sini. Tapi demi umat muslim, ini perlu dicoba. Dan juga perlu diingat bahwa, fungsi bank sekarang sudah banyak yang bisa dilakukan oleh non bank. Masalah pembayaran, pinjaman dan lain-lain sekarang sudah banyak dilakukan oleh usaha bukan bank,” tutupnya kepada Dialeksis.com. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda