Beranda / Berita / Aceh / Hadirnya KPK di Aceh Jadi Tanda Tanya Besar di Masyarakat

Hadirnya KPK di Aceh Jadi Tanda Tanya Besar di Masyarakat

Minggu, 28 November 2021 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : fatur
Praktisi Hukum, Yulfan. [Foto: Ist]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Hadirnya KPK di Aceh sampai hari ini masih menjadi harapan besar masyarakat Aceh. Terutama dalam penanganan kasus-kasus dugaan tindak pidana Korupsi.

Praktisi Hukum, Yulfan saat diwawancara Dialeksis.com, Minggu (28/11/2021) memberikan pandangannya terhadap hadirnya KPK di Aceh.

Dirinya menjelaskan, hadirnya KPK di Aceh itu sudah benar dan sesuai dengan harapan masyarakat, karena KPK lembaga yang diberikan mandat untuk menyelasaikan masalah-masalah atau kasus korupsi.

“Sudah sepantasnya mereka datang dan menangani kasus-kasus besar di Aceh,” ucapnya kepada Dialeksis.com, Minggu (28/11/2021).

Sebenarnya ada hantu besar di Aceh, kata Yulfan. “Yang kita lawan itu hantu (tidak terlihat), sebagaimana kita ketahui, berdasarkan hasil survey, Aceh sebagai daerah termiskin di Sumatera, itu stigma negatif untuk Aceh. Masyarakat Aceh berpikir, terjadi sesuatu di Aceh, terkait pengelolaan anggaran, apakah lembaga eksekutif atau legislatif,” ucapnya. 

Yulfan mengatakan, masyarakat paham banyak hal mendasar yang harus diselesaikan, penyebabnya harus ditemukan,” tambahnya. “semoga KPK bisa menemukan siapa aktor dibalik ini semua, Korupsi soal sistemik, bocornya dimana? di hulu atau di hilir,” sebutnya.

Kita juga paham, bahwa KPK itu punya batasan-batasan tertentu, memang tidak semua informasi bisa disampikan ke publik, karena ini juga berkaitan dengan kerja-kerja mereka (KPK), proses pembuktian misalnya.

“Tapi alangkah baiknya apabila KPK menjelaskan, dan penjelasannya tidak harus masuk ke dugaan kasus yang diinvestigasi, cukup subtansi penanganan saja, minimal menjelaskan bahwa apa tujuan mendasar mereka hadir di Aceh dan apasih yang mereka sasar,” ucapnya.

Yulfan menyampaikan, bahwa penting publik untuk diajak, tujuannya agar publik paham. Ketidakjelasan ini membuat dugaan publik menjadi semakin liar,” kata Yulfan.

Di suatu sisi, sebenarnya beban membongkar dugaan tindak pidana korupsi tidak hanya di KPK semata, mandat tersebut juga berada pada lembaga penegak hukum lainnya, Kepolisian dan Kejaksaan, mereka berkewajiban membongkar kasus-kasus besar atau yang punya potensi korupsi.

“Korupsi ini akibatnya sangat masif, seharusnya ditangani sesegara mungkin. Kita tidak paham apa yang membuat KPK lama, apakah pertimbangan hukum, atau pertimbangan politis,” ujarnya.

Kemudian, terhadap para pejabat atau pihak-pihak yang telah dipanggil dan diperiksa KPK, Yulfan mengatakan, jika mereka mengatakan akan ‘mendukung kinerja KPK’, tapi tidak secara jelas juga memberikan informasi ke public, misal pemeriksaan terhadap hal apa? Mereka diperiksa ini terhadap kasus apa? “Mereka ini di undang KPK terhadap hal apa? misalnya pemanggilan terhadap beberapa anggota DPRA, pemanggilannya apakah terkait fungsinya sebagai legislatif, ada kesalahan proses penganggaran, atau proses pengawasan, semestinya mereka atau KPK, membuka informasi itu ke publik,” jelasnya.

Lanjutnya, ‘Yulfan menambahkan, ada persoalan untrust (ketidakpercayaan) yang sebenarnya telah hidup lama dalam cara berfikir masyarakat terhadap penyelenggara negara/pemerintah.“Mau itu legislatif, ekskutif, bahkan KPK itu sendiri sebagai lembaga Anti-rasua, hanya saja ketidakpercayaan itu belum terejawantahkan dengan baik.” sebutnya.

Perosalan kepercayaan akan terbangun kembali dengan kerja-kerja kongkrit yang dilakukan KPK itu sendiri. 

“Pendekatan yang dilakukan kepada publik mestinya tidak dengan bahasa-bahasa yang sifatnya diplomatis atau politis, tapi harus ada upaya-upaya kongkrit,” tukasnya lagi.

Disini masyarakat itu tidak bisa disebut sebagai ‘Silence Objek’, kata Yulfan, ajak mereka bicara dan sampaikan apa masalahnya, dimana masalahnya dan libatkan mereka. “Karena pada akhirnya disini masyarakat yang menerima,” tambahnya lagi.

Hadirnya KPK memperbesar tanda tanya masyarakat. Dalam hal ini, Yulfan mengatakan, “KPK jangan memperbesar rasa kecurigaan masyarakat kesemua stakeholder yang terlibat dalam pembangunan di Aceh,” tegasnya.

Masyarakat harus diberikan porsi khusus dalam pencegahan kasus korupsi, “jadikan masyarakat sebagai subjek pengawas, supaya pengawasan berjalan maksimal. “Tentu saja, masyarakat harus diberi pemahaman terlebh dahulu, apa itu korupsi, apa itu pengawasan, bagaimana memahami perencanaan, apa itu anggaran, bagaimana melaksanakan kegiatan yang transparan serta akuntabel,” jelasnya.

Karena itu, Yulfan menyampaikan, masyarakat itu harus dididik, karena KPK atau lembaga-lembaga penegak hukum tidak mampu menjangkau titik terkecil atau terbawah dalam penanganan kasus korupsi. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda