Beranda / Berita / Aceh / Divonis 1,6 Tahun Penjara Kasus Penipuan, Eks Gubernur Aceh Abdullah Puteh Banding

Divonis 1,6 Tahun Penjara Kasus Penipuan, Eks Gubernur Aceh Abdullah Puteh Banding

Selasa, 10 September 2019 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Abdullah Puteh usai mengikuti persidangan di PN Jaksel, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019). [Foto: detikcom]

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh dijatuhi pidana 1,6 tahun penjara. Hakim menilai Puteh terbukti bersalah melakukan penipuan terhadap seorang investor, Herry Laksmono, pada 2011.

"Mengadili menyatakan terdakwa Abdullah Puteh terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Abdullah Puteh pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan," kata ketua majelis hakim Kartim Khaeruddin di PN Jaksel, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019), seperti dikutip detikcom.

Hakim mengatakan Puteh terbukti bersalah melanggar Pasal 378 KUHP sesuai dengan dakwaan pertama. Hakim menilai semua unsur yang ada pada pasal tersebut terbukti. 

"Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang," ujarnya.

Atas putusan itu, Abdullah mengaku keberatan dan menyatakan banding. "Kita tidak sependapat dengan keputusan majelis dan kita banding," kata Abdullah di PN Jaksel, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019), usai persidangan. 

Saat ini Abdullah Puteh dipastikan menjadi anggota DPD RI periode 2019-2024. Karena itu, dia juga menunggu proses banding terkait pelantikan di DPD RI.

Adapun menurut Majlis Hakim, hal yang memberatkan vonis tersebut adalah terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan memberikan keterangan yang berbelit-belit sehingga menyulitkan proses pembuktian, serta perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian kepada pihak lain. 

Sementara yang meringankan adalah terdakwa bersikap sopan dan memiliki keluarga yang menjadi tanggungan. 

Hakim mengatakan Herry mengirimkan uang kepada Puteh sebesar Rp 750 juta untuk biaya pengurusan izin amdal. Namun, berdasarkan keterangan saksi dan bukti di persidangan, biaya pengurusan amdal hanya sebesar Rp 406.750.000, bukan Rp 750 juta.

Kasus bermula pada pertengahan 2011, ketika terdakwa Abdullah Puteh selaku Komisaris PT Woyla Raya Abadi beberapa kali bertemu dengan saksi Herry Laksmono. 

Pada pertemuan itu, Puteh mengatakan kepada Herry memiliki Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) dari Menteri Kehutanan atas lahan seluas 6.521 Ha yang terletak di Desa Barunang, Kecamatan Kapuas Tengah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah.

Namun terdakwa tidak punya modal untuk menjalankan usaha tersebut, terutama untuk pengurusan izin-izin lainnya yang diperlukan agar usaha tersebut dapat dijalankan. 

Untuk itu, terdakwa Abdullah Puteh meminta bantuan Herry untuk memodali usaha tersebut dengan menawarkan kerja sama.

Terdakwa Abdullah Puteh menjanjikan Herry akan diberi hak memanfaatkan kayu yang ada dalam areal izin IUPHHK-HTI yang dimiliki terdakwa berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 297/Menhut-II/2009 tertanggal 18 Mei 2009. 

Namun, pada praktiknya, hakim menyebut Herry tidak dapat memanfaatkan hasil penebangan kayu tersebut.

Putusan tersebut lebih ringan dibanding tuntutan JPU sebelumnya, yaitu 3 tahun 10 bulan penjara, dengan terdakwa ditahan. Seusai persidangan, Puteh menyatakan banding, sedangkan jaksa menyatakan pikir-pikir.(me/detikcom)


Keyword:


Editor :
Makmur Emnur

riset-JSI
Komentar Anda